Nama Kursus | : | Pengantar Perjanjian Baru |
Nama Pelajaran | : | Sejarah Gereja Mula-mula |
Kode Pelajaran | : | PPB-P06 |
Pelajaran 06 - SEJARAH GEREJA MULA-MULA
Daftar Isi
Doa
SEJARAH GEREJA MULA-MULA
Latar Belakang
Sebelum Yesus naik ke surga, Ia memberikan perintah kepada para murid-Nya untuk pergi ke Yerusalem dan menunggu di sana sampai Roh Kudus dicurahkan ke atas mereka. Dengan kuasa yang diberikan Roh Kudus itu Yesus berjanji akan memperlengkapi murid-murid-Nya untuk menjadi saksi-saksi, bukan hanya di Yerusalem tapi juga di ke ujung-ujung bumi (Kisah Para Rasul 1:1-11). Janji itu digenapi oleh Kristus dan perintah itu ditaati oleh murid-murid-Nya.
Permulaan Gereja
Kata "gereja" atau "jemaat" dalam bahasa Yunani adalah "Ekklesia" dari kata "Kaleo", artinya "aku memanggil/memerintahkan". Secara umum ekklesia diartikan sebagai perkumpulan orang-orang. Tetapi dalam konteks Perjanjian Baru kata ini mengandung arti khusus, yaitu pertemuan orang-orang Kristen sebagai jemaat untuk menyembah kepada Kristus.
Amanat Agung yang diberikan Kristus sebelum kenaikan ke surga (Matius 28:19-20) betul-betul dengan setia dijalankan oleh murid-murid-Nya. Sebagai hasilnya lahirlah gereja/jemaat baru baik di Yerusalem, Yudea, Samaria dan juga di pelbagai tempat di dunia (ujung-ujung dunia).
Periode gereja mula-mula dimulai dari pelayanan yang dilakukan oleh Petrus dan Paulus serta rekan-rekan pelayanan mereka, di mana mereka dengan tidak henti-hentinya memberitakan Kristus. Pemberitaan tentang Kristus ternyata berhasil mempertobatkan Kaisar Konstantinus I, yaitu kira-kira pada tahun 33 hingga 325 Masehi.
Gereja Di Palestina
Para petobat baru kekristenan kala itu dimulai dari orang-orang Yahudi yang biasa disebut sebagai penganut Yudaisme, dan yang menjadi pusat gereja adalah Yerusalem. Hal tersebut dikarenakan kekristenan dianggap sebagai aliran sekte Yahudi, seperti halnya Farisi, Saduki dan Esseni. Tapi yang jelas, isi khotbah dari Petrus sangat berbeda dengan Yudaisme. Karena dalam kekristenan, yang menjadi dasar adalah Yesus Kristus sebagai Mesias yang menyelamatkan manusia.
Tidak lama setelah hari Pentakosta, gereja terbuka bagi orang-orang bukan Yahudi. Rasul Filipus berkhotbah kepada orang-orang Samaria (Kisah Para Rasul 8:5), dalam khotbahnya, banyak orang yang percaya kepada Kristus. Bukan itu saja, rasul Petrus berkhotbah kepada keluarga Kornelius yang bukan termasuk orang Yahudi. Dan dalam pelayanan tersebut keluarga Kornelius menerima Kristus (Kisah Para Rasul pasal 10). Bahkan seorang mantan penganiaya jemaat (Paulus), memberitakan Injil dengan tekun di berbagai wilayah secara luas.
Secara garis besar, permulaan gereja di Palestina adalah sebagai berikut.
Gereja pertama lahir di Yerusalem (Kisah Para Rasul 1:8)
Petrus dan beberapa murid-murid Tuhan Yesus yang lain membawa Injil ke Yudea (Kisah Para Rasul pasal 1-7).
Filipus dan murid-murid yang lain pergi ke Samaria dan sekitarnya (Kisah Para Rasul pasal 8).
Gereja di luar Palestina
Petrus membawa Injil ke Roma.
Paulus ke Asia Kecil dan Eropa (Kisah Para Rasul pasal 10-28).
Apolos ke Mesir (Kisah Para Rasul pasal 18).
Filipus ke Etiopia (Kisah Para Rasul pasal 8).
Sebelum tahun 100 M, Injil sudah tersebar ke Siria, Persia, Afrika (Kisah Para Rasul pasal 9).
Lalu ke ujung-ujung bumi (Siria, Persia, Gaul, Afrika Utara, Asia dan Eropa).
Pertumbuhan dan Tantangan
Gereja/jemaat yang baru berdiri mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Kuasa Roh Kudus sangat nyata hadir di tengah jemaat. Namun demikian tantangan dan kesulitan juga mewarnai pertumbuhan jemaat mula-mula itu. Tapi yang luar biasa, justru karena keadaan yang sulit itu gereja semakin berkembang.
Agama Negara
Kaisar Agustus mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Salah satu peraturan yang muncul pada masa pemerintahannya adalah menyembah kepada Kaisar sebagai dewa mereka, walaupun mereka masih diizinkan melakukan penyembahan kepada dewa-dewa/kepercayaan asal mereka sendiri.
Namun demikian, ada perkecualian untuk orang-orang Yahudi yang mempunyai agama Yudaisme yang menjunjung tinggi monoteisme, mereka tidak diharuskan untuk menyembah kepada Kaisar. Hal ini terjadi karena mereka takut kalau orang Yahudi memberontak.
Kehadiran agama Kristen saat itu, pada mulanya dianggap sebagai salah satu sekte agama Yudaisme, itu sebabnya orang-orang Kristen pertama tidak diharuskan untuk menyembah kepada Kaisar. Tetapi setelah orang-orang Yahudi secara terbuka memusuhi orang Kristen (puncak peristiwa penyaliban Kristus) barulah pemerintah Romawi melihat kekristenan tidak lagi sebagai sekte Yudaisme tetapi agama baru. Sejak saat itu keharusan menyembah kepada Kaisar pun akhirnya diberlakukan untuk orang-orang Kristen. Kepada mereka yang tidak patuh pada peraturan ini mendapat hukuman dan penganiayaan yang sangat berat.
