Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen Sejati |
Nama Pelajaran | : | Kemurnian |
Kode | : | PKS-T03 |
Pertanyaan 03 - KEMURNIAN
INSTRUKSI
Sebelum mengerjakan tugas, diharapkan setiap peserta memperhatikan petunjuk berikut ini:
Selamat mengerjakan!
Pertanyaan (A)
Jawablah pertanyaan di bawah ini memilih jawaban yang paling tepat!
Pertanyaan (B)
Jawablah pertanyaan ini dengan uraian yang tepat!
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Keluarga Kristen dan Masyarakat Luas |
Kode Pelajaran | : | PKS-R06a |
Referensi PKS-R06a diambil dari:
Judul Buku | : | Liku-liku Problema Rumah Tangga |
Judul Artikel | : | Keluarga yang Sehat |
Pengarang | : | Dr. Clyde M. Narramore |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 1993 |
Halaman | : | 12 -- 26 |
REFERENSI PELAJARAN 06a - KELUARGA KRISTEN DAN MASYARAKAT LUAS
KELUARGA YANG SEHAT
Keluarga yang sehat bukanlah sekelompok manusia yang sekadar hidup bersama-sama dan saling berbagi pengalaman. Kalau saya mengatakan bahwa keluarga Santosa adalah keluarga yang sehat, sesungguhnya yang saya maksudkan bukanlah bahwa setiap anggota keluarga Santosa itu bebas dari segala macam penyakit. Yang saya maksudkan ialah bahwa setiap pribadi dalam keluarga itu, yang tua dan yang muda, sedang menikmati kehidupan ini dan sedang bertumbuh menjadi orang sebagaimana yang direncanakan Allah baginya.
Apa yang menjadi ciri suatu keluarga yang sehat? Apakah yang terjadi di dalam keluarga yang setiap anggotanya sedang hidup dan berkembang dengan cara yang sehat? Saya yakin bahwa hal-hal yang berikut ini merupakan esensi dari satu keluarga yang sehat.
Di dalam keluarga yang sehat, baik orang tua maupun anak-anak, sama-sama membina rasa saling menghargai. Sang suami memperlakukan sang istri dengan baik dan dengan kasih, dan dengan demikian memberi teladan yang dapat diikuti oleh seluruh keluarga.
Untuk membina rasa hormat atau menghargai, orang tua perlu mendengarkan dengan cermat anak-anaknya. Orang tua tidak boleh memotong jika anaknya sedang berbicara. Memotong pembicaraan anak- anak bukan hanya menjengkelkan mereka, tetapi seakan-akan sekaligus mengatakan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang penting. Orang tua patut meminta saran-saran dari anak-anak mereka. Jika anak-anak itu melihat bahwa ada saran mereka yang dilaksanakan, maka mereka akan merasa diri mereka berharga.
Cara lain bagi orang tua untuk menunjukkan bahwa mereka menghargai anak-anaknya ialah dengan mendorong mereka untuk sedapat mungkin mengambil keputusan sendiri. Dengan mengizinkan mereka untuk membuat beberapa keputusan, mereka mengetahui bahwa orang tua mereka mempercayai mereka dan keputusan mereka. Hal in akan memupuk perasaan untuk menghargai dirinya sendiri.
Untuk memupuk perasaan menghargai dirinya sendiri itu kita perlu bersikap sopan terhadap anak-anak. Jika orang tua berkata: "Terima kasih", "Bolehkah saya ...?", dan "Tolong ..." kepada anak-anak, anak-anak pun akan mulai memakai ungkapan-ungkapan itu terhadap orang lain. Rasa menghargai akan melahirkan rasa menghargai.
Seorang anak perlu mendengar komentar yang positif tentang dirinya. Kita akan membuat anak itu berlaku tidak sopan, jika kita terus- menerus mempermainkan dia. Ia akan mulai merasa rendah diri dan juga merasa dirinya tidak layak.
Untuk membangun rasa menghargai, orang tua harus menaruh perhatian pada berbagai macam kegiatan anaknya. Gambar hasil karya anak itu sangat penting bagi anak itu sama seperti suatu urusan dagang yang besar bagi orang tua.
Jika Anda mengakui kepada anak-anak Anda bahwa Anda bersalah pada waktu Anda memang bersalah, maka Anda menyebabkan mereka menghargai Anda dan juga menghargai diri mereka sendiri sekalipun jika mereka pada suatu saat kelak berbuat salah. Kadang-kadang orang tua memberi pesan yang harus disampaikan oleh seorang anak: "Katakan kepada mereka bahwa saya tidak di rumah", atau "Katakan kepada mereka bahwa saya tidak dapat pergi, saya sakit". Jika pesan-pesan itu tidak benar dan anak-anak mengetahui hal ini, maka anak itu jadi kurang menghargai orang tuanya. Mereka pun akan bertanya-tanya apakah mereka juga sering dibohongi oleh orang tua mereka. Ini merupakan salah satu peristiwa di mana orang tua harus mengakui kesalahan mereka kepada anak-anaknya.
Setiap manusia lahir di dunia ini dengan seperangkat bakat dan kemampuan yang unik, dan di rumahlah tempat yang paling tepat untuk menemukan bakat dan kemampuan setiap orang, mengenalinya, dan mengembangkannya. Inilah bagian yang paling mendebarkan dan menyenangkan dari suatu kehidupan keluarga yang sehat! Keluarga menjadi makin kuat dan makin bermanfaat karena dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan dari setiap anggotanya.
Keluarga harus mendorong sang ibu dalam minat dan bakat-bakatnya. Hal yang sama pun harus dilakukan terhadap sang ayah. Janganlah membiarkan orang tua berdiam diri. Setiap orang harus bertumbuh dan mengembangkan bakat-bakatnya. Setiap anggota keluarga harus mendorong sang ayah; setiap anggota keluarga harus memberi semangat kepada sang ibu. Dengan cara demikian mereka akan menjadi orang- orang Kristen yang lebih berbahagia, lebih sehat dan lebih berguna.
Orang tua harus menemukan bakat-bakat yang dikaruniakan Allah kepada putra-putrinya. Mereka harus mulai memperhatikan minat-minat ini sejak anak-anaknya masih kecil. Walaupun dalam masa pertumbuhan mereka, dari waktu ke waktu, minat anak-anak itu berubah, beberapa bakat biasanya tetap bertahan melampaui masa kanak-kanak, masa remaja, dan terus tetap bertahan dalam masa dewasa.
Dalam keluarga yang sehat, orang tua melakukan segala sesuatu yang mereka sanggup untuk menolong setiap anak agar menemukan bakat- bakatnya dan menggunakan bakat itu di dalam waktu senggang dan dalam berbagai hobi mereka. Jimmy mulai menunjukkan suatu minat dalam bidang memotret sejak umur sekitar sembilan tahun. Orang tuanya mendorong dia untuk membaca buku dan majalah mengenai seni memotret. Mereka membelikannya sebuah kamera yang sederhana sehingga ia dapat membuat berbagai potret, dan mereka juga memberi dia semangat. Jimmy benar-benar menikmati hobi ini dan mendapat banyak manfaat berkat dukungan orang tuanya.
Salah satu kebutuhan emosional yang paling penting adalah kasih- sayang. Setiap orang mendambakannya; setiap orang membutuhkannya. Tempat yang terbaik untuk menunjukkan, menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, dan mempraktekkan kasih sayang adalah di dalam keluarga. Dengan demikian, setiap anggota keluarga - ibu, ayah, putra, dan putri - berkembang dengan cara yang sehat dan dengan demikian akan dapat menyisihkan banyak sekali masalah di dalam kehidupan ini.
Memberi dan menerima kasih sayang ini harus berlaku bagi setiap orang di dalam keluarga. Orang tua harus saling menunjukkan kasih. Anak-anak harus menunjukkan kasih kepada orang tua, dan orang tua harus menunjukkan kasih kepada anak-anak mereka. Kakak-beradik harus saling mengasihi.
Dengan demikian di dalam diri setiap anggota keluarga - terutama sekali di dalam diri sang anak - akan tumbuh rasa menghargai dirinya sendiri dan akan memiliki sikap atau pandangan yang sehat terhadap dirinya sendiri. Suasana ini juga akan menumbuhkan rasa saling mempercayai dan saling menghargai di antara para anggota keluarga. Pada waktu anak itu sudah dewasa, pengalamannya di dalam keluarga yang penuh kasih akan membuat ia sanggup membuka dirinya kepada orang lain dan menjadi berkat bagi mereka.
Penting sekali agar orang tua senantiasa ingat untuk mengungkapkan kasih sayang mereka secara lisan, selain mengungkapkan kasih mereka dalam bentuk perbuatan. Tindakan atau perbuatan memang penting, namun kata-kata dapat makin meneguhkan apa yang sudah dinyatakan dalam bentuk perbuatan itu. Orang tua harus berkata dengan terus terang: "Saya sayang padamu, Budi" atau "Saya sayang padamu, Tina". Jika kasih itu diucapkan di dalam keluarga, maka anak-anak akan bertumbuh menjadi dewasa dan kelak dapat mengasihi suami atau istri mereka dengan sepenuh hati dan secara terang-terangan. Mereka akan terhindar dari kekurangan yang diderita banyak orang yaitu ketidakmampuan untuk menunjukkan dan menerima kasih sayang.
Segala sesuatu di dalam kehidupan ini ada batasnya. Mau atau tidak mau, untuk setiap orang ada hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Tempat yang paling baik untuk belajar mematuhi dan menghormati batas-batas ini ialah di dalam keluarga.
Orang tua dalam keluarga yang sehat menampilkan diri mereka menjadi contoh bagi anak-anak mereka dengan mematuhi undang-undang dan peraturan-peraturan negara, daerah, dan pemerintah setempat. Kepatuhan ini diperlihatkan baik dalam kata-kata maupun tindakan. Anak-anak akan belajar menghargai dan menyukai diri mereka dengan lebih baik apabila mereka taat, seperti orang tua mereka juga taat.
Jika seseorang melanggar hukum, maka ia akan dihukum menurut sistem peradilan yang ada. Demikian juga halnya jika anak-anak tidak taat; mereka pun harus dikenakan tindakan disiplin. Jika orang tua menghukum anak-anak mereka, itu berarti mereka sedang menunjukkan bahwa kasih mereka terhadap anak-anak mereka itu cukup besar sehingga mereka ingin membuat agar anak-anak itu taat. Sebagian orang merasa sulit menerima prinsip ini, namun hal ini memang benar. Kitab Amsal menyatakan: "Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi" (Ams 3:12).
