Nama Kursus | : | Sepuluh Hukum Allah Untuk Kehidupan Manusia (SHA) |
Nama Pelajaran | : | Hukum Pertama dan Kedua |
Kode Pelajaran | : | SHA-R02a |
Referensi SHA-R02a diambil dari:
Judul Buku | : | Pengantar Perjanjian Lama 1 |
Judul Artikel | : | Perjanjian dan Pemberian Dasa Titah di Sinai |
Pengarang | : | W.S. Lasor, D.A. Hubbard, dan F.W. Bush |
Penerbit | : | BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001 |
Halaman | : | 204 - 208 |
REFERENSI PELAJARAN 01b - PERJANJIAN DAN DASAR TITAH DI SINAI
Setelah pembebasan di Laut Teberau, Israel melakukan perjalanan langsung ke Sinai, yang memerlukan waktu tiga bulan (Keluaran 19:1). Beberapa peristiwa dalam perjalanan itu diceritakan dalam Keluaran 15 - 18, khususnya pemberian air di Mara (Keluaran 15:22-25) dan Rafidim tempat Musa memukul batu (Keluaran 17:1-7) serta pemberian burung puyuh dan manna (Kelauran 16:1-36). Di Rafidim, mereka juga memerangi orang Amalek (Keluaran 17: 8 - 16).
Di Sinai, orang Israel berkemah di kaki gunung itu, sementara Musa mendakinya. Di sana Allah berbicara kepadanya dan memberitahukan bahwa orang Israel akan menjadi milik Allah sendiri di antara semua bangsa, "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firmanKu dan berpegang pada perjanjianKu" (Keluaran 19:5). Perintah-perintah dan peristiwa-peristiwa berikutnya mengungkapkan bahwa sesuatu yang dahsyat akan segera terjadi. Pada masa pengudusan selama tiga hari orang Israel harus mencuci pakaian dan mempersiapkan diri (Keluaran 19:9 - 15). Lalu mereka menghampiri kaki gunung itu, sementara Allah menyatakan diri-Nya dalam kebesaran dan keagungan:
"Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras . . . Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap, karena TUHAN turun ke atasnya dalam api; asapnya membubung seperti asap dari dapur, dan seluruh gunung itu gemetar sangat" (Keluaran 19:16 - 18).
Di tengah-tengah suasana yang mendebarkan dan menegangkan ini, Allah memanggil Musa dan memberikan Dasa Titah (Keluaran 20:1 - 17). Setelah itu penyataan diri Allah pun selesailah (Keluaran 20: 18 - 21).
Makna dan peranan Dasa Titah sangat diperdebatkan dan dipahami dengan cara yang berbeda-beda. Maknanya yang utama jelas terlihat dalam cara menceritakan peristiwa itu. Bila dibaca dengan saksama, kita melihat bahwa titah-titah itu adalah perjanjian yang ditawarkan kepada orang Israel dalam Keluaran 19:5 dan ketaatan akan perjanjian itu akan membuat Israel menjadi umat Allah. Meskipun pengertian ini tidak jelas dalam konteks Keluaran 19 - 20, namun cerita ulang oleh Musa tentang peristiwa itu dalam Ulangan 5 menegaskan hal ini:
"TUHAN, Allah kita, telah mengikat perjanjian dengan kita di Horeb. Bukan dengan nenek moyang kita TUHAN mengikat perjanjian itu, tetapi dengan kita, kita yang ada di sini pada hari ini, kita semuanya yang masih hidup . . . Ia berfirman: 'Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir . . ." (Ulangan 5:1 - 6).
Sama seperti perjanjian Allah dengan Abraham dalam Kejadian pasal 15, perjanjian di sini adalah cara untuk menetapkan hubungan (yang tidak terjadi secara alamiah), yang diikrarkan dengan sumpah dalam upacara peneguhan. Semua unsur yang diperlukan untuk perjanjian itu ada dalam peristiwa di Sinai. Dalam Keluaran 19:3-8 Israel dipanggil untuk masuk ke dalam hubungan yang khusus dengan Allah. Hubungan itu dilukiskan dengan tiga cara, yakni menjadi harta kesayangan Allah di antara segala bangsa, serta menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Israel akan menjadi umat Allah sendiri, dipisahkan dari bangsa-bangsa lain untuk melayani-Nya, sama seperti imam-imam dipisahkan dari masyarakat umum dan ditandai dengan kekudusan hidup yang sepadan dengan kekudusan Allah (Childs 1974: hlm. 367). Walaupun isi yang khusus dari ikatan perjanjian ini belum diungkapkan, namun Israel menerimanya dengan peneguhan yang khidmat. Pada saat itu ikrar itu diteguhkan kembali dan disahkan dengan persembahan kurban dan percikan darah, suatu lambang yang jelas maknanya.
Ikatan perjanjian ini berbeda dengan pperjanjian Abraham hanya dalam hal siapa yang mengikatkan diri dengan sumpah. Perubahan ini ternyata menghasilkan ikatan perjanjian yang sangat berbeda dalam bentuk dan fungsinya. Dalam perjanjian Abraham, Allahlah yang menempatkan diri-Nya di bawah sumpah, Dialah yang diikat oleh janji-janji yang tak dapat diubah kepada Abraham dan keturunannya. Dalam perjanjian Sinai, Israellah yang mengangkat sumpah dan wajib menaati peraturan-peraturan perjanjian itu.