Penganiayaan terhadap orang Kristen.
Salah satu bukti kesetiaan orang Kristen kepada Kristus ditunjukkan dengan secara setia menjalankan pengajaran Alkitab dan menolak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Alkitab. Karena itulah orang-orang Kristen sering harus membayar harga yang mahal demi kepercayaan mereka kepada Kristus, antara lain adalah dengan penganiayaan.
Beberapa penyebab penganiayaan:
Karena orang Kristen dituduh melakukan hal-hal yang menentang kemanusiaan, misal menolak menjadi tentara, mengajarkan tentang kehancuran dunia, membiarkan perpecahan keluarga, dll..
Karena orang Kristen dituduh mempraktikkan immoralitas dan kanibalisme, misalnya melakukan cium kudus, bermabuk-mabukan, dosa inses, makan darah dan daging manusia.
Hasil dari penganiayaan.
Memang ada banyak orang Kristen yang mati dalam penganiayaan dan pembunuhan, namun demikian jumlah orang Kristen tidak semakin berkurang malah semakin bertambah banyak.
Kekristenan semakin menyebar keluar dari Yerusalem, yaitu ke daerah-daerah sekitarnya, dan ke seluruh dunia.
Orang-orang Kristen semakin memberi pengaruh dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka betul-betul menjadi saksi yang hidup.
Karakteristik Jemaat Gereja Mula-mula
Berikut ini adalah karakteristik dari jemaat mula-mula yang tampak dalam surat Paulus.
Pelayanan mereka bersifat spontan, profetik (kenabian) dan kharismatik (disertai karunia-karunia Roh Kudus).
Tidak ada pembedaan antara pendeta/imam dan kaum awam.
Hubungan kekeluargaan dan kehidupan secara tubuh (body life) atau korporat adalah penekanan utama jemaat lokal, bukan struktur keorganisasian.
Tidak ada format pertemuan yang telah diprogramkan terlebih dahulu; melainkan hanya kontrol/pimpinan Roh Kudus yang diutamakan.
Para pemimpin terutama adalah hamba-hamba yang melayani dengan anugerah dan urapan yang mereka terima, bukan dengan otoritas karena suatu jabatan.
Masing-masing himpunan jemaat adalah otonom di bawah pengawasan sejawat penatua yang bertanggung jawab untuk menggembalakan dan melengkapi orang-orang kudus.
Beberapa Catatan Dokumentasi Kepemimpinan Gereja Lokal Seratus Tahun Pertama
Berikut ini adalah beberapa catatan dokumentasi kepemimpinan gereja lokal, kira-kira seratus tahun pertama.
"The Didache" (ditulis oleh para Rasul yang mula-mula). Dokumen ini, yang disirkulasikan di antara gereja-gereja pertama, tidak membedakan antara penatua, bishop, atau presbyter.
DR. Bill Hamondi dalam bukunya, "THE Eternal Churck" menyatakan, "Pada akhir zaman kerasulan, masing-masing gereja berdiri sendiri dan di gembalakan oleh sejawat gembala.
Kennedy memberi komentar atas kepemimpinan (gereja mula-mula) "Dua kata Yunani yang diterjemahkan sebagai "Bishop" (uskup) atau "Penilik" (Pengawas), (Episkopos) dan "Penatua" (presbuteros) menunjukkan jawatan yang sama dan dipakai dalam arti yang sama". "Gereja mula-mula tidak terikat dalam suatu organisasi perserikatan apapun meski mereka secara erat disatukan oleh persekutuan/hubungan baik".
E.H. Broadbent di dalam bukunya, "The Pilgrim Church" nyatakan, "kata 'penatua' adalah sama dengan 'presbyter' dan kata 'penilik' adalah sama dengan 'bishop', dan Kisah Para Rasul 20:17-35 menunjukkan bahwa ada beberapa jabatan seperti itu di dalam satu gereja.
Pada zaman Clement dan Polycarp, mulailah para presbyter disebut sebagai "imam-imam". Inilah langkah halus pertama yang mengakibatkan lahirnya dua kelompok orang percaya, pendeta/imam dan kaum awam. Polycarp dan Clement mengenal hanya ada dua kelompok pelayanan di dalam jemaat-jemaat yang mereka pimpin, para penatua dan para diaken. Sejak saat itu karunia-karunia rohani kurang sering beroperasi di dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Penekanan pada pewahyuan dan karunia-karunia Roh secara perlahan-lahan digantikan oleh pengajaran dan pendefinisian. Ignatius, Bishop Antiokhia yang seangkatan dengan Polycarp, menyusun suatu haluan yang akhirnya dipegang oleh gereja-gereja abad ke-2. Dia memperkuat pembedaan antara pendeta (imam) dan kaum awam. Setiap kepemimpinan mempunyai suatu anggota yang diangkat Bishop (Uskup) dan para penatua yang lainnya serta jemaat harus tunduk. Jadi ada tiga kelompok peran pemimpin yang mulai menggantikan para penatua dan para diaken dari gereja mula-mula. Karena manifestasi karunia-karunia Roh dan pelbagai pelayanan rohani berkurang, khususnya rasul-rasul dan nabi-nabi, kepemimpinan atas kehidupan gereja beralih dari Roh Kudus kepada jawatan kepemimpinan yang birokratis.
Karakter kehambaan dan kerendahan hati yang sangat penting di dalam jawatan kepenatuaan menjadi kurang penting dibandingkan dengan seorang pemimpin yang berkharisma kuat karena orang-orang pada waktu itu lebih mengingini struktur organisasi dan ketetapan yang terdefinisikan dengan baku untuk menghadapi "kekacauan" ajaran yang muncul saat itu. Akibat yang tidak dapat dihindarkan jawatan bishop (uskup) ini adalah jawatan ini mulai menggantikan peranan penting pelayanan kerasulan abad pertama. Ketika para bishop mulai memegang kekuasaan atas jemaat-jemaat di kawasan yang berdekatan, ada satu tingkat kekuasaan lagi yang ditetapkan untuk mewakili masing-masing jemaat baru kepada bishop mereka. Jawatan pelayanan lokal ini dikenal kemudian sebagai "gembala" (pastor). Saat itu, para penatua bukan lagi lima jawatan (Efesus 4:11), para diaken sangat dibatasi di dalam pelayanan rohani mereka, tubuh Kristus dibagi menjadi para pendeta (imam) dan kaum awam dan jemaat-jemaat tidak lagi otonom (berdiri sendiri).