Jika seorang anak yang baru berumur lima tahun bersikeras untuk bermain-main di tengah jalan yang ramai, maka cara satu-satunya untuk mencegahnya ialah dengan menghukumnya, dan ia memang harus dihukum. Sama sekali tidak masuk akal jika ada orang tua yang mengasihi anaknya, tetapi mengizinkan dia untuk melakukan sesuatu yang bodoh seperti bermain-main di tengah lalu lintas yang ramai.
Tentunya, hukuman dan tindakan koreksinya harus sesuai dengan umur dan kepribadian anak itu. Waktu anak itu sudah makin besar, maka orang tuanya juga sudah harus makin sedikit menggunakan pukulan sebagai sarana hukuman. Bagi anak yang lebih besar orang tua sudah harus lebih banyak bertukar pikiran dengan anak itu, serta mengemukakan alasannya yang masuk akal atas apa yang dilakukannya itu. Beberapa bentuk hukuman lebih cocok bagi sebagian anak tertentu daripada bagi sebagian lainnya.
Dalam mengajarkan anak untuk menghormati undang-undang atau peraturan dan dalam melaksanakan tindakan disiplin, orang tua perlu menjelaskan kepada sang anak apa yang seharusnya ia lakukan dan mengapa ia harus dihukum untuk kesalahannya itu. Mengatakan "lakukan itu karena saya mengatakan demikian kepadamu" tidaklah akan menolong anak itu untuk mengerti atau menghargai wewenang.
Bagi seorang anak atau orang dewasa hampir tidak ada hal lain yang lebih penting daripada citra yang sehat tentang dirinya sendiri. Seorang yang menghargai dirinya sendiri atau yang mempunyai citra diri yang sehat akan dapat mengatasi berbagai kesulitan di dalam kehidupan ini.
Orang tua perlu menolong anak-anak mereka agar mereka memupuk dan mengembangkan perasaan yang positif tentang diri mereka sendiri. Seorang anak yang memiliki citra diri yang baik bukan hanya akan disenangi banyak orang di sekelilingnya, tetapi rasa harga diri itu juga akan terus terbawa sampai ia menjadi dewasa. Perasaan yang positif tentang diri sendiri akan menyanggupkan dia untuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan keadaan yang terus berubah.
Orang tua dapat membangun citra diri yang sehat dalam diri anak- anak mereka dengan memberi semangat kepada mereka untuk mengungkapkan bagaimana perasaan mereka. Mendengarkan apa yang dikatakan oleh anak-anak bukan hanya akan memberi kesan bahwa mereka itu penting, tetapi orang tua juga akan tetap mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam diri anak-anak itu, bagaimana sifat dan kepribadian mereka itu dibentuk dan dipengaruhi.
Orang tua dapat menunjukkan kepada anak-anak bahwa mereka itu penting bagi Allah. Ajarkanlah kepada mereka dari Alkitab bahwa Allah sendiri telah menciptakan mereka menurut gambar dan rupa Allah sendiri dan bahwa Ia telah menyelamatkan mereka dengan harga yang mahal, yaitu darah Anak-Nya. Beritahukanlah kepada anak-anak itu bahwa malaikat-malaikat sedang melindungi mereka dan bahwa surga telah dipersiapkan untuk mereka. Segala kebenaran yang indah ini akan meyakinkan anak-anak bahwa mereka itu berharga sekali. Kehidupan mereka berharga di mata Allah, dan hal ini seharusnya membuat mereka melihat bahwa kehidupan mereka itu penting.
Tetapi bukan hanya anak-anak yang mendapat manfaat jika anak mempunyai citra diri yang sehat. Orang tua juga mendapat manfaat. Itu sebabnya suami istri hares saling memberi semangat. Janganlah ada salah seorang orang tua yang melewatkan satu hari pun tanpa dihargai atau tanpa mendapat dorongan semangat dari kawan hidupnya.
Dalam keluarga yang sehat anak-anak menjadi besar dengan menyadari bahwa mereka bukan hanya bagian dari satu keluarga, tetapi juga bagian dari masyarakat dan bangsa-bangsa di luar batas negara mereka. Saat kita hanya memikirkan diri kita sendiri saja sekarang sudah lewat. Hampir tidak ada sesuatu yang dapat terjadi di satu negara tanpa mempengaruhi negara lain. Anak-anak harus menyadari akan tanggung jawab mereka untuk mengetahui apa yang terjadi dengan sesama manusia mereka.
Di dalam keluarga Kristen, anak-anak harus belajar bahwa tanggung jawab mereka terhadap dunia itu lebih daripada sekadar mengetahui saja. Tanggung jawab itu meliputi juga usaha untuk mencari jalan bagaimana caranya mereka dapat ikut membantu. Satu contoh yang nyata yang dapat dimengerti anak ialah merogoh saku mereka untuk mengeluarkan uang untuk dikirim kepada orang-orang di luar negeri yang tidak seberuntung diri mereka.
Sayang sekali bahwa di dalam kebanyakan rumah tangga anak-anak tidak pernah diberi kesempatan untuk membagikan apa yang mereka miliki kepada orang lain dengan cara demikian. Sehingga anak-anak menjadi besar dengan hanya memikirkan diri mereka sendiri, mobil mereka sendiri, milik pribadi mereka, atau apa saja. Mereka tidak pernah mengalaml bagaimana rasanya memikirkan tentang orang lain yang berada di dalam masyarakat dan di negara lain, mereka tidak pernah mengalami bagaimana rasanya berdoa dan menolong mereka.
Sekarang terserah kepada orang tua apakah mereka bersedia untuk saling menolong dan dengan demikian menolong anak-anak mereka untuk mengembangkan pandangan terhadap dunia yang luas ini. Hendaknya tidak ada anggota keluarga yang menyembunyikan diri dan hidup seperti siput. Orang tua harus menjadi teladan dalam hal menaruh minat dan perhatian terhadap orang-orang lain atau terhadap organisasi-organisasi lain di seantero dunia.
Keluarga yang sehat adalah keluarga yang memelihara ketiga bidang kehidupan manusia: jasmani, emosional, dan rohani. Banyak keluarga yang mengabaikan kebutuhan rohani mereka, terutama kebutuhan rohani anak-anak mereka.
Sama seperti orang dewasa, anak-anak juga merupakan makhluk rohani. Mereka mempunyai jiwa yang harus diberi makan, sebab jika tidak jiwa mereka akan jadi kerdil. Sama seperti tubuh mereka harus diberi makan dan pakaian, demikian juga kerohanian mereka harus dipelihara dan diberi makan.
Sekali peristiwa ketika saya sedang bepergian dengan pesawat terbang saya duduk berdampingan dengan seorang pengusaha yang menceritakan kepada saya tentang keluarganya. Ia sangat bangga tentang anaknya yang adalah seorang atlet yang baik. Orang ini berkata bahwa ia telah bertekad untuk mendorong anak-anaknya di dalam kegiatan sekolah dan olahraga. Ia menyekolahkan mereka di salah satu perguruan tinggi yang terbaik (dan yang termahal) di negaranya agar mereka dapat meraih hasil yang sebesar-besarnya di dalam kehidupan mereka. Ketika saya menanyakannya apakah ia sudah memenuhi kebutuhan rohani anak-anaknya, ia memandang kepada saya dengan roman muka seolah-olah saya adalah orang yang baru saja tiba dari angkasa luar. Ia bukan orang Kristen, dan ia tidak pernah memikirkan soal mengikutsertakan Allah dalam keluarganya.
Sebagai suami istri kita harus senantiasa saling mendorong untuk berperan sebaik-baiknya bagi Kristus. Janganlah ada seorang ayah atau ibu yang tinggal diam secara rohani. Kita harus saling menolong agar bertumbuh.
Sebagai orang tua, kita harus bertanya kepada diri sendiri apakah kita sudah memberikan kepada anak-anak kita nilai-nilai yang kekal. Sudahkah kita mengusahakan segala sesuatu yang mungkin dilakukan untuk membina iman mereka kepada Allah? Kita dapat menolong anak- anak kita secara rohani dalam banyak cara. Sebagai contoh, kita dapat menjadi teladan dalam soal kesalehan; kita dapat menjalankan kehidupan yang benar yang menyenangkan Allah dan memberikan contoh- contoh nyata kepada anak-anak kita untuk mereka teladani atau bahkan melebihi teladan yang mereka lihat itu. Kita dapat menyatakan kepercayaan diri kita kepada Kristus dan menceritakan kepada anak-anak kita apa yang telah dilakukan Kristus di dalam kehidupan kita.
Tentunya, kesukaan yang terbesar ialah memimpin anak-anak kita kepada Kristus, namun pemeliharaan rohani tidak berhenti sampai di situ saja. Orang tua dapat mengajarkan anak-anak untuk mengasihi dan bergantung kepada Allah dan mengajarkan agar mereka memahami Alkitab. Orang tua dapat bercakap-cakap dengan anak-anak mereka tentang Tuhan dan menolong mereka menafsirkan kejadian-kejadian masa sekarang di dalam terang firman Allah dan rencana-Nya bagi dunia. Pendidikan Kristen sangatlah penting. Dengan adanya begitu banyak sekolah dasar dan sekolah lanjutan yang baik, dan dengan begitu banyaknya perguruan tinggi yang istimewa, tak perlu seorang anak itu sekadar mendapat pendidikan yang biasa-biasa saja. Memenuhi kebutuhan rohani seorang anak berarti ikut menentukan di mana ia kelak berada sampai kekal.
Sama seperti seorang harus mempunyai sasaran, demikian juga setiap keluarga harus mempunyai sasaran. Di dalam keluarga yang sehat, orang tua saling memberi semangat agar sasaran-sasaran mereka dapat tercapai. Mereka juga mendukung anak-anak mereka dalam membuat dan mencapai sasarannya. Sangat menyedihkan bahwa banyak sekali anak yang bertumbuh menjadi dewasa tanpa mempunyai sasaran sama sekali, dan akibatnya, kehidupan mereka tidak mempunyai arah.
Anak-anak juga harus mengerti apa yang menjadi sasaran keluarganya dan harus ikut membantu agar sasaran itu dapat dicapai. Orang tua dapat membahas sasaran-sasaran keluarga ini pada waktu seluruh anggota keluarga sedang berkumpul atau pada waktu ibadah sekeluarga.
