Nama Kelas | : | Pembimbing Perjanjian Lama |
Nama Pelajaran | : | Kanon Alkitab Perjanjian Lama |
Kode Pelajaran | : | PPL-P02 |
Sebelum kita mempelajari lebih lanjut tentang latar belakang PL, mari terlebih dahulu mempelajari tentang Kanon PL. Apa yang dimaksud dengan Kanon Alkitab? Kenapa harus ada Kanon Alkitab, khususnya Kanon kitab-kitab PL?
Marilah kita pelajari lebih dahulu pengertian kata "Kanon".
"Kanon" berasal dari kata Yunani kanon, artinya 'buluh'. Dalam bahasa Ibrani, juga terdapat kata qaneh yang artinya 'gelagah' atau 'batang' papirus, sejenis tanaman tegak lurus seperti serai atau tebu manis. Pemakaian buluh dalam kehidupan sehari-hari zaman itu adalah untuk mengukur. Jadi, secara harfiah "kanon" diartikan sebagai batang tongkat pengukur atau penggaris (Yeh. 40:3; 42:16 = tongkat pengukur).
Arti kata "kanon" secara figuratif adalah peraturan atau standar norma (kaidah) dalam hal etika/moral, sastra, dan sebagainya.
Dalam sejarah gereja abad pertama, kata "kanon" dipakai untuk menunjuk pada peraturan atau pengakuan iman (kredo). Namun, pada pertengahan abad keempat (dimulai oleh Athanasius), kata ini lebih sering dipakai untuk menunjuk pada Alkitab, yaitu kumpulan kitab-kitab (66 kitab) yang diterima oleh gereja sebagai kitab kanonik yang diakui diinspirasikan oleh Allah, diterima sebagai firman Tuhan yang tertulis, dan berotoritas penuh (Gal. 6:16) atas iman dan kehidupan orang percaya.
Kitab-kitab PL semuanya ditulis dalam bahasa Ibrani, kecuali kitab Daniel 2:4-7:28 dan sebagian kitab Ezra yang ditulis dengan menggunakan bahasa Aram. Sekitar tahun 1200 - 1000 sM, kisah-kisah tersebut dituliskan. Sekitar tahun 600 sM, kitab Ulangan dijadikan norma pelaksanaan keagamaan, sejak pembaruan yang dilakukan oleh Raja Yosia (2 Raj. 22-23). Sekitar tahun 400 sM, Taurat diterima sebagai tulisan suci. Kitab Nabi-nabi diterima sebagai tulisan suci antara tahun 400 sampai 200 sM, sedangkan kitab-kitab lainnya seperti puisi, pengajaran, nubuat, dan sejarah diterima sebagai tulisan suci menjelang zaman PB.
Kitab-kitab (yang saat itu masih berupa gulungan-gulungan) disimpan bersama-sama dengan Tabut Perjanjian dalam Kemah Tabernakel Musa dan kemudian dibawa ke Bait Allah. Para imam memelihara kitab-kitab itu dan mereka juga yang membuat salinan-salinannya saat dibutuhkan. Para imam mengkhususkan diri saat menyalin kitab satu per satu dengan tulisan tangan. Salinan teks inilah yang disebut dengan teks Massoreth. Para massorah membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan proses penyalinan kitab-kitab PL, yang semuanya disalin dalam abjad Ibrani (Ul. 17:18; 31:9; 24:26; 1Sam. 10:25; 2Raj. 22:8; 2Taw. 34:14).
Pada waktu bangsa Yahudi dibuang ke tanah Babel, dan Yerusalem dihancurkan oleh pasukan Babilonia pada tahun 587 sM, kitab-kitab itu dibawa bersama-sama ke tanah pembuangan (Dan. 9:2). Setelah pembangunan kembali Bait Allah, kitab-kitab itu tetap dipelihara dan dipindahkan ke tempat yang baru. (Ezr. 7:6; Neh. 8:1; Yer. 27:21-22). Penyusunan seluruh kitab PL selesai pada tahun 430 sM. Menurut tradisi, diakui bahwa Ezralah yang memainkan peranan penting dalam proses pengumpulan dan penyusunan kitab-kitab PL ini.
Pada tahun 90 M, guru-guru agama Yahudi di bawah pimpinan Johannan ben Zakkai mengadakan persidangan di Jamnia (Jabneh). Mereka meninjau, menimbang tulisan-tulisan itu, dan membakukan daftar kitab-kitab sebagai kanon kitab PL. Mereka memutuskan untuk menerima 39 kitab sebagai Kanon PL, serta menolak buku-buku tambahan yang dimuat dalam Septuaginta (LXX). Jadi, penetapan itu sebenarnya adalah pengakuan akan kitab-kitab yang memang sudah lama dipakai dalam ibadah orang Yahudi.