Akhir-akhir ini, latar belakang khusus yang berkenaan dengan perjanjian Sinai menjadi jelas. Bentuk dan struktur sastra perjanjian ini sangat mirip dengan perjanjian internasional antara maharaja dan raja-raja lain di Timur Tengah kuno. Meskipun bentuknya sudah dikenal luas dan banyak dipergunakan antara abad ke-20 dan ke-10 sM, namun contoh yang terbanyak dan terlengkap mengenai perjanjian antara maharaja dan raja-raja lain itu, ditemukan dalam kumpulan naskah orang Het dari Boghazkoy (abad ke-14 dan ke-13 sM). Sebagian besar unsur-unsur bentuk ini dapat ditemukan dalam perikop-perikop yang berkenaan dengan perjanjian Sinai, khususnya Keluaran 20:1-17:
Prakata (menyebut nama maharaja dan gelar-gelarnya): "Akulah TUHAN, Allahmu" (ayat 21). ALlah tidak memerlukan gelar-gelar lebih lanjuta, sesudah pengungkapan nama-Nya secara mengesankan yang baru terjadi.
Riwayat historis (mengemukakan hubungan sebelumnya antara kedua belah pihak dan menekankan perbuatan baik sang maharaja demi rakyat taklukannya. Perbuatan ini menjadi dasar rasa terima kasih pihak penakluk serta kesetiaan dan ketaatannya pada masa yang akan datang): "Yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, tempat perbudakan" (ayat 2b). Tinjauan historis di sini singkat dan sedikit, tetapi ingatan orang Israel akan pembebasan oleh Allah itu masih segar. Dalam Yosua 24, upacara pembaruan perjanjian di Sikhem, riwayat historisnya lebih panjang dan terinci (ayat 2-13).
Peraturan-peraturan perjanjian yang terdiri atas:
Tuntutan dasar untuk taat dan setia: "Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu" (Keluaran 20:3), dan
Peraturan untuk:
Penyimpanan naskah (perjanjian-perjanjian biasanya disimpan dalam kuil-kuil): loh-loh batu yang berisi ayat 1-17 disimpan dalam tabut perjanjian (lihat Keluaran 25:16, Ulangan 10:1-5).
Kutuk dan berkat, dibebankan pada raja taklukan bila melanggar atau memenuhi perjanjian: berkat (Ulangan 28:1-14), kutuk (ayat 15 - 68).
Ada pula peraturan mengenai sumpah formal yang olehnya pihak taklukan menyatakan ketaatannya dalam upacara keagamaan, acapkali dengan mengurbankan darah, yang mengesahkan perjanjian (bandingkan Keluaran 24). Perjanjian itu ditulis dengan memakai istilah yang bersifat pribadi dalam bentuk "Aku - engkau".
Kesamaan yang dekat dan terinci itu memperlihatkan bahwa bentuk perjanjian maharaj dengan raja-raja lain diambil dan dikembangkan untuk kepentingan keagamaan serta teologis dari ikatan yang khusus ini. Jadi, Dasa Titah jelas tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sistem hukum, yang dengan menaatinya orang dapat berkenan kepada Allah. Dasa Titah adalah ketentuan-ketentuan perjanjian yang berakar dalam anugerah Allah. Ia telah menebus umat-Nya dengan cuma-cuma dari perbudakan di Mesir, maka Ia mengikat mereka kepada-Nya melalui perjanjian-Nya. Prolog perjanjian itu menyoroti kembali peristiwa pembebasan di masa yang lampau dan dengan demikian merupakan kerugma, suatu proklamasi kabar baik. Keselamatan telah terlaksana.
Tetapi, perjanjian itu juga mengajukan ancaman yang menakutkan dan berat. Perjanjian itu menawarkan kepada orang Israel bukan saja berkat bila mereka taat, tetapi juga kutuk bila mereka tidak taat. Perhatikan syarat-syaratnya, "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firmanKu dan berpegang pada perintahKu, maka kamu akan menjadi harta kekayaanKu sendiri dari antara segala bangsa" (Keluaran 19:5). Ketentuan-ketentuan perjanjian itu bukan saja merupakan kehendak Allah bagi umat tebusan-Nyam tetapi juga merupakan sumber kemurkaan dan penolakan-Nya terhadap mereka bila mereka melanggarnya. Jika orang Israel melanggar perjanjian itu, mereka bisa kehilangan kedudukan mereka sebagai umat Allah. Jadi, orang Israel berada dalam ketegangan antara kedua peneguhan perjanjian Musa dan hanya inilah yang membuat sejarah mereka dapat dipahami. Akhirnya jumlah pelanggaran perjanjian mereka menjadi semakin parah, sehingga Allah menjatuhkan kutuk perjanjian itu, sesudah mengutus nabi-nabi yang memanggul Israel untuk bertobat dan menyampaikan hukuman.
Jadi, Dasa Titah bukanlah hukum dalam pengertian modern, karena tidak didefinisikan dengan cermat dan tidak berisi hukuman. Dasa Titah adalah "kebijaksanaan hukum", pernyataan pokok tentang perilaku yang hendak dipelihara oleh umat perjanjian itu dan ketetapan-ketetapan tersebut berlaku sebagai norma, timbul kebutuhan untuk menerapkan dan menempatkannya dalam bentuk yang lebih sesuai dengan hukum yang lazim. Perkembangan ini tampak dalam "Kitab Perjanjian" (Keluaran 20:23 - 23:33). Penelitian yang saksama menunjukkan bahwa kebanyakan ketetapan dalam Keluaran 20:1-17 diulangi lagi di sini sebagai hukum yang khusus. Di sini Israel memberikan bentuk nyata pada contoh-contoh kasih sebagaimana dituntut oleh kehidupan mereka sebagai umat Allah.