Dalam keluarga yang sehat setiap individu bukan hanya menaruh minat pada sasarannya sendiri, tetapi juga menaruh minat pada sasaran anggota keluarga lainnya. Setiap orang berusaha menolong sesamanya agar dapat mencapai aspirasi mereka.
Sayang sekali bahwa terlalu banyak anak yang menjadi dewasa di dalam keluarga-keluarga di mana mereka hanya makan minum, ke sekolah, tidur, dan mengulangi kegiatan yang serupa esok harinya. Mereka terantuk-antuk di dalam perjalanan hidup mereka tanpa arah yang tetap. Karena hanya ada satu kali kesempatan untuk hidup, maka sangatlah penting untuk mengetahui jalan mana yang hares ditempuh dan bagaimana caranya agar dapat sampai ke sana.
Salah satu dari kegembiraan kehidupan keluarga yang sehat ialah bekerja dan bermain bersama-sama. Dalam zaman modern ini mudah sekali bagi sang putra pergi ke perkumpulan anu, sang putri ke pramuka, sang ibu ke arisan, dan sang ayah ke rapat perusahaannya. Dengan melakukan perkara-perkara ini, mereka sebenarnya sedang menjauhkan diri dari salah satu kegembiraan yang terbesar yang mungkin dinikmati di dalam kehidupan ini yaitu bekerja dan bermain bersama sama sebagai satu keluarga.
Jika kita sebagai orang tua menyediakan waktu untuk bersama-sama dengan anak-anak kita, maka itu berarti kita sedang memberitahukan kepada mereka bahwa kita mengasihi mereka. Bagaimanapun juga, kita gemar menghabiskan waktu bersama-sama dengan orang-orang yang paling kita kasihi dan seharusnya orang-orang itu adalah keluarga kita sendiri. Dalam unit keluarga yang sehat setiap pribadi akan menghabiskan banyak waktu senggang dan waktu gembiranya bersama anggota keluarga lainnya.
Sangat sulit bagi seseorang untuk bertindak dengan baik jika ia tidak sehat. Orang tua bertanggung jawab untuk mengusahakan agar semua anggota keluarganya berada dalam keadaan kesehatan yang sebaik-baiknya dan agar setiap orang mempunyai kebiasaan yang baik untuk menjaga kesehatannya dan merasakan bahwa badannya dalam kondisi yang mantap. Orang tua melakukan sesuatu yang baik bagi anaknya sepanjang umur hidupnya apabila mereka mendorong anaknya itu agar mempunyai kebiasaan yang baik untuk menjaga kesehatannya dan membawa mereka ke dokter untuk diperiksa jika diperlukan.
Sebagai seorang ahli ilmu jiwa yang menangani masalah orang tua dan anak-anak selama bertahun-tahun, saya heran melihat banyaknya orang dewasa yang menceritakan kepada saya bahwa tidak ada seorang pun menyadari bahwa mereka kehilangan daya pendengaran atau mempunyai masalah pada penglihatan mereka sampai mereka sudah menjelang dewasa. Seorang dokter wanita mengatakan kepada saya: "Saya tidak pernah mengetahui sebelumnya bahwa orang lain tidak melihat dua bayangan dari satu benda yang dilihatnya sampai saat saya memasuki sekolah kedokteran." Selanjutnya ia mengatakan bahwa karena ia memiliki dua buah mata, ia menganggap bahwa wajarlah jika ia melihat segala sesuatu itu dua. Misalnya, jika ada seorang anak berdiri di depannya, ia melihat dua bayangan dari satu anak yang sama.
Kira-kira sepuluh kali setahun berbagai kelompok orang-orang dewasa datang ke kampus Narramore Christian Foundation di Rosemead, California, selama satu atau dua minggu untuk mengikuti latihan dan evaluasi khusus. Selama waktu itu saya beserta staf saya menjadi sangat kenal orang-orang itu. Suatu kenyataan yang selalu mengherankan saya ialah bahwa dalam setiap kelompok yang terdiri atas lima puluh sampai seratus orang, kami selalu mendapati cukup banyak orang, laki-laki dan wanita, yang mempunyai masalah fisiologis yang cukup gawat. Dan, tentunya "masalah kesehatan tubuh" mereka itu menghambat mereka sehingga mereka tidak dapat berhasil dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri sebagaimana mestinya. Apakah sebabnya sehingga masalah-masalah fisik semacam itu sudah berlangsung sedemikian lama tanpa diketahui, bahkan sampai tiga puluh atau empat puluh tahun? Saya yakin bahwa sebagian dari jawabnya terletak pada kenyataan bahwa orang tua mereka tidak pernah mengamati mereka dengan saksama. Dalam keluarga yang sehat, kesejahteraan fisik setiap anggotanya juga diperhatikan.
Dalam keluarga yang sehat, setiap anggota keluarga memperhatikan agar dapat mencukupi kebutuhan finansial yang dasar dari anggota keluarga yang lainnya. Anak-anak dan orang tua haruslah membicarakan soal anggaran belanja keluarga dan membahas apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan keluarga, apa yang dapat dibeli, dan apa yang tidak. Dengan demikian anak-anak dapat mempunyai cara berpikir yang praktis dalam soal keuangan dan mendapat pengetahuan tentang penghasilan dan tentang tabungan uang. Orang tua dapat membuat suatu kontribusi yang bermakna seumur hidup bagi kesejahteraan anak-anak mereka dengan jalan menolong mereka agar mengerti tentang kerja, penghasilan, tabungan, dan penanaman modal. Anak-anak perlu mempunyai sikap yang sehat dan realistik terhadap uang, walaupun mereka harus menyadari juga bahwa uang bukanlah hal yang terpenting dalam kehidupan ini.
Tentunya, salah satu segi yang paling penting dari keuangan ialah perpuluhan. Sungguh merupakan satu hak istimewa bagi pasangan suami istri jika mereka memulai kehidupan bersama mereka dengan mengetahui bahwa Allah telah menyediakan segala sesuatu yang mereka miliki dan segala sesuatu yang kelak akan mereka miliki! Mereka sudah belajar dari orang tua mereka tentang berkat yang dialami jika mereka memberi persembahan untuk organisasi atau kegiatan Kristen. Sekarang mereka membawa hati yang suka memberi itu ke dalam kehidupan mereka yang barn. Mungkin hal yang sekarang menjadi masalah bagi banyak orang bukanlah tentang kemampuan seseorang untuk mencari uang, melainkan sikap orang itu terhadap uang yang dihasilkannya itu. Dan hal ini seharusnya dipelajari di dalam keluarga.
Setiap orang dilahirkan untuk melakukan sesuatu - untuk bekerja, untuk berlatih, dan untuk berkarya. Sungguh suatu keluarga itu adalah keluarga yang sehat, jika di dalam keluarga itu setiap anggotanya mengambil bagiannya dan belajar menerima tanggung jawab sejak usia dini. Tentunya, tanggung jawab seorang anak haruslah disesuaikan dengan kematangannya, namun setiap anak dapat melakukan sesuatu betapa pun kecilnya anak itu.
Belum lama berselang saya berbicara dengan seorang wanita yang dibesarkan dalam keluarga di mana ia tidak pernah mendapat tanggung jawab khusus apa pun. "Ibu saya seorang perfeksionis," kata wanita itu. "Saya tidak pernah dapat melakukan sesuatu yang dapat menyenangkan dia, maka saya selalu diusirnya dari dapur atau di mana saja ia sedang bekerja, sambil mengatakan bahwa dialah yang akan melakukan semuanya. Tentu saja, ibu dapat melakukan segala sesuatu dengan lebih cepat dan lebih baik, tetapi yang menyedihkan ialah ketika saya menikah, saya tidak mampu melakukan apa pun. Saya tidak mengetahui apa-apa tentang mengurus rumah; dan yang lebih parah lagi, saya tidak percaya bahwa saya mampu melakukannya."
Betapa menyedihkan bila harus melepaskan anak untuk pergi sekolah di perguruan tinggi atau untuk menikah dan membina rumah tangga sendiri, tetapi kita mengetahui bahwa kemampuannya untuk mengerjakan sesuatu itu masih sangat terbatas! Jika seseorang telah belajar bertanggung jawab dan melakukan tugas-tugas di dalam keluarga, ia akan merasa lebih yakin dan akan memiliki sikap yang lebih sehat terhadap dirinya sendiri.
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Rumah Tangga Kristen |
Kode Pelajaran | : | PKS-R05b |
Referensi PKS-R05b diambil dari:
Judul Buku | : | Raising Kids to Love Jesus 2 |
Judul Artikel | : | Bimbingan dalam Membesarkan dan Mendidik Anak |
Pengarang | : | H. Norman Wright |
Penerbit | : | Gloria, Jogjakarta, 2003 |
Halaman | : | 63 -- 82 |
REFERENSI PELAJARAN 05b - RUMAH TANGGA KRISTEN
KELUARGA YANG SEHAT
Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan; dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik. (Ams 24:3, 4)
Saya senang memelihara binatang. Saya memelihara anak ayam, itik, dan kucing ketika masih kecil. Setelah dewasa, saya pun memelihara anak anjing. Membesarkan anak anjing tidaklah sesederhana dan semudah yang dipikirkan banyak orang karena dibutuhkan kondisi dan suasana yang sesuai. Anda akan memahami yang saya maksud bila Anda pernah mencoba menetaskan telur. Telur tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena selain membutuhkan suhu yang tetap dari pemanas, telur itu juga perlu selalu dibolak-balik. Anak anjing yang baru lahir juga membutuhkan perawatan yang sangat saksama. Ia perlu dijauhkan dari anjing-anjing yang lain. Kita juga harus mencuci tangan dulu sebelum menyentuh anak anjing itu jika kita telah menyentuh anjing lain selain induknya. Mengapa? Karena sistem kekebalan tubuh mereka belum bekerja, sehingga mereka masih sangat rentan.
SUASANA YANG MEMBANTU ANAK MENJADI SERUPA DENGAN YESUS
Suasana dalam keluarga sangat berperan untuk menoiong anak-anak menjadi serupa dengan Yesus. Ada beberapa hal yang harus dihindari. Ada pula beberapa hal lain yang harus tersedia. Mari kita cermati hal- hal yang terjadi dalam keluarga dan apa saja yang masih perlu kita lakukan.
