Nama Kursus | : | Dasar-Dasar Iman Kristen |
Nama Pelajaran | : | Penciptaan Alam Semesta |
Kode Pelajaran | : | DIK-R01a |
Referensi DIK-R01a diambil dari:
Judul Buku | : | Menaklukkan Segala Pikiran kepada KRISTUS |
Judul artikel | : | Permulaan Dari Segalanya |
Penulis | : | Richard L. Pratt Jr. |
Penerbit | : | SAAT: Malang, 1995 |
Halaman | : | 14 - 25 |
REFERENSI PELAJARAN 01a - PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
PERMULAAN DARI SEGALANYA
"Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." (Kej. 1:1).
Alkitab sebagai buku rohani yang disusun untuk memperlihatkan jalan dari agama yang benar, menempatkan kebenaran Allah adalah Pencipta segala sesuatu sebagai kalimat pembukaan. Penempatan kebenaran ini (yang tidak dapat dikompromikan dengan apapun juga) sebagai kalimat pembukaan dari Alkitab menyatakan betapa pentingnya untuk menyadari bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seluruh Alkitab berisi penjelasan mengenai kebenaran yang satu ini, yaitu Allah sebagai Pencipta dan Tuhan.
Seandainya, manusia tidak pernah tinggal di taman Eden sebelum kejatuhan maka kejatuhan manusia ke dalam dosa tidak akan pernah terjadi. Selanjutnya, rencana keselamatan yang digenapi oleh kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus menjadi tidak berarti jika tidak ada penciptaan yang dilakukan oleh Allah.
Taman Eden merupakan penyataan dari keharmonisan Allah dengan ciptaan- Nya. Dosa merupakan pemberontakan dari ciptaan melawan penciptanya. Keselamatan merupakan pembebasan dari dosa dan hak ciptaan untuk dapat berdiri di hadapan Allah. Rasul Yohanes berbicara mengenai sifat yang hakiki dari aktivitas penciptaan Allah sebagai berikut: "Segala sesuatu yang dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada sesuatupun yang telah jadi dari yang telah dijadikan." (Yoh. 1:3).
Apabila kita coba mengamati Kejadian 1:1, maka kita dapat melihat bahwa aktivitas penciptaan terdiri dari dua pembagian. Di satu pihak kita melihat seseorang yang menciptakan, dan dipihak lain kita melihat ciptaan yang Dia ciptakan. Akibatnya kita dapat melihat garis pemisah atau perbedaan yang tercipta antara Allah sebagai pencipta dengan ciptaan Allah. Kita akan sebut ini sebagai "perbedaan antara Pencipta dengan ciptaan ." Ini merupakan konsep yang akan diselidiki lebih jauh dan merupakan referensi yang akan selalu dilihat kembali.
Perbedaan antara Pencipta dan ciptaan ini tidak pernah boleh kita lupakan atau dikesampingkan seditik pun dalam usaha mengembangkan apologetika alkitabiah.
Allah adalah Allah yang Berdiri Sendiri
Orang-orang Kristen zaman ini berpikir bahwa Allah tidak hanya sekadar seorang kakek tua yang duduk di atas awan sambil memperhatikan segala peristiwa-peristiwa yang menyedihkan di dunia tanpa mampu berbuat apa-apa. Oleh karena itu Allah sering kali dilihat hanya sebagai Allah yang tidak ada gunanya dan tidak penting bagi dunia ini, kecuali apabila ada manusia yang memiliki kerinduan dan kebutuhan pribadi yang ingin dipenuhi oleh Allah.
Dalam pikiran kebanyakan orang, Allah tidak ada hubungannya dengan proses yang terjadi di dunia. Mereka mengatakan bahwa: "Allah dibutuhkan hanya pada saat malapetaka dan masalah pribadi yang berat." Lebih daripada ini Allah sendiri sering dimengerti sebagai Allah yang tergantung kepada ciptaan-Nya. Dia merindukan sesuatu kiranya dapat terjadi di tengah dunia ini, namun hal sebaliknya yang tidak Ia duga dapat terjadi oleh karena tingkah manusia yang pandai. Pikiran-pikiran yang demikian telah tumbuh di gereja. Pikiran semacam ini sangat jauh dari gambaran Firman Tuhan mengenai Allah.