Acuan-acuan tentang Gereja pada Abad Kedua dan Ketiga.
Berikut ini adalah acuan-acuan tentang gereja pada abad kedua dan ketiga.
Kennedy menulis tentang gereja pada masa itu sebagai berikut, "dari masa sejarah yang tercatat di buku Kisah Para Rasul sampai dengan akhir abad, kentara sekali kurangnya informasi tentang sejarah perkembangan jemaat-jemaat. Bila kita keluar dari masa yang tidak menentu ini, kita menemukan gereja yang dalam banyak hal berbeda dari gereja-gereja perjanjian baru. Perubahan-perubahan besar telah terjadi dan tidak salah lagi telah terjadi perubahan haluan kelembagaan pada tahun-tahun berikutnya". (John W. Kennedy, The Torch Of The Testimony). Di dalam bagian yang sama dari bukunya ini, Kennedy membuat suatu pengamatan yang tajam, yang harus diperhatikan oleh setiap pemimpin: "apapun yang Tuhan sudah buat, manusia akhirnya ingin mengubah dan membentuk menurut kesukaannya".
L.P. Qualben, di dalam bukunya A History Of the Christian Church menulis "selama abad kedua dan ketiga terjadi perubahan-perubahan penting. Gereja-gereja lokal tidak lagi dipimpin oleh sejawatan penatua, melainkan oleh jawatan tunggal yang disebut "bishop" (uskup). Kehadiran bishop menjadi penting bagi setiap tindakan sah dari jemaat. Pada kenyataannya, tanpa seorang bishop tidak ada gereja".
Hatton menulis, "secara berangsur-angsur wilayah kekuasaan para bishop meliputi kota-kota yang berdekatan. Bishop Calixtus adalah yang pertama mengklaim dirinya sebagai bishop berdasarkan matius 16:18. Tertullian menyebut Calixtus sebagai perampas kekuasaan karena mengklaim dirinya sebagai bishop.
Berikut ini adalah pemimpin-pemimpin gereja yang paling terkemuka yang menjembatani abad kedua dan akhir era Ante-Nicene (A.D 175-325): irenaeus; Clement of Alexandria; Origen dan Cyprian. Selama periode ini, pemerintahan oleh kerajaan bishop sungguh-sungguh tidak dapat dipungkiri/disangkali lagi. Jadi pemerintahan secara hierarki di dalam gereja menjadi mengakar di dalam kekristenan yang mana sebagian besar masih tetap ada hingga hari ini meskipun banyak terjadi restorasi. Di hari kemudian ketika bishop romawi mengungguli bishop-bishop yang lain, dia disebut "yang utama di antara yang sederajat" (The First Among Equals)".
DOA
"Tuhan Yesus teguhkanku untuk terus bertahan dalam kebenaran-Mu. Seperti Engkau yang mampu bertahan sampai kesudahan, biarlah Engkau dapati aku tetap setia saat Kau datang. Kuserahkan diriku seutuhnya pada-Mu. Berserah hanya di dalam nama Tuhan Yesus satu-satunya Allah yang kusembah." Amin
[Catatan: Pertanyaan Latihan ada di lembar lain.]
Nama Kursus | : | Pengantar Perjanjian Lama |
Nama Pelajaran | : | Pentingnya Perjanjian Lama |
Kode Pelajaran | : | PPL-R01a |
Referensi PPL-R01b diambil dari:
Penerbit | : | Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1979 |
Halaman | : | 3 - 7 |
REFERENSI PELAJARAN 01b - PENDAHULUAN
Sebuah buku mengenai Perjanjian Lama sekarang ini tidak akan menjadi buku yang laris. Bahkan di antara mereka yang berhasrat besar mempelajari Alkitab dan terus-menerus menjadikannya buku terlaris sepanjang zaman, konferensi-konferensi tentang Perjanjian lama tidak akan menarik perhatian. Sebabnya sederhana saja. Sering kali orang- orang Kristen memberikan waktu terbanyak untuk mempelajari Perjanjian Baru, dan hanya sekali-sekali menyelidiki kitab Mazmur dan Amsal, atau kadang-kadang ditambah dengan kitab nabi-nabi. Akibatnya ialah bahwa banyak orang Kristen gagal untuk memahami keseluruhan wawasan pengungkapan Allah tentang diri-Nya sendiri -- gambaran mereka tentang maksud-maksud Allah tidak sempurna. Bahkan Perjanjan Lama tidak diterjemahkan ke dalam semua bahasa di dunia. Tentu saja dapat dipahami mengapa Perjanjian Baru merupakan bagian pertama yang diterjemahkan kalau dana yang tersedia terbatas, tetapi kalau para misionaris dan pendeta mendasarkan seluruh pengajaran mereka pada Perjanjian Baru saja maka mereka tidak akan dapat mengajarkan Firman Allah seutuhnya. Hal ini sangat penting dalam situasi- situasi penginjilan, di mana sering kali terdapat jembatan alamiah di antara Perjanjian Lama dengan kebanyakan orang, terutama yang berasal dari kebudayaan bukan Barat. Ajaran Perjanjian Lama berlatarkan rumah tangga dan pasar, kasih setia Allah disampaikan dalam bentuk konkret. Jelaslah sudah bahwa Perjanjian Baru tidak dapat berdiri sendiri.