Pernahkah Anda membantu anak-anak membuat sesuatu yang rumit seperti miniatur pesawat terbang? Saya tidak tahu pengalaman Anda. Yang jelas ketika saya mengalaminya, saya merasa perlu memiliki sebuah perencanaan yang rinci mengenai setiap potongan miniatur serta letaknya. Kehidupan keluarga juga merupakan sesuatu yang paling rumit, karena terdiri atas banyak hubungan yang rumit dan saling terkait dengan dunia di sekeliling kita. Bukan berarti semua anggota dari sebuah keluarga yang sehat akan terlihat seolah-olah keluar dari satu cetakan yang sama. Oleh kreatifitas Allah yang tak terbatas, akan muncul banyak keanekaragaman di sekeliling kita.
Adakah suatu pola khusus yang dapat diikuti untuk membangun keluarga? Saya telah menemukan beberapa pola ketika meneliti berbagai buku berdasarkan topik ini. Saat ini, banyak orang mengaku sebagai ahli di bidang ini. Siapakah yang dapat kita percaya untuk proyek yang sangat berharga ini?
Jika Anda berkata kepada seorang dokter, "Saya sehat," maka untuk memastikan ketepatan diagnosa Anda, sang dokter akan menggunakan suatu kriteria tertentu. Jikalau Anda pergi ke seorang ahli terapi keluarga dan bertanya, "Apakah keluarga saya sehat?" Kriteria apakah yang akan digunakan sang ahli terapi ini untuk menganalisanya? Mari kita lihat beberapa dasar untuk membangun keluarga yang sehat.
MEMBANGUN DASAR PERNIKAHAN YANG SEHAT
Hubungan Pernikahan
Hubungan pernikahan merupakan faktor yang paling penting dalam kehidupan berkeluarga. Hubungan pernikahan merupakan fondasi dari struktur keluarga yang akan dibangun. Kita perlu membedakan suami dan istri sebagai unit pernikahan atau sebagai unit orang tua. Namun masing-masing punya peran dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Dua orang secara bersamaan dapat berfungsi sebagai pasangan dan orang tua, tetapi tetap mempunyai peran yang berbeda.
Sebuah keluarga dengan pernikahan yang tidak sehat akan selalu menghadapi pertentangan yang berat. Hubungan pernikahan yang hangat, penuh kasih, dan saling mendukung akan berpengaruh sangat baik terhadap pertumbuhan anak. Dengan banyaknya buku mengenai pernikahan, kita takkan kekurangan informasi tentang topik ini.
Bagaimana Tanggapan Keluarga Terhadap Kekuasaan?
Apakah yang terlintas dalam pikiran Anda ketika berpikir mengenai kekuasaan? Dalam konteks pembicaraan ini, saya mengartikan "kekuasaan" sebagai kemampuan setiap orang untuk mempengaruhi orang lain; atau kemampuan untuk menjadikan pikiran dan perasaan kita sebagai kekuatan utama dalam mengambil keputusan.
Kekuasaan dalam keluarga dapat dipilah-pilah dalam berbagai cara. Kekuasaan dapat dibagi secara merata di antara seluruh anggota keluarga. Atau sebaliknya, kekuasaan hanya didominasi oleh satu orang. Dalam keluarga yang berpola dominasi seperti ini, peluang untuk membangun hubungan yang dekat atau intim sangat kecil. Pasangan atau orang tua yang sangat dominan biasanya tidak dapat membina hubungan yang akrab. Dalam keluarga yang sehat, kekuasaan dibagi di antara kedua pasangan, sementara itu sedikit demi sedikit memberikan peluang kepada anak-anak untuk belajar menggunakan kekuasaan dengan cara yang sehat. Mereka mengajar anak-anak untuk mandiri.
Keakraban Keluarga
Karakteristik ketiga dari keluarga yang sehat adalah tingkat dan jenis keakraban keluarga. Keakraban satu keluarga sangatlah penting, tetapi perlu diseimbangkan dengan adanya kebebasan berekspresi dan kesempatan untuk menyendiri bagi setiap individu bila diperlukan. Artinya, Anda saling memahami dan menerima kebutuhan-kebutuhan yang timbul karena perbedaan kepribadian.
Pengekangan emosi atau pengungkapan emosi secara berlebihan dalam keluarga dapat sangat merusak. Dalam dua situasi tersebut, batas-batas pribadi cenderung dilanggar. Tidak adanya kehangatan dan kasih sayang dapat menimbulkan rasa tak aman dan kehausan akan kasih sayang. Sebaliknya, kontrol yang berlebihan menekan kebebasan dan keakraban individu.
Keakraban dan otonomi perlu diusahakan dalam sebuah keluarga. Jika tidak, kelak semua anggota keluarga, terutama anak-anak, akan kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Seberapa akrab hubungan antar-anggota keluarga Anda? Seberapa baik batas-batas pribadi diperhatikan dan dihormati? Semua hal ini merupakan dasar- dasar penting dalam membangun keluarga yang sehat.
Satu keluarga memang berbeda dari keluarga lain. Demikian pula setiap orang mempunyai kepribadian yang unik. Pesan berikut perlu diperhatikan dengan saksama: tidak ada salahnya Anda menjadi diri Anda sendiri dan saya menjadi diri saya sendiri.
Pola Komunikasi
Hal keempat yang perlu dievaluasi adalah pola komunikasi dalam keluarga. Apakah setiap orang diperbolehkan untuk berbicara, membagikan perasaan, membagikan hal-hal yang disenangi dan yang tidak? Adakah setiap orang bebas mengungkapkan perasaan? Atau, adakah daftar larangan tak tertulis untuk beberapa macam emosi?
Beberapa keluarga mengizinkan anggotanya untuk marah, tetapi tidak untuk mengungkapkan kasih sayang. Mungkin saja keluarga yang lain menerapkan sebaliknya. Beberapa keluarga lainnya melarang anggota- anggotanya mengungkapkan semua jenis perasaan. Beberapa keluarga lagi membiarkan keadaan hati mempengaruhi suasana, baik itu kehangatan, sopan santun, kemarahan, depresi, atau kehilangan harapan.
Kita semua dapat bertumbuh dan berfungsi dengan baik bila lingkungan sekitar menerima kehadiran kita. Adakah setiap anggota keluarga bersedia saling mendengarkan? Yang saya maksud adalah mendengar sungguh-sungguh, dengan mata dan telinga. Kebanyakan percakapan dalam keluarga hanya seperti percakapan antara orang-orang tuli. Firman Allah memanggil kita untuk menjadi pendengar yang "selalu siap untuk mendengar" (Yak 1:19). "Seseorang yang memberi jawab sebelum mendengar fakta-faktanya adalah bodoh dan akan mendapat malu." (Ams 18:13).
Orang tua harus menjadi teladan. Dengan gaya komunikasi mereka sendiri, mereka dapat mengajarkan prinsip-prinsip berbicara dalam bahasa orang lain. Kita hanya perlu berhati-hati terhadap perbedaan gender dan kepribadian yang dapat memicu timbulnya berbagai macam reaksi.
Dapatkah setiap anggota keluarga mengungkapkan dirinya secara bebas? Mungkin dalam keluarga Anda setiap orang bebas memotong pembicaraan orang lain, berbicara mewakili anggota lain, atau menyelesaikan perkataan anggota keluarga lain. Kebiasaan-kebiasaan buruk seperti ini dapat berkembang tanpa kita sadari.
Berdasarkan kerangka pola komunikasi, pertumbuhan dan kemajuan setiap unit keluarga dicerminkan oleh kemampuan masing-masing pribadi untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan konflik. Kemampuan bermusyawarah merupakan keahlian yang perlu dipelajari oleh pasangan suami-istri dan kemudian diajarkan kepada anak-anak mereka.
Dalam keluarga yang sehat, kita dapat menanggapi konflik sebagai peluang untuk bertumbuh. Pernahkah Anda membayangkan konflik yang terjadi dalam keluarga Yesus? Antara Yesus dan orang tua-Nya serta saudara-saudara-Nya? Saya sangat ingin tahu cara mereka menyelesaikan konflik yang ada.
Munculnya sebuah konflik dapat menjadi peluang bagi Roh Kudus untuk menuntun dan memulihkan kita.
Keluarga yang terus-menerus bertumbuh secara sehat selalu memusatkan diri pada keberhasilan dan bukan pada kegagalan. Mereka lebih mengingat saat-saat permasalahan dapat terselesaikan dan juga cara- cara pemecahannya agar mereka dapat melakukannya lagi. Mereka mau belajar dari pengalaman. Mereka tak mau terus memperdebatkan kegagalan masa lalu.
MENYESUAIKAN DIRI DAN BERTUMBUH
Beberapa tahun lalu, Chicago Cubs memenangkan kompetisi regional. Namun seperti yang biasa terjadi, seorang pemain andalan mereka mengalami kemunduran selama musim kompetisi tersebut. Manajer tim memperhatikan bahwa pemain ini menghabiskan banyak waktu untuk menonton film yang merekam penampilannya di lapangan, untuk menemukan penyebab kemundurannya. Sayangnya, hal itu jusru membuat permainannya semakin buruk!
Manajer tim menghargai usahanya mengatasi masalah sang manajer menasihatkan pemain ini untuk mulai menonton rekaman pertandingan pada masa jayanya, saat ia memukul bola dengan kekuatan penuh. Ketika ia mulai memusatkan perhatian pada hal baik yang pernah dilakukan sebelumnya, barulah ia dapat melakukannya lagi.
Kehidupan ini penuh tantangan bagi kita semua. Salah satu tantangan yang tersulit adalah menghadapi sesuatu yang luar biasa dalam hidup kita karena kehilangan atau karena suatu peristiwa tragis. Kesanggupan keluarga dalam mengatasi situasi krisis maupun perubahan-perubahan yang sering terjadi dapat menjadi barometer kesehatan keluarga.
Perubahan yang umum, seperti anak meninggalkan rumah untuk sekolah, menikah, atau kembali ke rumah lagi, memberi peluang yang tak terhingga bagi seluruh keluarga untuk melakukan penyesuaian dan bertumbuh. Bagaimana tanggapan seseorang saat terjadi perubahan dan bagaimana tanggapan yang muncul antar-anggota keluarga mencerminkan kesehatan keluarga.
Banyak keluarga menjadi berantakan karena krisis yang mendadak atau perubahan yang tak terduga. Mereka memandang perubahan sebagai ancaman, sesuatu yang menakutkan. Keluarga lain mengalami kesulitan yang sama, tetapi dapat memetik pelajaran berharga dari pengalaman tersebut.