Allah bukan Allah yang tidak dapat berdiri sendiri atau seperti "ayah yang manis": Dia adalah Pencipta yang Mahakuasa dan yang terus-menerus berkecimpung dan bertanggungjawab atas ciptaanNya. Roma 11:36 berbicra mengenai hal ini:
Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!
Pengamatan yang lebih teliti pada bagian Firman Tuhan ini akan menyatakan kedalaman dari pengetahuan tentang Allah yang disajikan dalam ayat ini. Pertama, Paulus berkata bahwa semua ciptaan adalah "dari DIA." Ayat ini berarti Allah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada dan semua ciptaan tidak terjadi dengan sendirinya.
Terakhir Paulus menyatakan ciptaan diciptakan "bagi DIA" ini berarti ciptaan diciptakan untuk kemuliaan Allah dan untuk menyenangkan Allah, bukan untuk manusia atau untuk ciptaan yang lain. Lebih daripada itu penjelasan yang kedua ini mengandung suatu perintah.
Penciptaan adalah "melalui DIA." Di sini Paulus tidak berbicara mengenai awal atau akhir dari hubungan Allah dengan ciptaan. Dia berbicara mengenai Allah sebagai Pencipta yang memelihara dan menunjang keberadaan ciptaan-Nya setiap saat. Ciptaan dapat terus berlangsung keberadaannya oleh karena Allah.
Inti dari kebenaran ini adalah sebagai berikut: Sebagaimana Allah adalah kuasa yang menciptakan dari permulaan. Dia juga adalah kuasa yang memungkinkan atau mendukung ciptaan ini terus berada sampai sekarang. Demikian juga halnya dengan sebagaimana Allah tidak diciptakan oleh ciptaan-Nya, maka Dia sekarang tidak didukung oleh ciptaan dalam hal apapun juga. Dalam Kisah Para Rasul 17:25 kita dapat baca sebagai berikut:
"dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang."
Sangat jelas dikatakan bahwa Allah tidak membutuhkan sesuatu apapun yang harus atau dapat dipenuhi oleh ciptaan, oleh karena secara kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh ciptaan dipenuhi oleh Allah. Allah adalah Allah yang berdiri sendiri.
Ciptaan Bergantung kepada Allah
Apabila kita mengatakan bahwa Allah adalah Allah yang berdiri sendiri, maka di lain pihak kita harus menegaskan kebergantungan secara total dari ciptaan terhadap Allah sebagai Pencipta. Kita ketahui bahwa kebergantungan anak-anak kepada orang tua mereka semakin berkurang saat mereka tumbuh menjadi dewasa. Bahkan bayi yang baru lahir pun pada waktu yang singkat dapat tetap hidup tanpa orang tuanya. Tetapi tidak demikian halnya dengan kebergantungan ciptaan kepada Allah. Ciptaan tidak dapat terpisah keberadaanya dari Allah atau tidak dapat berdiri sendiri barang sedetik pun tanpa kebergantungan kepada kuasa pemeliharaan Allah. Sehubungan dengan ini Firman Tuhan menyatakan sebagai berikut:
"Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang." (Kis. 17:25)
"Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia." (Kol. 1:17)
Allah mengatur, memenuhi kebutuhan dan memelihara segala sesuatu tanpa terkecuali. Dari yang terbesar sampai yang terkecil. Setiap aspek dari ciptaan secara keseluruhan bergantung kepada Allah untuk keberlangsungan keberadaannya.
Kita harus setuju dengan John Calvin yang percaya bahwa Allah sebagai Pencipta harus disertai kepercayaan kepada Allah sebagai Tuhan yang mengontrol sejarah. Dunia tidak dapat berlangsung dengan kekuatannya sendiri. Segala keberadaan adalah dari Allah dan melalui Allah. Oleh karena itu kita harus berpikir bahwa ciptaan secara keseluruhan bergantung kepada Allah.