Tidaklah sulit untuk mendaftarkan contoh-contoh keadaan ini dalam kepustakaan misionaris. Di Cina, misalnya, para misionaris zaman dahulu sering kali hanya memakai Perjanjian Baru dalam khotbah-khotbah mereka. Ketika membahas kelemahan misi-misi di Cina, Arthur Glasser mencatat:
Kekurangan yang nyata dalam pergerakan misionaris adalah penggunaan Firman Allah yang tidak memadai. Ia hanya menitikberatkan ajarannya pada sebagian dari Alkitab, yaitu Perjanjian Baru dan Mazmur.... Alkitab tidak hanya berisi mandat pekabaran Injil dari Perjanjian Baru, tetapi juga mengandung panggilan Allah kepada tanggung jawab kebudayaan: suatu alur kewajiban yang mengalir sepanjang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kalau Perjanjian Baru terutama berfokus pada seorang pribadi di hadapan Allah, maka Perjanjian Lama menekankan hubungan yang bersifat umum (keluarga, masyarakat, dan negara). Di Sinai Allah memberikan kepada umatNya suatu gaya hidup yang egalitarian (sederajat) dan manusiawi.... Pendek kata, Perjanjian Lama mengajarkan suatu cara hidup di mana hak-hak setiap orang dilindungi. (New Forces in Missions, ed. David Cho, Seoul 1976, hal. 194-95)
Maksud penulisan buku ini ialah memberikan penerangan tentang Perjanjian Lama bagi orang Kristen. Buku ini pantas disebut sebagai buku teologi Perjanjian Lama, dan penting sekali untuk memahami arti istilah tersebut. Semua teologi yang benar, pastilah lebih kurang bersifat alkitabiah, tetapi teologi alkitabiah (Biblika) ialah mata pelajaran khusus yang berusaha mempelajari pokok-pokok Alkitab berdasarkan warna-warninya sendiri. Berbeda dengan teologia sistematika yang berusaha memahami hubungan timbal balik antara pokok- pokok Alkitab dengan implikasi-implikasi historis dan filosofisnya, teologi Biblika mempelajari tema pokok Alkitab menurut perkembangannya selama Allah berurusan dengan manusia dalam periode alkitabiah. Teologi Biblika bersifat historis dan berkesinambungan atau progresif. Teologi Biblika berpusat pada penyingkapan diri Allah Penyelamat, yang terwujud dalam kejadian-kejadian tertentu, di mana Allah memanggil bagi diri-Nya sendiri suatu bangsa yang akan mencerminkan sifat-Nya serta melanjutkan maksud-maksud-Nya yang penuh kasih. Teologi Biblika melihat perkembangan-perkembanga ini dengan latar belakang dunia yang diciptakan Allah sebagai wahana bagi maksud tujuan serta nlai-nilai- Nya. Akhirnya, teologi Biblika melihat bagaimana Allah menolak meninggalkan maksud tujuan-Nya, sekalipun umat-Nya tidak setia sehingga allah bekerja terus untuk menciptakan umat yang lebih sempurna dan utuh sebagai umat kepunyaan-Nya sendiri.
Jika kita dapat senantiasa mengingat pemikiran ini dan membaca Perjanjian Baru (dan sebenarnya juga keseluruhan sejarah) dari sudut pemikiran tersebut, kita telah engambil langkah awal yang penting dalam berpikir secara teologis - dan dengan agak nekad dengan cara Allah sendiri memandang dunia ini. Yan gpasti ialah bahwa pokok-pokok pikiran ini diungkapkan secara khusus dalam Perjanjian Lama.
Hal ini bukan berarti tidak mengakui adanya perbedaaan di antara keduanya. Maksud-maksud Allah terlihat lebih nyata di dalam Perjanjian Baru. Perjanjian ini telah dimeteraikan sekali untuk selamanya dengan kematian Kristus, dan bukan lagi berkali-kali seperti hanya dalam upacara kurban Perjanjian Lama. Perjanjian Lama lebih berurusan dengan bangsa Israel sedangkan Perjanjian Baru menaruh perhatian yang lebih besar kepada seluruh dunia. Akan Tetapi, kesamaan di antara kedua perjanjian itu lebih penting daripada perbedaannya. Kedua perjanjian secara serempak mencatat sejarah tindakan-tindakan Allah terhadap umat manusia secara tahap demi tahap. Pekerjaan Kristus lebih merupakan puncak daripada sanggahan atas kebenaran Perjanjian Lama. Meskipun Perjanjian Baru menyajikan sesuatu yang baru, sebenarnya itu bukanlah sesuatu yang samasekali baru. Ada kesinambungan penting yang menghubungkan kedua perjanjian tersebut, baik dalam cara maupun hakikat dari ungkapan Allah dan di dalam cara manusia menanggapi ungkapan tsb. Seperti dikatakan Yohanes Calvin, "Saya mengakui adanya perbedaan- perbedaan dalam Alkitab... namun sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi keutuhannya yang telah ditetapkan.... Semua ini berkenaan dengan cara penyalurannya dan bukan isi pokok" (Institusio II, II, I).
Pendekatan pada studi Alkitab yang telah terbukti berhasil dalam menggambarkan kesatuan yang menyeluruh ini ialah tipologi atau ajaran tentang lambang-lambang, suatu studi persesuaian di antara unsur-unsur tertentu dari kedua perjanjian. Meski cara ini sering kali menjadi bahan olok-olok dan mengakibatkan penafsiran yang berlebihan terhadap hal-hal kecil, tetapi kalau dapat dipahami dengan benar maka pendekatan ini akan menolong dalam menggarisbawahi perkembangan dari ungkapan Allah yang konsisten dan historis. Suatu tipe atau lambang ialah "suatu peristiwa, seorang tokoh, atau suatu lembaga dalam Alkitab yang berlaku sebagai contoh atau pola untuk peristiwa- peristiwa, tokoh-tokoh atau lembaga-lembaga lainnya", dan didasarkan pada konsistensi sifat dan aktivitas Allah (Baker 1977, 267). Artinya, peristiwa atau objek dalam Perjanjian Lama meskipun tetap memiliki makna yang utuh dalam keseluruhan konteks Alkitab, namun artinya diperluas melalui tampilnya padanan (dan penggenapan) dalam Perjanjian Baru, yang boleh kita sebut sebagai konteks Perjanjian Baru. Jalan pemikiran ini melatarbelakangi banyak diskusi dalam buku ini, apabila saya mengacu kepada Perjanjian baru.