Semangat yang dimiliki keluarga berikut dapat menjadi contoh bagi kita. Seorang ibu menjalani operasi dan harus dirawat di rumah sakit selama 27 hari. Suami dan tiga anaknya yang berusia 7, 11, dan 14 tahun harus menjalani hidup tanpa ibu mereka selama masa tersebut. Mereka memasak, membersihkan rumah, dan melakukan tugas-tugas lain yang sama sekali asing bagi mereka. Ketika sang ibu kembali, ia masih perlu waktu untuk memulihkan kesehatan hingga akhirnya dapat melakukan tugasnya kembali. Pada saat-saat tertentu seluruh keluarga berkumpul dan saling berbagi tentang apa yang mereka rasakan, apa yang mereka pelajari, dan bagaimana mereka berubah dengan ketidakhadiran sang ibu.
Krisis seperti ini dapat memperkuat, atau sebaliknya memperlemah hubungan yang ada. Masalah merupakan peluang yang memungkinkan kita untuk bertumbuh, baik secara perorangan maupun sebagai keluarga. Paulus menjelaskan hal ini ketika berkata:
Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa [tidak biasa bagi Anda dan posisi Anda] terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita [bersorak gembiral pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya [dipenuhi cahaya dan kemegahan] (1Pe 4:12,13).
MENJADI ORANG TUA YANG PENUH KASIH
Semua orang tua dalam keluarga yang sehat harus memenuhi panggilan Allah untuk menjadi orang tua yang penuh kasih. Tanggung jawab yang terutama adalah untuk membesarkan anak. Mari kita lihat beberapa hal yang dibutuhkan dalam membesarkan anak secara sehat.
Sebagai orang tua, pernahkah Anda berpikir, apakah yang telah saya lakukan bagi kerohanian anak saya? Banyak orang tua mempertanyakan hal ini, terutama setelah melewati hari yang penuh tekanan, sia-sia, kacau, dan melelahkan.
Ada orang tua yang berkata, "Suatu saat saya memertanyakan apakah saya telah menyelesaikan tugas saya. Kelihatannya saya hanya seperti mengawasi seorang anak pada saat-saat tertentu kemudian beralih ke anak yang lain, mencoba melindunginya dari suatu bencana, atau berusaha melakukan tindakan penyelamatan yang masih dapat dilakukan. Apakah ini, yang disebut menjadi orang tua? Apakah ini yang harus saya penuhi dalam hidup saya? Bagaimana saya dapat membawa mereka lebih dekat kepada Yesus? Saya hanya merasa seperti seorang pengawas."
Orang tua yang lain mengungkapkan, "Membesarkan anak ternyata jauh berbeda dari yang saya kira. Terkadang saya lebih merasa seperti seorang sopir dan di lain hari saya merasa seperti seorang pengontrol pekerjaan rumah anak-anak. Kemudian ada kalanya saya berperan sebagai penyeleksi acara TV dan koki untuk menyiapkan makan malam! Saya ingin berperan sebagai orang tua dalam hidup saya, dan saya tidak tahu kapan saya dapat melakukannya. Apakah saya telah kehilangan arah? Sudahkah saya memberikan waktu dan energi untuk bidang yang tepat, atau masih perlukah saya mengarahkan diri pada hal lain? Kapan saya dapat mengajar mereka menjadi lebih serupa dengan Yesus, di sela kegiatan mengasuh?"
Kadang kala mengasuh anak jauh lebih berat dibandingkan tugas lainnya. Kita sangat mudah tenggelam dalam tugas-tugas dan kegiatan rumah tangga, serta membereskan kekacauan-kekacauan yang terjadi. Dengan begitu kita tak lagi terfokus pada panggilan untuk menjadi orang tua kristiani.
Pada zaman dulu, ada saat-saat Allah memanggil umatNya untuk kembali pada tujuan utama mereka. Karena kesibukan yang ada, ada baiknya bila kita mengarahkan diri kembali pada panggilan kita sebagai orang tua. Pikirkan dan bacalah dengan cermat pemikiran berikut setiap hari selama satu bulan. Anda tidak akan kehilangan arah bila melakukannya.
Tujuan utama membesarkan anak adalah untuk menghasilkan anak yang berkarakter saleh, sehingga Allah dipermuliakan. Ini akan mengubah cara pandang kita terhadap kewajiban membesarkan anak. Tujuan kita bukan lagi untuk menyelesaikan masalah keluarga dan menemukan sedikit kedamaian. Kita terlibat dalam program akbar Allah. Kita sedang membentuk hidup yang siap masuk ke dalam kekekalan. Kita berperan dalam pembentukan watak anak sehingga ia dapat mencerminkan kemuliaan Allah.
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Rumah Tangga Kristen |
Kode Pelajaran | : | PKS-R05a |
Referensi PKS-R05a diambil dari:
Judul Buku | : | Hanya Maut yang Memisahkan Kita |
Judul Artikel | : | 10 Sifat dan Kebiasaan yang Perlu Diajarkan Kepada |
Anak-anak | ||
Pengarang | : | Pdt. Roby Setiawan, Th.D. |
Penerbit | : | Setiawan Literature Ministry, 2007 |
Halaman | : | 102 -- 112 |
REFERENSI PELAJARAN 05a - RUMAH TANGGA KRISTEN
10 Sifat dan Kebiasaan yang Perlu Diajarkan Kepada Anak-Anak
Pengamsal menasehati para pembacanya demikian, "Ajarlah seorang anak cara hidup yang patut baginya, maka sampai masa tuanya ia akan hidup demikian" (Ams 22:6).
Ada sebagian orang mengijinkan anak mereka yang masih kecil untuk melakukan apa saja, walaupun perbuatan itu salah dan kurang ajar. Biasanya, alasan mereka adalah: "Anak kami masih kecil, nanti saja jikalau sudah besar, ia akan kami disiplin." Pendapat itu tidak benar! Lihatlah ilustrasi berikut ini.
Seekor ayam yang salah satu kakinya cacat, berjalan melewati lapisan semen basah dengan satu kaki saja. Kemudian, seorang pemuda mengusir ayam itu dari sana. Namun, bekas tapak kakinya masih tercetak di semen. Keesokan harinya setelah semen itu menjadi kering, bekas tapak kaki si ayam terlihat jelas sekali. Ayam itu sendiri telah dipotong dan dimakan, namun bekas tapak kakinya terus terlihat selama bertahun-tahun kemudian. Demikian pula dengan watak anak; sebelum watak anak Anda mengeras, cap apa yang orang tua sudah buat dan tinggalkan dalam kepribadian mereka?
85% dari pembentukan pribadi seseorang terjadi pada waktu ia masih berada di kandungan ibunya sampai dengan usia 7 tahun. Tujuh tahun pertama di dalam kehidupan seorang anak adalah masa yang sangat penting, bagaikan lapisan semen yang masih basah bisa diberikan "cap" apa saja dan akan membekas selama berpuluh-puluh tahun kemudian.
Figur Musa adalah contoh yang menarik. Pada waktu usianya sekitar 40 tahun, Musa, yang telah diadopsi oleh sang putri Firaun, membela bangsa Yahudi dan membunuh orang Mesir (Kel 2:11-14). Mengapa bisa timbul perasaan nasionalisme kepada budak-budak Yahudi, padahal ia sudah tinggal nyaman di istana Firaun? Jawabannya adalah karena sewaktu masih kecil, Musa pernah dididik oleh mamanya sendiri sambil disusui (Kel 2:8-10). Pastilah, sang mama terus menanamkan pemahaman di dalam diri Musa kecil, bahwa ia adalah orang Ibrani yang berTuhankan Allah Yahweh. Pengajaran itu berlangsung selama beberapa tahun sampai Musa menjadi besar (kemungkinan sampai berusia 7 tahun), barulah Musa diberikan kepada sang putri Firaun. Apa yang ditanamkan dalam usia 7 tahun pertama itu sungguh berdampak besar bagi kehidupan Musa. Berikut ini adalah 10 sifat dan kebiasaan penting yang perlu diajarkan kepada anak-anak dalam usia 7 tahun pertama:
Orang tua perlu setiap hari berdoa sambil menumpangkan tangan kepada sang janin yang masih di kandungan ibunya. Ketika bayi itu sudah lahir, sang ibu perlu membiasakannya berdoa terlebih dahulu sebelum diberi susu atau makanan lembut lainnya. Kebiasaan untuk berdoa perlu terus diajarkan sampai anak itu besar. Ajarlah mereka berdoa syafaat sebelum mereka tidur, misalnya berdoa untuk: guru-guru di sekolah, kakek-nenek, orang tua, pekerjaan misi, orang yang sedang mengalami musibah, dll. Dalam hal ini, altar keluarga yang dipimpin oleh kepala rumah tangga sangat penting. Biarlah kebiasaan berdoa "mendarah-daging" dalam kehidupan anak-anak.
Usia antara 4 - 14 tahun adalah masa yang mudah bagi seseorang untuk menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Jikalau masa itu diperpanjang, maka hanya sampai pada usia 19 tahun seseorang dapat menerima Injil dengan agak mudah. Setelah usia 19 tahun, adalah sulit bagi seseorang untuk menerima berita keselamatan di dalam Yesus, kecuali hanya dengan mujizat Ilahi.
Orang tua bisa mengajarkan Injil kepada anak-anak di dalam konteks dan dengan cara yang berbeda. Misalnya: ketika anak itu dibawa ke rumah duka dan melihat mayat yang terbaring di peti jenazah, orang tua bisa, memakai momen yang penting ini untuk memberitakan Injil bagi si anak.
Anak di bawah usia dua tahun sudah bisa diajar untuk makan dengan tidak berjalan-jalan. Selesai bermain, anak perlu diajar untuk membereskan mainannya dan mengembalikan ke tempatnya. Biarkanlah anak itu sendiri yang melakukannya, tidak perlu dilakukan oleh baby-sitternya atau pembantu. Anak tidak boleh bersikap kurang ajar kepada orang lain, walaupun kepada pembantu rumah tangga.
Jikalau si anak bandel, maka orang tua boleh memukul anaknya (Ams 22:15), tetapi harus di bagian tubuh yang tepat, misalnya: di pantat (karena bagian ini berisi banyak lemak). Namun, pukulan apabila terlalu sering dilakukan akan menjadi tidak efektif. Pandangan mata yang berwibawa dari orang tua kepada anak akan lebih baik.