Kita dapat melihat dalam pelajaran yang berikutnya bahwa kesadaran akan perbedaan antara Allah yang berdiri sendiri dengan ciptaan yang bergantung kepada Penciptanya merupakan hal yang membedakan antara orang-orang percaya dengan orang-orang yang tidak percaya. Orang-orang Kristen berusaha untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang ciptaan yang bergantung kepada sang Pencipta, sedangkan orang-orang yang tidak percaya mencoba untuk menyangkal kebergantungan ciptaan kepada sang Pencipta.
Penyangkalan yang sangat keras atas perbedaan Pencipta dan ciptaan dari orang-orang tidak percaya akan dapat dilihat dari ketidakpercayaan mereka kepada keselamatan dalam Kristus dan menempatkan Allah dan ciptaan-Nya dalam saling bergantung satu sama lain dan menyatakan bahwa ciptaan hanya bergantung kepada Allah dalam taraf tertentu saja. Orang-orang tidak percaya mengemukakan dengan berbagai cara tetapi intinya adalah sama, yaitu penyangkalan akan perbedaan antara ciptaan dengan ciptaan-Nya.
Allah Menyatakan Diri kepada Manusia
Sebagai orang Kristen kita harus menekankan perbedaan antara Allah dengan ciptaan-Nya. Dan kita juga tidak boleh melupakan bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya kepada manusia. Walaupun Allah telah mengadopsi berbagai macam cara untuk menyatakan diri-Nya dalam waktu yang berbeda, kita akan memperhatikan dua cara yang Allah telah pilih untuk menyatakan diri-Nya dalam segala waktu.
Allah secara luar biasa telah membangunkan seluruh jagad raya ini sehingga setiap bagiannya menyatakan diri-Nya kepada manusia. Setiap elemen dari dunia tanpa pengecualian menyatakan Allah dan kehendak-Nya kepada manusia.
"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya: hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam." (Mzm. 19:1-2)
Ciptaan dengan segala keindahan dan kemegahan menyatakan kepada kita kemegahan dari kualitas Allah dan tuntutan kebenaran yang Dia pinta dari manusia. Sebagaimana Paulus katakan dalam Roma 1:20,32:
"Sebab apa yang tidak nampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan Keilahian-Nya dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih ... Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya".
Meskipun manusia yang telah jatuh ke dalam dosa menyangkalinya dan orang-orang Kristen sering kali menemukan kesulitan untuk melihatnya. Alkitab mengajarkan secara jelas bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya dalam setiap aspek ciptaan kepada semua manusia bahkan rupa manusia sendiri menyatakan semua itu.
Penyataan Allah ini tidak dapat dihindari atau disangkali. Kita tidak dapat mengetahui satu aspek dari ciptaan tanpa difokuskan untuk memikirkan Penciptanya. "Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya." (Mzm. 97:6)
Manusia dapat mengerti akan dirinya sendiri dan semua ciptaan dan sekelilingnya hanya dengan kesadaran akan perbedaan antara Pencipta dan ciptaan yang dinyatakan melalui semua itu. Dan manusia dapat mengerti kehendak Allah secara lebih jelas melalui pengamatan mereka akan ciptaan. Contohnya, tidaklah cukup untuk mengetahui bahwa sapi memakan rumput. Pengertian yang benar akan sapi-sapi dan rumput akan menyatakan kuasa pemeliharaan dan pemenuhan Allah serta tanggung jawab manusia untuk menaklukkan ciptaan yang lain bagi kemuliaan (lihat Kej. 1:28). Jarak terdekat antara bumi dan salah satu bintang akan dapat dimengerti dengan sesungguhnya hanya dengan kesadaran terhadap pernyataan akan Allah. Begitu besarnya jarak tahun cahaya semata-mata merupakan pekerjaan tangan Allah dan memperlihatkan kepada manusia akan kebutuhan mereka untuk merendahkan diri di hadapan Allah dan berterimakasih atas anugerah- Nya (lihat Mzm. 8:1-5).
Sebagaimana ciptaan tidak dapat terpisah dari Allah, maka ciptaan tidak dapat berdiam diri mengenai keberadaan Allah. Semakin seseorang mengerti tentang fakta-fakta dari jagad raya ini, semakin semua itu menyatakan akan Allah dan kehendak-Nya kepada Dia.