Salah satu cara menerangkan hubungan di antara kedua perjanjian itu adalah menyamakannya dengan sebuah simfoni. Semua tema dasar simfoni, tersebut telah disajikan dalam Perjanjian Lama dan dapat dilihat serta dinikmati berdasarkan syarat-syaratnya sendiri. Realitas ungkapan diri Allah dalam ciptaan dan penebusan dinyatakan lewat pokok ini. Tampak bagaimana Allah bergerak menuju manusia dan suatu persekutuan nyata ada di antara keduanya - bukan hanya janji belaka. Perjanjian Baru kemudian mengambil pokok ini, mengembangkannya, dan sambil menambahkan baris-baris melodinya sendiri, mengubah nadanya menjadi lebih tinggi, merangkai semuanya dengan aneka cara yang sangat indah dan kaya. Apa yang terlihat sebagai bans lagu yang sederhana dalam Perjanjian Lama - misalnya keputusasaan dan pemeliharaan saat pengembaraan di padang gurun - diambil dan diletakkan dalam latar lain dan dibuat untuk memperindah ungkapan Perjanjian Baru - seperti terdapat dalam peringatan dan nasihat yang membesarkan hati dari Rasul Paulus kepada Gereja di Korintus (1 Korintus 10). Jika kita tidak sungguh-sungguh mendengarkan Perjanjian Lama, kita akan kehilangan lagu-lagu yang paling mengharukan dalam Perjanjian Baru. Jadi, daripada menganggap Perjanjian Lama sebagai sesuatu yang bersifat sementara atau bagian yang tidak penting - sesuatu yang sudah tidak cocok dan harus dibuang - lebih baik kita melihat ketidaksempurnaannya sebagai paduan nada yang memerlukan ketegasan, atau dengan kiasan lainnya, sebagai suatu alur cerita yang memerlukan kesimpulan. Karenanya, apa yang kita peroleh dari Perjanjian Baru, bukanlah menyepelekan Perjanjian Lama, melainkan menampakkan keberadaannya yang terdalam. Orang dapat merasakan bahwa makin dalam ia menyelami keberadaan Perjanjian Lama, makin dekatlah ia kepada kebenaran Perjanjian Baru. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru saling membutuhkan untuk pengungkapan secara penuh. Untuk suatu diskusi yang lebih lengkap mengenai hubungan di antara kedua perjanjian itu lihatlah buku "Two Testaments: One Bible", karangan D.L. Baker yang tercantum dalam daftar pustaka.
Semua ini dapat menolong kita menjawab pertanyaan yang belum terjawab: Apakah unsur sentral Perjanjian Lama? Kita dapat menjawab pertanyaan ini dengan sebuah pertanyaan lain: Di manakah titik sentral sebuah simfoni atau sandiwara? Tentu saja ada pokok-pokok sentral, tetapi tidak ada satu pun titik yang dapat dianggap sebagai pusatnya, kecuali kalau itu adalah kesatuan dari suatu keseluruhan. Jadi, tema-tema atau pokok-pokok yang akan kita bahas semuanya saling melengkapi dan bersangkut-paut. Sifat dasar Allah sendirilah yang membawa-Nya kepada suatu hubungan dengan manusia (laki-laki dan perempuan) dalam ikatan Perjanjian; hukum Taurat mengisi Perjanjian tersebut; ibadah resmi dan kesalehan tumbuh bersama-sama dari hubungan perjanjian yang ditentukan dalam Taurat; semuanya dinyatakan dalam kehidupan moral masyarakat (etika dan hikmat), yang menuju kepada para nabi, kepada suatu visi perjanjian terakhir yang akan dimeteraikan oleh Kristus dengan kematian-Nya. Barangkali kesatuan dari keseluruhan itu paling tepat dinyatakan sebagai penyingkapan-diri Allah yang kreatif-menyelamatkan, atau dengan lebih sederhana, merendahkan diri-Nya sebagai seorang Bapa bagi umat-Nya.
Saya memilih untuk membahas semuanya secara pokok demi pokok. Hal ini menimbulkan risiko salah pengertian. Segala bentuk pengotakan materi memang agak sewenang-wenang dan dapat terlihat sebagai pemisahan sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Jadi, harus diingat bahwa pandangan-pandangan dan lembaga-lembaga yang dibahas dalam pasal-pasal tersendiri sebenarnya saling berhubungan dan mengalami perkembangan historis dalam kehidupan bangsa Israel. Penyingkapan Allah memiliki sifat progresif dan kumulatif. Inilah yang menyebabkan beberapa sarjana (seperti Gerhard von Rad) lebih menyenangi pendekatan historis terhadap Perjanjian Lama. Akan tetapi, jika selalu ingat akan sifat historis dari suatu penyingkapan, maka metode pokok demi pokok ini akan membantu kita dalam memahami kesatuan rencana Allah. Secara insidental, latar belakang sejarah ada baiknya diperhatikan dengan mengacu kepada buku-buku sejarah Perjanjian Lama yang telah baku, seperti misalnya karangan John Bright atau Leon Wood yang tercantum dalam daftar pustaka.
Nama Kursus | : | Sepuluh Hukum Allah Untuk Kehidupan Manusia (SHA) |
Nama Pelajaran | : | Perintah Kedelapan, Kesembilan dan Kesepuluh |
Kode Pelajaran | : | SHA-P05 |
Pelajaran 05 - PERINTAH KEDELAPAN, KESEMBILAN DAN KESEPULUH
Daftar Isi
DOA
Perintah Kedelapan
Perintah kedelapan untuk kehidupan manusia yang diberikan Allah adalah "Jangan mencuri." (Keluaran 20:15). Perintah ini berhubungan dengan penghormatan akan hak milik orang lain dan juga berhubungan dengan kejujuran, kejujuran terhadap diri sendiri dan kepada sesama.
Siapakah Pengambil Milik Orang Lain?
Seorang pengambil barang milik orang lain mungkin seorang pencuri, pencopet, penjambret atau seorang pencuri mobil. Dia selalu berpikir bahwa dia pandai karena uang bisa didapatkan tanpa bekerja. Seorang pencuri adalah seseorang yang membuat orang lain miskin untuk memperkaya dirinya sendiri. Para pencuri selalu mementingkan diri sendiri, tamak dan boros, dan mencuri selalu membawa kepada kebohongan, penipuan dan kekerasan.