Seorang anak tidak menuntut orang tuanya harus kaya, tetapi adil. Ada sebagian orang tua yang lebih mengasihi anaknya yang paling pintar atau yang paling cantik, sehingga anak yang lain merasa cemburu. Hal pilih kasih terjadi di dalam keluarga Yakub. Yusuf yang lahir pada masa tua Yakub, diperlakukan secara istimewa, sehingga membuat rasa cemburu di dalam hati anak-anaknya yang lain (Kej 37:1-4).
Jikalau orang tua baru pulang dari luar kota dan mau membawakan oleh-oleh untuk anak-anak mereka, jangan lupa memberikannya kepada setiap anak. Anak kecil belumlah mengerti harga, oleh karena itu berikanlah kepada mereka sesuatu yang mereka senangi, walaupun murah.
Disiplin haruslah adil kepada setiap anak. Disiplin bisa berbentuk pujian maupun hukuman (Ibr 12:5). Setiap anak, apabila berbuat baik harus dipuji; jika berbuat salah, haruslah dihukum. Berat atau ringannya hukuman harus disesuaikan dengan macam kesalahannya. Misalnya: seorang anak lelaki yang berusia 9 tahun mencoba untuk men-starter mobil ayahnya. Sebelumnya, sang ayah telah memberitahukannya beberapa kali tentang prosedur menyalahkan mesin mobil, yakni dengan menetralkan lebih dahulu posisi versneling. Si anak sudah melakukannya beberapa kali dengan baik. Namun pada suatu malam, si anak bersikap ceroboh. Ia tidak menetralkan posisi versneling lebih dahulu, sehingga ketika distarter, mobil itu langsung menabrak pintu garasi. Akibatnya, pintu garasi dan bemper mobil rusak. Si ayah mendisiplin anaknya dengan tidak mengijinkan bermain di Timezone selama 1 bulan. Bagi si anak, bermain di Timezone adalah hal yang sangat disukainya. Tetapi karena kesalahannya, ia harus menyangkal diri, dan itulah bentuk disiplin yang cocok baginya. Jadi, disiplin tidak selalu berbentuk pukulan fisik.
Anak perlu diajar untuk berterima kasih atas setiap berkat Tuhan yang mereka terima, misalnya: makanan/minuman, kesempatan untuk belajar, tempat tinggal, kendaraan yang dipakai, pembantu yang setia melayani, semua mainan yang tersedia, kado HUT, dll. Jangan biarkan mereka bersungut-sungut.
Anak yang sejak kecil sudah biasa hidup "enak", ada kecenderungan untuk tidak menghargai kenyamanan hidup yang mereka nikmati, dan bersikap take it for granted (menganggap hal itu sebagai sudah seharusnya demikian). Anak seperti itu perlu sesekali diajak, misalnya, menumpang bis umum atau angkota. Biarkan mereka melihat dan mengalami realita hidup yang sesungguhnya, dimana begitu banyak orang yang kondisi hidupnya begitu susah. Dengan demikian, mereka bisa mengucap syukur untuk mobil orang tua mereka yang ber-AC.
Pada waktu Ebenezer, anak kami yang kedua, berulang tahun yang ketujuh, kami mengadakan pesta HUT yang unik. Bersama dengan perayaan HUT Angie, anak ketiga dari salah seorang anggota majelis gereja, kami mengundang anak-anak dari "kolong jembatan" untuk menghadiri acara ini. Tentu saja, anak-anak teman sekolah minggunya juga diundang. Kami menyediakan snack dan nasi untuk mereka yang kekurangan. Juga, beberapa anggota gereja menyumbangkan beberapa bahan pokok, seperti beras, minyak, dll, untuk orang tua dari anak-anak prasejahtera itu. Momen seperti itu sungguh memberikan kesan yang mendalam bagi anak kami. Mereka belajar untuk menghargai setiap anugerah Tuhan dan belajar untuk memberi kepada mereka yang berkekurangan.
Sifat kejam adalah sifat yang menikmati ketika melihat penyiksaan terjadi pada diri orang lain atau binatang. DR. Albert Schweitzer berkata, "Hargailah kehidupan!" Jangan siksa seekor anjing, kucing, atau semut sekalipun. Jikalau mau membunuhnya, bunuhlah, tetapi jangan disiksa sedikit demi sedikit sampai mati. Seorang anak yang dibiarkan menyiksa seekor binatang, pada suatu saat dia akan menyiksa manusia juga. Pertunjukan yang sadis di acara-acara TV perlu dijauhi, misalnya: free wrestling (gulat bebas), UFC, film-film dan game-game yang bernafaskan kekerasan hendaknya dijauhi. Apa yang ditonton oleh mereka akan sangat mudah ditiru. Rasul Paulus memberikan prinsip yang penting sbb,
"Segala sesuatu diperbolehkan, benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala sesuatu diperbolehkan benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain" (1Ko 10:23-24).
Karena takut dihukum atau untuk menghindari suatu tugas yang mereka tidak senangi, sebagian anak berbohong kepada orang tua atau guru mereka. Orang tua perlu peka terhadap hal ini. Adakan cross-check dengan orang-orang yang menyaksikan hal itu, lalu bandingkan dengan apa yang dikatakan oleh si anak.
Misalnya: seorang anak yang dileskan piano oleh orang tuanya, harus berlatih main piano setiap harinya. Pada suatu hari, si ibu bertanya kepada anaknya, apakah ia sudah berlatih piano pada hari itu. Si anak berkata: sudah. Namun, si ibu perlu sesekali melakukan cross-check kepada pembantunya, yang setiap saat di rumah, apakah betul si anak sudah berlatih piano. Jikalau si anak berbohong, maka ia perlu didisiplin. Jangan biarkan kebohongan sekecil apapun dilakukan oleh anak yang masih kecil, sebab hal itu menjadi benih yang tidak baik untuk masa depan hidupnya.
Contoh lain lagi: si Andi menangis ketika pulang dari sekolah. Ia mengadu kepada orang tuanya, bahwa ia baru saja dipukul oleh Joni, temannya. Orang tua tidak perlu panik dalam hal ini, dan jangan langsung percaya 100% kepada perkataan Andi. Orang tua perlu bertanya kepada guru kelas dari Andi, atau kepada orang yang melihat kejadian itu. Ternyata, yang diceritakan Andi hanya separoh benar. Si Andi suka menggodai Joni, sehingga akhirnya Joni menjadi marah dan memukulnya. Dengan demikian, orang tua yang bijaksana harus mendisiplin Andi dan mengajarnya untuk berkata jujur; tidak menutup-nutupi sebagian fakta dengan tujuan untuk mendapat dukungan dari orang tua.
Tentunya, teladan orang tua dalam hal kejujuran adalah sangat penting. Apabila si anak melihat orang tuanya sering berbohong kepada orang lain, bahkan ada pula orang tua yang mengajarkan anaknya untuk berbohong dalam hal-hal tertentu, maka hal itu pasti akan berdampak negatif bagi kepribadian si anak.
IQ yang tinggi tidak menjamin seorang anak menjadi sukses. Thomas Alva Edison (1847-1931) pernah berkata, bahwa IQ hanya menyumbangkan 5% saja dari kesuksesan seseorang, sisanya adalah ketekunan, keuletan, dan sifat-sifat positif lainnya.
Memang dalam kehidupannya, Thomas telah berusaha untuk menjadi tekun dan ulet. Pada masa kecilnya, salah satu telinganya menjadi tuli karena infeksi. Thomas kecil sulit bergaul dengan teman- temannya di sekolah dan dianggap sebagai pembuat masalah oleh guru-gurunya. Pada usia 11 tahun, ia dikeluarkan oleh guru sekolahnya karena dianggap "anak bodoh"; namun, ibunya mendidiknya dengan sabar. Akhirnya, setelah mengalami kegagalan sebanyak lebih dari 1000 kali, muncullah seorang Thomas Alva Edison yang menemukan beberapa hal penting, yakni: bola lampu, phonograph (piringan hitam), gambar bergerak, telegraph, dan teknologi telepon. (1)
Ketekunan dan keuletan perlu diajarkan sejak dini di dalam kehidupan anak-anak. Kepribadian mereka perlu dilatih untuk tidak mudah menyerah. Jikalau mendapat nilai merah di dalam pelajaran di sekolah, janganlah cepat-cepat mundur dan putus asa. Robert Schuller mendefinisi ulang makna "kegagalan":
Kegagalan tidak berarti bahwa Anda adalah orang yang gagal. Itu berarti bahwa Anda masih belum berhasil.
Kegagalan tidak berarti bahwa Anda tidak menyelesaikan apa-apa; itu berarti bahwa Anda telah belajar sesuatu.
Kegagalan tidak berarti bahwa Anda telah dipermalukan; itu berarti bahwa Anda telah berkemauan mencoba.
Kegagalan tidak berarti bahwa Anda tidak mendapatkannya; itu berarti bahwa Anda harus melakukannya dengan cara yang lain.
Kegagalan tidak berarti bahwa Anda telah menyia-nyiakan hidup Anda; itu berarti bahwa Anda mempunyai alasan untuk mulai lagi.
Kegagalan tidak berarti bahwa Anda harus menyerah; itu berarti bahwa Anda harus mencoba lebih keras.
Kegagalan tidak berarti bahwa Anda tidak akan pernah mencapainya; itu berarti Anda masih memerlukan waktu sedikit lebih lama.
Kegagalan tidak berarti bahwa Allah meninggalkan Anda; itu berarti bahwa Ia memiliki gagasan yang lebih baik. (2)
Apabila si anak nakal di sekolah, lalu kemudian gurunya mendisiplinnya; biarlah orang tua tidak dengan serta-merta membela anaknya. Anak itu perlu belajar untuk menerima risiko dari kenakalannya.
Nyanyian Musa memberikan kita pengajaran yang baik dalam melatih kepribadian anak, "Laksana rajawali menggoyang-bangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya" (Ula 32:11).