Allah dalam banyak hal terlihat selalu membarengi penyataan-Nya dalam ciptaan, yaitu dengan penyataan-Nya secara khusus mengenai diri-Nya. Dalam taman Eden Dia berbicara dengan suara-Nya kepada Adam mengenai pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Kepada para patriakh (Abraham, Musa dan lain-lain) Allah menyatakan diri-Nya melalui mimpi-mimpi, penampilan-penampilan, dan penglihatan- penglihatan. Kepada Musa Allah berbicara di semak yang menyala dan di atas kitab batu. Kepada para rasul Dia berbicara melalui kehidupan dan perkataan Tuhan Yesus, Putra-Nya. Pada masa di mana kita hidup Allah telah berbicara melalui Alkitab sebagai Firman Tuhan yang telah diinspirasikan oleh Roh Kudus.
Penggunaan beberapa aspek tertentu dari ciptaan untuk wahyu dimaksudkan untuk menambahkan kualitas pewahyuan dari ciptaan yang lain. Sebelum dosa masuk ke dalam dunia ketaatan manusia diuji dengan wahyu khusus. Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, penyataan manusia secara khusus mempunyai dua maksud yaitu untuk memperlihatkan jalan keselamatan melalui Kristus; dan untuk menolong manusia mengerti dengan lebih baik penyataan akan Allah dan kehendak-Nya dalam aspek-aspek ciptaan yang lain.
Dosa telah menempatkan manusia di bawah penghakiman dan membutakan manusia pada kesadaran akan penyataan Allah melalui semua ciptaan. Sebagai akibatnya, Firman Allah berfungsi sebagai alat di mana melaluinya manusia mengerti akan dirinya sendiri, dunia, dan Allah.
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah, memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap- tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" (2 Tim. 3:16, 17).
Wahyu Allah melalui Firman Tuhan diberikan kepada kita untuk memimpin kita kepada pengetahuan yang benar.
Wahyu Allah melalui semua ciptaan dan Firman Tuhan tidak menghapuskan kepastian perbedaan Penciptaan dengan ciptaan.
Sebagaimana yang kita ketahui semua bentuk penyataan Allah kepada manusia justru menunjukkan perbedaan atau pemisahan yang harus diakui oleh manusia.
Pemazmur menunjukkan kepada kita untuk mengingatkan kedudukan kita sebagai manusia dengan perkataan ini:
"Ketahuilah bahwa Tuhanlah Allah: Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya." (Mzm. 100:3)
Manusia tidak lebih kurang dalam kebergantungan kepada Allah dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Oleh karena keduanya adalah ciptaan Allah yang perlu didukung oleh Allah. Manusia merupakan mahkota dari aktivitas penciptaan Allah, tetapi ia tetap merupakan makhluk ciptaan dan akan kembali kepada debu pada suatu waktu (Kej. 2:7)
"Di dalam Dia kita hidup dan bergerak." (Kis. 17:28). Oleh karena itu apabila terpisah dari Allah kita bukanlah apa-apa. Segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia merupakan pemberian dari Allah. Sebagaimana halnya dengan ciptaan yang lain, apabila Allah lepas tangan dari kita maka kita akan berhenti dari keberadaan kita. Kita berada semata- mata hanya oleh karena kehendak Allah.
Kebergantungan secara mutlak dari manusia kepada Allah mempunyai banyak implikasi, tetapi ada dua aspek kebutuhan kita akan Allah yang khususnya penting untuk pekerjaan apologetika selanjutnya.
Perbedaan antara Pencipta dan ciptaan mempengaruhi pandangan kristiani akan kemampuan manusia untuk mengetahui dirinya sendiri, dunia di sekelilingnya, dan Allah. Dalam pelajaran berikut ini kita akan memperhatikan diri kita sendiri dalam hal pengetahuan secara terinci, khususnya setelah dicemari oleh dosa. Tetapi sangat penting untuk terlebih dahulu membicarakan pengetahuan manusia dalam hal yang lebih khusus.