Mengapa Manusia Mencuri?
Manusia mencuri karena banyak alasan. Kadang-kadang manusia belajar mencuri karena dia lapar dan tidak ada seorang pun yang dia tahu dapat menolongnya. Kadang-kadang seseorang belajar mencuri karena dipengaruhi orang lain. Beberapa orang mencuri karena iri hati. Mereka tidak rela melihat orang lain berhasil atau lebih kaya dari mereka. Namun, alasan yang paling umum untuk mencuri adalah hanya karena kemalasan saja. Mencuri kelihatannya sangat mudah karena mereka mendapatkan kesenangan tanpa sedikitpun kerja keras. Namun, tetap ada resiko yang akan ditanggung.
Apa Lagi Yang Termasuk dalam Perintah Ini?
Ada banyak cara untuk melanggar perintah ke delapan: upah yang tidak sesuai, pelayanan yang tidak memuaskan, pendapatan yang tidak jujur, kekejaman, pemerasan, dan masih banyak lagi. Hal-hal tersebut merupakan bentuk-bentuk pencurian yang sangat membahayakan masyarakat. Pada zaman dahulu, hukuman untuk mencuri adalah mati, karena semua hak milik adalah merupakan karunia Tuhan sehingga dikuduskan.
Mencuri berarti mengambil milik orang lain dan memberikannya kepada orang lain atau kepada diri sendiri. Mencuri adalah perbuatan dosa, dan menuju ketamakan atau keserakahan, penghinaan dan ketidakhormatan kita kepada orang lain. Mencuri adalah suatu keegoisan kita, kurangnya cinta kasih dan perhatian kita pada sesama. Bahkan menyontek di kelas adalah suatu bentuk pencurian. Beberapa orang mencuri dalam berbagai permainan atau pertandingan. Kita melukai seseorang jika kita mencuri atau merusak nama baiknya. Jika kita berkata yang tidak benar tentang nama baik dan sifatnya, berarti kita melakukan sesuatu yang salah terhadapnya. Hal ini juga berarti mencuri di pandangan mata Allah. Jika kita tidak berhati-hati, kita bisa merampok semangat orang lain, seperti nama baiknya, yang akhirnya membuat hidupnya hancur.
Yudas Adalah Seorang Pencuri (Yohanes 12:6)
Pencuri yang paling banyak dikenal dalam sejarah Kekristenan adalah Yudas Iskariot. Dia adalah salah seorang dari dua belas murid yang dipercaya Yesus sebagai bendahara. Yudas Iskariot menyimpan uang untuk keperluan pribadinya, yang sebenarnya harus dijaganya untuk Tuhan. Yudas tidak mengerti bahwa ukuran seorang manusia bukanlah dari apa yang dia miliki melainkan dari apa yang dilakukannya.
Tuhan Yesus Mengatakan
Apa yang Anda miliki di kantong mungkin akan habis, tapi apa yang Anda miliki di hati dan pikiranmu akan tetap tinggal di sana. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan bahwa lebih berguna untuk menyimpan harta kita di surga (Matius 6:20). Jika kita adalah seorang Kristen, tak ada seorang pun yang dapat mencuri keselamatan kita, bahkan setan pun tidak bisa melakukannya. Anda harus mempunyai hubungan pribadi dengan Kristus dalam hati Anda untuk bisa menjadi seorang Kristen yang sejati. Rasul Paulus mengatakan, "Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri..." (Efesus 4:28). Jika kita bijaksana, kita akan mentaati perintah Allah ini. Jujur kepada diri sendiri dan kepada orang lain adalah jalan menuju kebahagiaan yang sejati.
Perintah Kesembilan
Ayat Hafalan: "Jangan mengucapkan saksi dusta" (Keluaran 20:16).
Dengan bahasa yang sederhana perintah ini mengatakan, berkatalah jujur kapan pun dan di mana pun Anda berada. Ini adalah perintah yang harus dilakukan dengan mengendalikan lidah kita. Perintah ini melindungi nama baik, sedangkan perintah kedelapan melindungi hak milik pribadi. Kenyataanya kebohongan cenderung melukai seseorang lebih dari perampokan. Memberikan kesaksian palsu adalah kejahatan bila kita berkata bohong di bawah sumpah di pengadilan hukum, termasuk juga berbisik-bisik untuk sesuatu yang jahat, memberikan cerita burung, rayuan gombal, kebenaran yang disembunyikan sebagian, pernyataan yang dilebih-lebihkan dan kepura-puraan, menghakimi atau menuduh orang lain, serta motivasi yang jahat dan kebohongan. Kita juga melanggar hukum ini jika kita menahan kebenaran yang membuat seseorang kehilangan hak milik atau nama baik.
Sumber Dari Segala Dusta
Alkitab menceritakan kepada kita bahwa untuk mengetahui cerita mengenai kebohongan kita harus melihat kembali ke Taman Eden (Kejadian 3). Allah mengatakan supaya jangan makan buah yang dilarang-Nya, sebab pada waktu memakannya, "Pastilah engkau mati" (Kejadian 2:17). Tetapi Setan, dalam bentuk ular, berkata kepada Hawa, "Engkau tidak akan mati" (Kejadian 3:4). Setan telah memutarbalikkan kebenaran firman Allah,dan dia adalah pendusta besar. Ketika Hawa percaya pada kebohongan Setan lebih daripada kebenaran Allah, maka dosa yang pertama telah masuk ke dalam dunia. Sejak saat itu akibat-akibat dusta yang mengerikan ada bersama dengan kita.