Kitab-kitab PL pada umumnya langsung diterima sebagai kitab yang berotoritas dalam ibadah Yahudi. Namun demikian, bukan berarti tidak ada proses sampai akhirnya kitab-kitab itu dikanonkan. Paling tidak ada 4 tahap yang dikenal dalam proses pembentukan kanon kitab PL:
Israel mulai mengenal konsep kanon ketika mereka menerima hukum Taurat dengan perantaraan Musa di Gunung Sinai. Allah memberikan firman-Nya, Israel berikrar untuk menaatinya dan Musa mencatatnya dalam bentuk tulisan (Kel. 24:3-4). Perintah-perintah itu disampaikan kepada Musa sebagai perkataan (ucapan) suci Tuhan yang memiliki otoritas penuh. Umat Tuhan yang menerima perintah-perintah itu wajib tunduk kepada wewenangnya, bahkan generasi-generasi berikutnya juga tunduk pada otoritas Perkataan Tuhan yang suci itu.
Agar Perintah atau Perkataan Tuhan yang suci itu menjadi warisan untuk generasi-generasi berikutnya, Musa secara teliti menjabarkannya (memberikan tambahan penjelasan) dalam bentuk tulisan (Kel. 24:3), lalu umat Lewi diperintahkan untuk menyimpan tulisan atau dokumen itu di samping Tabut Perjanjian Allah (Ul. 31:24-26). Demikian juga dengan perkataan-perkataan Suci Tuhan yang lainnya yang Tuhan Allah sampaikan sepanjang sejarah bangsa Israel melalui nabi-nabi-Nya (Ul. 31:19; Yes. 30:2; Hos. 2:2). Tulisan-tulisan suci itu menjadi dokumen-dokumen yang sangat berotoritas karena bangsa Israel telah diikat dalam perjanjian itu dengan Allah sebagai bangsa umat pilihan-Nya.
Otoritas yang mengikat dari kitab itu ditegaskan kembali kepada Yosua (Yos. 1:8). Penemuan kembali kitab Taurat pada tahun ke-18 pemerintahan Yosia (621 sM) merupakan peristiwa penting dalam perkembangan kanon PL (2Raj. 22). Yosia mengakui otoritas gulungan naskah yang ditemukan dan memahami hukum Allah yang tertulis sebagai perintah suci yang harus ditaati (2Raj. 23:3).
Menurut tradisi, selama ratusan tahun, tulisan atau dokumen-dokumen yang berotoritas itu dikumpulkan sebagai kitab-kitab Ibrani, yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
Kelima kitab pertama dalam kanon PL disebut kitab Taurat (disebut juga kitab Musa/kitab Hukum), yang terdiri dari kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Kemungkinan besar kitab-kitab Taurat terkumpul dan tersusun pada zaman Daud memerintah bangsa Israel sebagai raja (sekitar tahun 1000 sM). Diperkirakan, beberapa bagian kecil dari kitab Taurat diperbaiki dan berlangsung selama berabad-abad hingga zaman Ezra (kira-kira tahun 400 sM). Kitab-kitab Taurat merupakan bagian terpenting dalam kanon Yahudi.
Kitab nabi-nabi terdahulu menceritakan sejarah Israel mulai dari pendudukan Kanaan sampai pembuangan ke Babel (tahun 1250 - 550 sM). Kitab nabi-nabi terdahulu ini terdiri dari kitab Yosua, Hakim-hakim, Samuel dan Raja-raja. Kitab nabi-nabi kemudian merupakan kitab para pemberita firman Allah, ditulis oleh para nabi sebelum masa pembuangan, seperti kitab Amos, Hosea, Mikha, Yesaya, Zefanya, Yeremia, Nahum, dan Habakuk.
Kitab-kitab ini terdiri dari kitab Mazmur, Ayub, Amsal, Kidung Agung, Ratapan, Daniel, Ezra, Nehemia, Tawarikh, dan Ester. Sebagian besar kitab-kitab PL ini ditulis atau dikumpulkan selama dan sesudah masa pembuangan (setelah 550 sM) meskipun beberapa, khususnya kitab Mazmur dan Amsal, berasal dari zaman kerajaan (1000 - 587 sM). Hampir dapat pastikan, kumpulan itu disatukan sebelum tahun 150 sM, meskipun bukti tentang penggunaan kitab Ester sangat sedikit.