Seekor induk burung rajawali melatih anak-anaknya untuk terbang dengan cara "membuang" anak itu di angkasa. Anak-anak burung itu dilatih untuk menggunakan sayap mereka. Ketika anak-anak burung itu hampir jatuh ke tanah, maka sang induk cepat-cepat menatangnya kembali di atas kepaknya. Berkaitan dengan training kepribadian anak, Jendral Mac Arthur pernah mengucapkan suatu doa yang unik:
Ya Tuhan, aku mohon supaya anakku jangan dibawa ke jalan yang mudah dan lunak, melainkan dibawa ke jalan yang penuh desakan, kesulitan dan tantangan. Didiklah anakku supaya ulet berdiri di atas badai. Bentuklah anakku menjadi manusia yang hatinya jernih, yang cita-citanya luhur, anak yang sanggup memimpin dirinya sebelum sanggup memimpin orang lain. Dengan demikian, aku, ayahnya akan memberanikan diri untuk berbisik, "Hidupku ini tidaklah sia-sia. "Amin. (3)
Catatan:
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Kemurnian |
Kode Pelajaran | : | PKS-R04c |
Referensi PKS-R04c diambil dari:
Judul Buku | : | Persiapan Pernikahan |
Judul Artikel | : | Menghadapi Konflik |
Pengarang | : | H. Norman Wright |
Penerbit | : | Gloria, Yogyakarta, 1998 |
Halaman | : | 180 -- 182 |
REFERENSI PELAJARAN 04c - KEMURNIAN
MENGHADAPI KONFLIK
Ada lima cara untuk menghadapi konflik pernikahan.
Yang pertama adalah menarik diri. Jika Anda cenderung melihat konflik sebagai sesuatu yang sama sekali tak dapat dielakkan dan sangat sulit dikendalikan, maka mungkin memang tak ada gunanya Anda mencoba mengatasinya. Anda dapat menarik diri secara fisik dengan meninggalkan ruangan atau lingkungan tertentu, atau secara psikologis dengan tidak berbicara, bersikap acuh atau melindungi diri sedemikian rupa hingga apa yang dikatakan tidak akan mempengaruhi Anda. Ada banyak orang yang menggunakan pendekatan ini untuk nelindungi diri mereka.
Memenangkan pertarungan adalah sebuah alternatif lain. Jika konsep diri Anda terancam atau jika Anda merasa harus mempertahankan kepentingan Anda, maka kemungkinan metode ini tepat bagi Anda. Jika Anda berada pada posisi yang lebih berotoritas dan posisi tersebut terancam, maka memenangkan pertarungan merupakan serangan balasan. Tak peduli apa pun harga yang harus dibayar, menang merupakan sasaran utama.
Orang menggunakan berbagai macam taktik untuk menang. Karena pasangan suami-istri sadar betul akan daerah-daerah kelemahan dan yang bisa menyakitkan pasangannya, seringkali mereka justru memanfaatkannya untuk memaksa pasangannya mengikuti kemauan mereka. Para "pemenang" ini bahkan mungkin menyerang harga diri seseorang supaya menang. Mereka menyimpan dendam dan menggunakannya pada saat yang tepat untuk menghadapi sebuah konflik. Mereka dapat meluapkan emosi dan sakit hati yang sudah tersimpan lama pada saat yang menguntungkan. Pendekatan "menumpuk dendam" seperti ini merupakan bentuk lain dari balas dendam dan jelas tidak mencerminkan sikap pengampunan dari orang Kristen.
Kalau memenangkan pertarungan adalah cara yang Anda pilih, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
Orang memerlukan harga diri yang kuat untuk mendapatkan kepuasan dalam hidup dan dalam pernikahan mereka. Tetapi apa yang mendasari hal ini? Jika seseorang merasa tidak aman atau ragu-ragu, seringkali ia menciptakan gambar diri yang palsu untuk membodohi orang lain yang pada akhirnya justru membingungkan dirinya sendiri. Tunduk pada orang lain, mengalah atau kalah dalam debat atau pertengkaran merupakan ancaman besar terhadap perasaan seseorang akan dirinya sendiri, sehingga ia berjuang agar hal itu tidak terjadi. Orang yang otoriter biasanya tidak pernah merasa seaman seperti yang ia bayangkan. Tunduk pada orang lain merupakan suatu tanda bahwa posisinya telah lemah.
Seseorang yang merasa membutuhkan sesuatu akan lebih gigih berusaha untuk mendapatkannya daripada bila ia hanya menginginkan sesuatu. Sudahkah Anda membedakan antara kebutuhan dan keinginan? Mungkin Anda akan melihat sesuatu sebagai kebutuhan dalam hidup Anda sementara pasangan Anda melihatnya sebagai keinginan belaka. Bagaimana Anda tahu bahwa sesuatu itu benar-benar merupakan kebutuhan?
Pendekatan ketiga dalam menghadapi konflik adalah menyerah. Kita sering melihat rambu-rambu jalan yang mengharuskan kita memberi jalan kepada orang lain; yang ditempatkan demi keamanan kita sendiri. Jika kita mau mengalah dalam suatu konflik, berarti kita juga melindungi diri kita sendiri. Kita tidak ingin berisiko menghadapi konfrontasi, sehingga kita mengalah dan mengikuti pasangan kita.
Kita semua menggunakan pendekatan ini dari waktu ke waktu, tetapi apakah mengalah merupakan pola yang biasa Anda gunakan? Mengalah terus-menerus bisa menciptakan rasa kemartiran atau pada akhirnya perasaan bersalah dalam diri pasangan Anda. Kita bahkan menemukan beberapa orang yang harus "kalah" dalam konflik rumah tangganya. Pendekatan ini merupakan cara untuk menjaga kesaksian kita. Dengan mengalah akan timbul kesan bahwa Anda dapat menguasai diri dan adalah orang yang "paling Kristen."
Kita belajar untuk menekan atau menahan kemarahan dan juga menumpuknya, bukannya melakukan apa yang Nehemia lakukan ketika mendengar adanya perlakuan sewenang-wenang terhadap bangsanya yang miskin. "Maka sangat marahlah aku [Nehemia], ketika kudengar keluhan mereka dan berita-berita itu. Setelah kupikir masak-masak, aku menggugat dan para pemuka dan penguasa" (Neh 5:b-7). Sebagian orang mendapatkan banyak hal dari kekalahan mereka sebanyak yang orang lain dapatkan dari kemenangan mereka.
Sebuah metode lain dalam menghadapi konflik adalah berkompromi atau memberi sedikit untuk mendapat sedikit. Anda telah belajar bahwa Anda perlu menahan sebagian ide atau tuntutan agar pasangan Anda dapat memberi respon. Anda tidak mau terus-menerus menang, tetapi juga tidak mau bila pasangan Anda yang terus-menerus menang. Pendekatan ini memembutuhkan persetujuan dari kedua pihak.
Metode kelima disebut "menyelesaikan. " Jika Anda mengikuti metode ini dalam menghadapi konflik, maka setiap situasi, sikap atau perilaku diubahkan melalui komunikasi secara langsung dan terbuka. Pasangan ini bersedia meluangkan cukup banyak waktu untuk membicarakan keberbedaan-keberbedaan di antara mereka sehingga meski sebagian dari keinginan dan ide mereka yang semula telah berubah, mereka sangat puas dengan solusi yang mereka capai.
Metode yang paling baik atau paling ideal untuk mengatasi konflik? Masing-masing memiliki keefektifan dalam situasi-situasi tertentu. Ada saatnya mungkin, memenangkan pertempuran merupakan cara yang terbaik, dan bukan kompromi. Mengalah pada saat-saat tertentu bisa merupakan suatu tindakan nyata dari kasih dan perhatian yang benar dan murni. Tetapi cara ideal yang kita pakai adalah cara yang menyelesaikan konflik.
Ketika seseorang menggunakan penarikan diri sebagai pola yang biasa ia gunakan dalam menghadapi konflik, hubungan akan terganggu dan kebutuhan-kebutuhan akan sulit terpenuhi. Ini merupakan cara yang paling tidak membantu dalam menghadapi konflik. Hubungan tersebut tidak dapat bertumbuh dan berkembang.
Jika ini merupakan cara Anda, pikirkan mengapa Anda menarik diri. Ini bukanlah demonstrasi dari ketundukan dan kerendahan hati yang alkitabiah. Metode ini seringkali dipakai karena adanya perasaan takut-terhadap pasangan Anda atau terhadap kemauan Anda sendiri.
Memenangkan pertarungan akan memenuhi tujuan pribadi tetapi pada saat yang sama mengorbankan hubungan yang dimiliki. Seseorang bisa saja memenangkan pertempuran tetapi kalah dalam perang. Dalam suatu pernikahan, pernikahan, hubungan yang baik lebih penting daripada tujuan pribadi, dan memenangkan pertarungan dapat menjadi kemenangan yang hampa.
Mengalah punya nilai yang lebih tinggi karena kelihatannya membangun sebuah hubungan, tetapi tujuan atau kebutuhan pribadi seseorang dikorbankan di sini yang dapat menimbulkan dendam. Mengalah mungkin tidak membangun seperti yang diyakini banyak orang, karena jika hubungan itu sedemikian pentingnya, maka seseorang akan bersedia berbagi, berkronfontasi dan berani bicara. Apa yang dapat dicapai melalui resolusi akan membangun hubungan lebih baik lagi dan memperlihatkan perhatian yang semakin besar lagi bagi hubungan itu lebih dari metode lainnya.
Kompromi merupakan sebuah usaha untuk menjaga kelangsungan suatu hubungan dan pemenuhan sebagian kebutuhan. Tawar menawar yang terjadi dapat berarti bahwa ada beberapa nilai yang dikompromikan. Anda bisa saja mendapati bahwa Anda tidak begitu puas dengan hasil akhirnya, tetapi masih lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Sebenarnya hal ini pun dapat mengancam hubungan tersebut. Akan timbul kegelisahan setelah kompromi dibuat.
Menyelesaikan konflik adalah cita-cita yang harus dituju oleh setiap pasangan. Sebuah hubungan dapat diperkuat setelah konflik terselesaikan dan kebutuhan-kebutuhan terpenuhi bagi kedua pihak. Di sini dibutuhkan lebih banyak waktu, penerimaan serta kesediaan untuk mendengarkan.