Setan adalah sumber dari semua dusta dan karena itulah maka dia disebut "Bapa segala pendusta" (Yohanes 8:44). Nama-nama yang diberikan dalam Alkitab untuk setan menggambarkan sifatnya sebagai seorang pembohong. Dia adalah pemimpin dari semua pembohong. Memercayai kebohongan Setan dari pada kebenaran Allah adalah hal utama yang membawa seseorang menuju penghancuran dan hukuman yang kekal di neraka. Manusia mati dan menghadapi hukuman yang kekal di neraka karena mereka telah percaya kepada orang yang salah, yaitu Setan. Allah mengatakan "Sebab upah dosa adalah maut ...." (Roma 6:23). Manusia telah memilih untuk percaya Setan daripada percaya kepada Allah. Bagi manusia tidak ada harapan kecuali mengakui bahwa hal itu adalah dusta dan berbalik kepada Kristus yang dapat mengubah hatinya yang dusta.
Mengapa Orang Berkata Dusta?
Ada banyak alasan mengapa orang berkata dusta. Beberapa orang berkata dusta untuk melarikan diri dari kebenaran, karena bentuk yang salah dari mengasihi diri sendiri. Mereka berusaha untuk menempatkan diri mereka dalam posisi sebaik mungkin sementara meletakkan orang lain dalam posisi seburuk mungkin. Beberapa orang berbohong karena sombong, supaya kelihatan berbeda, mendapat perhatian, mendapat simpati atau bergurau, karena tidak tahu bagaimana mengatakan kebenaran. Jika seandainya mereka pernah tahu bagaimana mengatakan kebenaran, mereka telah lupa hal itu. Dan seseorang berdusta hanya untuk melarikan diri dari hukuman manusia.
Ada Banyak Cara Untuk Berkata Dusta
Banyak orang berbohong dengan hanya mengatakan sebagian kebenaran. Beberapa orang berdusta dengan pernyataan yang berlebihan, dengan mengatakan kebenaran lebih dari yang sebenarnya. Kebenaran yang setengah-setengah adalah kebenaran yang disembunyikan, sementara pernyataan yang berlebihan adalah kebenaran yang dilebih-lebihkan. Cara lain untuk berdusta adalah memberikan kesaksian palsu di pengadilan, gosip yang merugikan, memberikan cerita burung dan berbisik-bisik untuk niat yang tidak baik, mengatakan satu hal tetapi melakukan yang lain. Dan yang paling berbahaya adalah menunjuk pada sesuatu yang tidak benar, meskipun orang itu tidak secara langsung menyatakannya. Kita bisa berbohong dengan tidak mengatakan apa pun juga sementara kita sebenarnya dapat mengatakannya.
Berdusta Adalah Merupakan Hal yang Serius
Berdusta adalah merupakan hal yang serius karena hal ini memengaruhi hubungan kita dengan sesama. Berbohong itu seperti memukul seseorang dari belakang (mengatakan sesuatu tentang seseorang tanpa diketahui oleh orang tersebut karena tidak berani berhadapan muka) dan juga seperti memfitnah. Berdusta menuju pada ketamakan atau keserakahan roh yang tidak memiliki kasih sama sekali. Kasih tidak memberikan tempat untuk kejahatan. Seseorang pernah berkata, "Satu-satunya pengobatan untuk roh yang sudah kritis adalah kasih dalam dosis yang besar." Dusta juga menimbulkan masalah, kepahitan, dan sakit hati. Kita kehilangan hormat terhadap orang yang melakukan dusta. Dusta adalah suatu hal yang serius karena menghancurkan dasar dari kehidupan yang sehat dan bahagia. Dusta juga menghancurkan rumah tangga dan nilai-nilai kerohanian. Dan yang paling penting, dusta ialah suatu hal yang serius karena memengaruhi hubungan kita, tidak hanya dengan manusia, tetapi juga dengan Tuhan. Allah mengecam dusta. Dia menggolongkan para pendusta dengan para pembunuh, pezinah, tukang sihir dan bahkan penyembah berhala (Wahyu 21:8).
Dusta membawa manusia jauh dari Allah dan menuju neraka dan penghukuman yang kekal. Hal utama yang dihasilkan oleh dusta adalah memisahkan kita dari Allah.
Jadi perintah ini secara positif mengatakan, "Katakanlah kebenaran setiap waktu jika kamu ingin bahagia dan menolong sesama." Kita akan mengatakan kebenaran dengan roh yang mengasihi. Orang-orang Kristen harus mengatakan kebenaran karena Yesus mengatakan "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup...." (Yohanes 14:6). Seorang Kristen seharusnya menjadi seperti Kristus. Allah tertarik pada sifat dan dasar yang paling utama yaitu kebenaran.
Perintah Kesepuluh
Perintah yang kesepuluh ini merupakan kesimpulan dari kesembilan perintah sebelumnya. Walaupun demikian, perintah terakhir ini berbeda dengan perintah-perintah yang lain. Perintah-perintah yang lain dihubungkan dengan tindakan-tindakan yang nampak. Perintah yang kesepuluh berhubungan dengan keinginan. Perintah yang lain melarang tindakan dosa. Perintah ini melarang keinginan dosa. Jika kita bisa memegang perintah ini dengan sempurna, dan jika kita bisa menjaga keinginan kita supaya murni dan baik, maka tidak akan terlalu sulit untuk memegang perintah-perintah yang lainnya. Mementingkan diri sendiri adalah akar dari segala dosa. Ketamakan adalah keengganan untuk percaya kepada Tuhan. Ketamakan adalah juga tindakan tanpa iman. Kesombongan diungkapkan melalui ketamakan dan kedengkian, yang ada dalam sikap hati manusia. Perintah ini menunjuk pada sifat dan kedengkian manusia. Di samping perintah yang pertama, perintah yang kesepuluh adalah perintah yang paling penting dari semuanya. Perintah yang pertama berhubungan dengan ilah-ilah yang lain. Perintah Kesepuluh berhubungan dengan keinginan akan hal-hal yang bertentangan dengan hukum yang dapat menghilangkan posisi Allah dalam kehidupan seseorang. Paulus mengatakan bahwa keserakahan adalah sama dengan penyembahan berhala.
Kata "Tamak Atau Serakah"
Kata "Tamak atau Serakah" berarti menghendaki atau menginginkan sesuatu. Tamak atau serakah juga berarti memiliki keinginan yang bertentangan dengan hukum untuk memiliki sesuatu.