Sebagian besar tulisan-tulisan suci yang berotoritas telah ditulis dan dikumpulkan sesudah masa pembuangan, yaitu kira-kira tahun 550 sM (sebelum Masehi). Namun, pengesahan pengelompokan "Kanon Ibrani" itu dikenal baru sesudah tahun 150 sM. Kemungkinan besar penetapan kanon inilah yang juga dikenal oleh masyarakat Yahudi pada zaman Yesus (Luk. 24:44). Suatu Konsili di Jamnia pada tahun 90 M, yang dihadiri oleh tokoh-tokoh utama agama Yahudi (rabi), melalui suatu konsensus bersama, akhirnya memberikan penetapan terhadap Kanon PL yang terdiri dari 39 kitab (sama seperti Alkitab agama Kristen yang kita miliki sekarang).
Istilah penerimaan Kanon PL lebih disukai daripada penetapan Kanon PL karena memang pada dasarnya manusia/gereja hanya menerima kitab-kitab PL tersebut sebagai tulisan-tulisan yang berotoritas. Adapun dasar penerimaan "Kanon PL" adalah sebagai berikut:
Alkitab memberikan kesaksian bahwa perkataan-perkataan yang ditulis bukan berasal dari manusia, seperti dikatakan: "Beginilah firman Tuhan ..." atau "Tuhan berkata ..."
Pada umumnya, penulis-penulis kitab PL adalah mereka yang ditunjuk oleh Allah dan menduduki jabatan seperti imam, nabi, hakim, dan raja.
Perkataan ilahi yang dituliskan mempunyai kuasa untuk memberikan pengajaran kebenaran yang mengubah hidup manusia.
Ada dua kanon PL yang penting, yakni "Kanon Ibrani" dan "Kanon Yunani". Isinya sebenarnya sama, hanya susunan kitab-kitabnya yang berbeda.
Kanon Ibrani ialah daftar kitab yang berlaku untuk Alkitab dalam bahasa Ibrani. Kanon Ibrani itu terdiri dari 24 kitab, yang dibagi atas tiga kelompok, yaitu:
Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
- Nabi yang dahulu: Yosua, Hakim-hakim, Samuel, dan Raja-raja.
- Nabi yang kemudian: Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan 12 nabi.
Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, Ester, Daniel, Ezra-Nehemia, dan Tawarikh.
Kanon Yunani dibagi menjadi 39 kitab yang dikenal oleh orang Kristen hingga saat ini karena diikuti oleh Alkitab dalam bahasa Latin, Inggris, Indonesia, dan hampir semua terjemahan Alkitab.
Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
- Sejarah yang pertama: Yosua, Hakim-hakim, Rut, 1 Samuel, 2 Samuel, 1 Raja-raja, 2 Raja-raja.
- Sejarah yang kedua: 1 Tawarikh, 2 Tawarikh, Ezra, Nehemia, Ester.
Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, dan Kidung Agung.
- Kitab nabi besar: Yesaya, Yeremia, Ratapan, Yehezkiel, dan Daniel.
- Kitab nabi kecil: Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi.
Kitab-kitab PL yang disebut di atas adalah kitab-kitab yang diterima oleh gereja-gereja Protestan (Reformasi). Ada juga beberapa tulisan yang diterima oleh gereja Katolik Romawi dan termuat dalam Alkitab terbitan Katolik dan beberapa Alkitab terbitan ekumenis, yaitu:
- Riwayat Tobit dan Riwayat Yudit
- Kitab I dan II Makabe
- Kebijaksanaan Salomo
- Hikmat Yesus bin Sirakh
- Kitab Barukh serta Surat Yeremia
- Tambahan-tambahan pada Kitab Ester dan Daniel
Tulisan-tulisan ini dinamakan "Apokrifa" ('tersembunyi') atau "Deuterokanonika" ('kanon yang kedua'). Agama Yahudi dan gereja-gereja Protestan tidak mengakui tulisan-tulisan ini sebagai firman Allah, sedangkan gereja Katolik Romawi menerimanya sebagai bagian dari Septuaginta.
"Firman-Mu adalah harta yang paling berharga bagi jiwaku. Sungguh indah aku boleh melihat bagaimana firman-Mu itu Engkau turunkan kepada manusia. Sekali lagi, aku boleh menyaksikan kesetiaan dan kasih-Mu kepada manusia yang berdosa ini. Kiranya firman-Mu menuntunku untuk hidup lebih dekat kepada-Mu. Amin!"