Seperti yang telah kita mengerti manusia secara mutlak bergantung kepada Allah. Ini termasuk pengetahuannya. Pengertian Allah akan diri- Nya dan ciptaan adalah berdiri sendiri tetapi pengetahuan manusia tidak berdiri sendiri. Pemazmur menyatakannya sbb:
"Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang." (Mzm. 36:10)
Terlepas dari terang Allah melalui penyataan-Nya dalam ciptaan dan Firman Tuhan, kita tidak akan pernah mengerti tentang terang. Allah mengetahui segala sesuatu. Setiap pengertian yang benar yang telah manusia dapatkan baik secara sadar atau tidak sadar, semua itu didapatkan dari Allah. Hal ini berlaku bagi manusia pertama dan semua orang sampai sekarang. Tuhan Yesus sendiri mengakui sbb.:
"Kata Yesus kepadanya: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup." (Yoh. 14:6)
Rasul Paulus menegaskan hal ini dengan mengatakan:
"sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan." (Kol. 2:3)
Segala sesuatu yang dapat dinyatakan sebagai kebenaran, termasuk kebenaran yang tidak secara langsung berkenaan dengan agama atau kerohanian bersumber daripada Allah. Dan manusia hanya mengetahuinya apabila manusia datang kepada penyataan Allah akan diri-Nya sebagai sumber dari kebenaran. Oleh karena Allahlah yang mengajarkan kepada manusia akan segala pengetahuan (Mzm. 94:10).
Kita akan melihat kemudian bahwa kebergantungan manusia kepada Allah dalam ruang lingkup pengetahuan tidaklah berarti bahwa manusia tidak memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengasah pemikirannya. Dan juga tidak berarti bahwa manusia diprogram oleh Allah seperti halnya dengan sebuah komputer dalam proses pengumpulan data sehingga komputer mengetahui sesuatu. Manusia memang mempunyai kemampuan untuk dapat berpikir namun pengetahuan yang benar bergantung kepada pengetahuan Allah, dan berasal dari pengetahuan Allah yang telah dinyatakan kepada manusia.
Sebagaimana halnya manusia harus bergantung kepada Allah untuk pengetahuan secara umum, demikian juga halnya dengan petunjuk dalam bidang moralitas. Pada saat di mana nilai-nilai dan tujuan-tujuan tradisi dipertanyakan, maka kita dipaksa untuk memikirkan bagaimana manusia dapat membedakan antara benar dan salah, atau baik dan jahat.
Salah satu cara untuk dapat berhasil menemukan jawaban untuk pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan semacamnya sekali lagi kita harus berdasar pada pengakuan perbedaan Pencipta dengan ciptaan. Sebagai Pencipta, Allah sejak semula adalah pemberi hukum yang berdiri di atas hukum-Nya, dan yang mengharapkan ketaatan dari makhluk ciptaan-Nya.
Pada saat Allah berkata, "Ini adalah baik." Dia menyatakan diri-Nya sebagai satu-satunya Hakim yang benar yang dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat dan Dia tetap mengaplikasikan hak itu bagi diri-Nya sendiri sampai sekarang. Kepada Adam dan Hawa Dia berkata, "dari buah pohon tentang pengetahuan yang baik dan yang jahat jangan engkau memakan buahnya" (Kej. 2:17). Kepada Musa Ia menyatakan , "Aku adalah Tuhan Allahmu ... dan jangan ada allah lain di hadapan-Ku." (Kel. 20:2,3). Mengenai Yesus, Allah mengatakan, "Ini adalah Anak yang Kukasihi dan kepada-Nyalah Aku berkenan; dengarkanlah Dia." (Mat. 17:5).
Tidak akan pernah ada sidang pengadilan untuk menghakimi Allah: karena Dia adalah Hakim yang tertinggi. Oleh karena itu penyataan-Nya mengenai moralitas berlaku bagi semua orang dan apabila kita ingin mengetahui mengenai hal yang baik dan yang jahat, kita harus mengingat akan kebergantungan kita sebagai makhluk ciptaan kepada Allah.
Menerapkan cara alkitabiah dalam berapologetika merupakan tugas yang sulit. Allah adalah Pencipta dan apabila kita sebagai makhluk ciptaan-Nya ingin mengetahui yang benar dan dapat memilih yang benar kita harus secara mutlak bergantung kepada penyataan-Nya.