Keinginan berarti menginginkan sesuatu yang kita tidak berhak memilikinya saat itu. Hukum ini meliputi segala macam keinginan untuk memiliki hal-hal yang menjadi milik orang lain. Alkitab mengatakan, "Janganlah kamu mengingini milik tetanggamu."
Lebih pada itu, ketamakan atau keserakahan lebih dalam dari hanya sekadar mengingini. Seseorang yang menginginkan lebih dari apa yang dia perlukan atau yang mungkin bisa dipakainya adalah serakah.
Tamak atau serakah berarti menempatkan hal-hal duniawi di atas hal-hal yang bernilai rohani. Hal ini berarti menempatkan keuntungan di atas Allah.
Apa Yang Salah Dengan Ketamakan?
Pelajarilah contoh-contoh berikut mengapa Allah berfirman kepada kita supaya tidak tamak atau serakah.
Keserakahan atau ketamakan menghancurkan kepuasan karena membawa mata kita kepada apa yang tidak kita punyai daripada apa yang kita punyai. Ketamakan menyebabkan tidak bahagia.
Ketamakan atau keserakahan menyebabkan perbuatan-perbuatan yang tidak benar. Seseorang yang melanggar perintah ini akan sangat mungkin melanggar perintah yang lain.
Ketamakan atau keserakahan sering membawa pada dusta dan memberikan kesaksian palsu. Menginginkan istri orang lain membawa pada perzinaan. Tamak akan barang-barang yang menjadi milik orang lain, sering kali, akan mengubah seseorang menjadi pencuri. Tamak atau serakah yang begitu dalam sama dengan mencuri secara terang-terangan. Seringkali seseorang yang serakah juga menjadi pembunuh.
Bagaimana Kita Bisa Mengalahkan Ketamakan Atau Keserakahan?
Kita dapat menolong diri kita sendiri untuk mengalahkan ketamakan atau keserakahan dengan menolak untuk memerhatikan hal-hal yang dilarang Allah. Dengan pertolongan Tuhan, hal ini sangatlah mungkin. Alihkan perhatian Anda dari apa yang sudah dilarang Allah, dan perhatikanlah apa yang Dia izinkan.
Ingatlah bahwa ketamakan atau keserakahan adalah suatu hal yang berasal dari dalam hati. Kita perlu untuk benar dihadapan Allah mulai dari dalam hati. Kita harus menyerahkan diri kita kepada Yesus Kristus. Kita harus tiba di tempat dalam hati kita yang mengatakan, "Bukan kehendak ketamakan atau keserakahan melainkan kehendak-Mu (Tuhan) yang terjadi." Puas dengan apa yang kita miliki adalah kebalikan dari ketamakan atau keserakahan.
Apa Yang Dikatakan Tuhan Yesus Tentang Ketamakan Atau Keserakahan
Mengenai ketamakan atau keserakahan, Tuhan Yesus mengatakan, "Berjaga-jagalah dan waspadalah ..." (Lukas 12:15). Dua kali Rasul Paulus mengatakan pada kita bahwa ketamakan atau keserakahan adalah suatu bentuk dari penyembahan berhala. Yakobus menyatakan bahwa orang yang tamak, yang menempatkan dunia menjadi nomor satu adalah merupakan kebencian bagi Tuhan (Yakobus 4:4). Paulus mengatakan, "tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah" (Efesus 5:5).
Pendapat Terakhir Mengenai Perintah Ini
Rahasia hidup adalah bukan mendapatkan melainkan memberi. Bukan apa yang kita dapatkan melainkan apa yang kita berikan itulah yang akan diperhitungkan. Seseorang dengan roh yang puas atau dengan apa yang ada padanya adalah seorang yang sungguh beruntung. Inilah jawaban dari masalah ketamakan atau keserakahan. Jika seseorang memiliki roh yang puas, ada suatu kekuatan dari dalam yang lebih besar daripada segala materi yang ada di luar tubuh.
DOA
"Bapa berikan aku kemampuan untuk dapat selalu mengatakan yang benar kepada siapa pun, kapan pun, dan di mana pun aku berada. Serta ajarku untuk memiliki sikap hidup yang selalu merasa cukup dengan apa yang ada padaku, sehingga aku tidak mengingini atau bahkan mengambil milik orang lain. Amin."
[Catatan: Tugas pertanyaan ada di lembar terpisah.]
Penjelasan Lengkap
Modul Pembimbing Perjanjian Lama (PPL) mempelajari tentang pentingnya mempelajari Perjanjian Lama, kanon Alkitab Perjanjian Lama, belakang sejarah, budaya, dan geografis Perjanjian Lama.
Tujuan Pelajaran
Sesudah membaca modul, mengerjakan seluruh tugas tertulis, dan menyelesaikan kelas diskusi PPL, diharapkan peserta dapat:
Materi Pelajaran (5 Pelajaran)
PELAJARAN 01: PENTINGNYA PERJANJIAN LAMA
Tujuan: peserta dapat memahami tentang pentingnya mempelajari Perjanjian Lama.
Baca online: Pelajaran 01 | Pertanyaan 01 | Referensi 01
PELAJARAN 02: KANON ALKITAB PERJANJIAN LAMA
Tujuan: peserta dapat memahami tentang proses kanonisasi kitab Perjanjian Lama.
Baca online: Pelajaran 02 | Pertanyaan 02 | Referensi 02
PELAJARAN 03: LATAR BELAKANG SEJARAH PERJANJIAN LAMA
Tujuan: peserta dapat memahami tentang latar belakang sejarah Perjanjian lama.
Baca online: Pelajaran 03 | Pertanyaan 03 | Referensi 03
PELAJARAN 04: LATAR BELAKANG BUDAYA PERJANJIAN LAMA
Tujuan: peserta dapat memahami tentang latar belakang kebudayaan masyarakat di Perjanjian Lama.
Baca online: Pelajaran 04 | Pertanyaan 04 | Referensi 04
PELAJARAN 05: LATAR BELAKANG GEOGRAFIS PERJANJIAN LAMA
Tujuan: peserta dapat memahami tentang latar belakang geografis Perjanjian Lama.
Baca online: Pelajaran 05 | Pertanyaan 05 | Referensi 05