Anda mungkin bisa berubah dalam proses tersebut, tetapi Anda senang dengan perubahan yang terjadi. Perubahan yang positif dan menguntungkan. Dan perubahan itu mungkin dilakukan, bahkan perlu dilakukan! Karena Yesus Kristus ada dalam hidup Anda, Anda dapat menyerahkan segala ketakutan dan kegelisahan. Anda dapat memiliki keyakinan dan keberanian baru untuk menghadapi berbagai masalah hidup, dan dengan cara yang baik, dengan orang-orang lain di sekitar Anda. Sebagian orang merasa bahwa mereka tidak mungkin berubah. Namun Firman Allah berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Fili 4:13)
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Suami Istri dalam Pernikahan Kristen |
Kode Pelajaran | : | PKS-R04b |
Referensi PKS-R04b diambil dari:
Judul Buletin | : | TELAGA |
Judul Artikel | : | Menjadi Sahabat Bagi Suami |
Pengarang | : | Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. |
Penerbit | : | Literatur SAAT, Malang, 2004 |
Halaman | : | 5 -- 18 |
REFERENSI PELAJARAN 04b - SUAMI ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
MENJADI SAHABAT BAGI SUAMI
Pembahasan kali ini terutama diarahkan kepada para ibu atau istri. Ibu-ibu juga dituntut menjadi sahabat buat anak, maka pengertian menjadi sahabat buat suami secara umum perlu dijelaskan terlebih dahulu. Sahabat adalah:
Tuhan memberikan peranan khusus kepada istri seperti dalam kitab Kejadian, bahwa istri itu menjadi seorang penolong yang sepadan bagi suaminya. Memang di Alkitab tidak dijabarkan apa maksudnya penolong, tapi melalui realitas sehari-hari kita bisa menimba dan menyimpulkan beberapa hal yang bermanfaat bagi para istri.
Jadi kita akan melihat dua arti sahabat ini dalam kelima hal yang bisa dilakukan seorang istri buat suaminya. Hal utama yang mendasari kelima hal yang akan dibahas lebih lanjut adalah:
Seorang istri harus mengerti suaminya, karena seorang suami pada umumnya memiliki keunikan-keunikan yang membedakan dia dari seorang wanita. Seorang istri perlu mengerti bahwa pria menghormati wanita yang stabil emosinya. Bagi pria ketidakstabilan emosi diidentikkan dengan kelemahan kepribadian. Apalagi kita hidup dalam dunia yang menuntut kestabilan emosi, menuntut rasionalitas, menuntut subjektifitas, yang menuntut seorang pria mengedepankan rasionya dan menempatkan emosinya di belakang. Maka di dunia pria, seorang yang terlalu dikuasai oleh emosi cenderung dijauhi dan tidak ditoleransi oleh sesama pria, bahkan bagi banyak pria seseorang yang menunjukkan emosi yang terlalu kuat menjadi seseorang yang menakutkan. Sehingga reaksi pria pada umumnya adalah tidak mau dekat-dekat dengan sesama pria yang beremosi terlalu kuat. Saya kira persepsi atau standar ini dibawa oleh pria ke dalam rumah tangganya, sehingga pada umumnya pria akan berkeberatan kalau istrinya terlalu beremosi.
Padahal seorang wanita pada pembawaan dasarnya memang emosional. Jadi perlu ada usaha dari kedua belah pihak untuk menyesuaikan diri.
Waktu seorang wanita ingin menyampaikan permintaannya dia harus membahasakannya dengan tepat. Pria peka dengan yang namanya tuntutan. Jadi sebaiknya waktu wanita minta sesuatu, dia memintanya dengan cara yang halus dan sopan karena pria cenderung bereaksi terhadap yang namanya tuntutan. Sampaikan permintaan itu dengan lemah-lembut dan harus konkret, ada hal-hal yang bagi wanita sangat mudah dicerna, contohnya adalah kasih. Wanita bisa meminta kepada pria "tolong kasihi aku", tapi bagi pria kata 'kasihi aku' adalah kata yang sangat abstrak, pria kurang mengerti hal yang seperti itu. Misalnya lagi aku membutuhkan engkau di rumah, bagi seorang pria membutuhkan engkau di rumah artinya diam di rumah. Tapi bisa jadi yang diminta oleh wanita bukan secara fisik berada di situ, tapi yang dibutuhkan oleh istri misalnya membantunya untuk menangani pelajaran anak, membantunya memasak atau bersama-sama berbicara, berbincang-bincang dan sebagainya. Itu yang dimaksud oleh wanita dengan "aku meminta engkau untuk sering di rumah". Jadi hal seperti ini perlu dikonkretkan, pria tidak begitu bisa memahami isi hati wanita yang baginya abstrak, oleh, karena itu penting bagi seorang pria mendapatkan penjelasan-penjelasan yang konkret.
Sering kali pria menjauhi wanita yang beremosi tinggi. Kenyataannya kalau istri itu terlalu emosional, pria sering kali menjauhi, rasanya tidak suka dengan istri yang emosi. Pada masa berpacaran, wanita mungkin berpikir "O, ... pacarku tidak berkeberatan", padahal dalam kenyataannya dia berkeberatan. Namun karena pada masa berpacaran frekuensi pertemuan itu tidak intensif atau tidak bertemu setiap jam, pria tidak terlalu merasa dampaknya. Namun setelah dia serumah dan mulai melihat emosi wanita yang turun-naik, kecenderungannya adalah pria itu akan melarikan diri. Dia tidak sanggup menghadapi emosi yang begitu kuat, jadi daripada menghadapinya dan kewalahan, akhirnya ia menghindar. Ini sering kali menjadi pola dalam masalah-masalah pernikahan, di mana pria akhirnya menghindar dan wanita mengejar. Mengejar agar pria itu menemani dia, sabar menunggu dan menghadapi emosinya, si pria tidak bersedia, dan kebanyakan pria akan melarikan diri.
Kenapa pria cenderung berbuat seperti itu? Karena dia tidak begitu biasa dan tidak begitu nyaman dengan perubahan mendadak. Pria mempunyai suatu kebutuhan yaitu kebutuhan untuk menguasai keadaan, mengontrol situasi. Sewaktu istri tiba-tiba marah atau karena pelajaran anak tiba-tiba si istri mulai berteriak-teriak, hal itu membuat suasana tidak terkontrol, pria tidak suka dengan yang namanya tidak terkendali. Maka dia berusaha menciptakan suasana yang terkendali. Maka saya menasihati para ibu, jika ada masalah, rencanakanlah waktu untuk bicara dengannya, artinya jangan secara tiba-tiba langsung melontarkan problem itu di hadapan pria. Apalagi memaksa pria untuk langsung menghadapi atau menjawabnya. Saran saya adalah, katakan pada suami, "Ada yang ingin saya bicarakan nanti malam, apakah boleh. Atau kalau misalnya malam ini kurang begitu cocok kapan kita bisa berbicara."
Saya membagikan pengalaman saya sendiri, istri saya mencoba memahami saya dalam hal ini, tapi sekarang pun kalau istri saya berkata ada yang ingin saya bicarakan nanti malam, saya sudah langsung memberikan reaksi menutup diri, jantung saya sudah mulai berdebar-debar dengan lebih cepat dan saya sudah membayangkan bahwa nanti malam akan ada pembicaraan yang serius, dan saya sudah takut. Karena pembicaraan yang serius berarti kemungkinan emosi akan keluar, kemungkinan ada pertengkaran atau perselisihan. Jadi meskipun istri saya sudah mencoba menghaluskan bahasanya dengan berkata ada yang ingin saya bicarakan dan dia tidak langsung mengutarakannya, tetap saya sudah bereaksi. Saya masih ingat, dulu waktu istri saya langsung mengeluarkan unek-uneknya tanpa saya siap untuk menghadapinya, kecenderungan saya adalah saya mendiamkan dia, saya tidak menanggapi dia. Itu membuat dia tambah panas, tambah marah, akhirnya menjadi bertengkar. Akhirnya kami menemukan cara yang lebih cocok untuk kami dan mudah-mudahan ini juga bisa diterima oleh para pembaca.
Mungkin juga ada kekhawatiran dari kaum pria atau suami yaitu kalau diperhadapkan masalah secara tiba-tiba dan ia tidak siap dengan jawabannya maka itu cukup memalukan. Padahal setiap kita tentu menghindari untuk dipermalukan dengan cara seperti itu. Pria ingin dilihat mampu atau sanggup, jadi sewaktu diperhadapkan dengan suatu yang tak bisa dikuasainya dia menjadi sangat kewalahan. Dan dalam kewalahan itu ia kurang bisa rasional, sehingga memaksa wanita untuk diam. Atau semakin menegaskan posisinya sebagai seorang suami. Jadi istri harus tunduk kepadanya.
Memang kenyataannya seorang laki-laki itu demikian keras. Bagaimana sikap seorang istri jika suaminya menghadapi suatu masalah itu dengan marah? Apakah istri itu bijaksana kalau masalah diatasi sendiri ...?
Kalau ada hal-hal yang bisa diatasi sendiri dan memang tidak berkaitan langsung dengan si suami, saya kira tidak apa-apa. Jadi suami memang mempunyai batas-batas sampai berapa jauh dia bisa mengatasi stres, kalau seorang istri menyadari bahwa inilah batas sang suami maka ia bisa bersikap dan bertindak dengan tepat. Malam itu jika waktu suami pulang wajahnya sangat tegang, dia sangat letih, dan si istri tahu topik ini bisa langsung memicu kemarahan si suami maka kalau si istri berhikmat, akhirnya ia memutuskan lebih baik tidak saya sampaikan dulu sekarang. Mungkin nanti setelah beberapa hari situasi sudah reda dan waktunya sudah cocok baru saya sampaikan. Itu hal yang baik, itu adalah hikmat. Karena satu hal yang juga perlu kita sadari adalah suami tidak merasa berkewajiban mengetahui semua hal. Kadang kala ada satu kesalahfahaman di pihak kita yaitu saya harus memberitahukan semuanya padahal tidak demikian. Sebab cukup umum pria berpikiran bahwa hal-hal rumah tangga adalah wewenang istri, hal-hal di luar yang berkaitan dengan pekerjaan dan sebagainya adalah wewenang saya atau tanggung jawab saya. Jadi kalau misalnya istri memutuskan, biarlah untuk urusan ini atau urusan anak atau apa tidak perlu langsung diberitahukan kepada suami, saya kira itu tidak apa-apa, bisa ditoleransi asalkan memang bukan dengan motivasi menutupi atau membohongi. Maka dalam pengertian mencari waktu yang lebih tepat dan memutuskan bahwa ini memang bukan waktunya, saya kira itu bijaksana. Kalau masalah itu sudah selesai baru diceritakan dan kebanyakan tidak akan berkeberatan. Kecuali saat itu, setelah istri menceritakan, suami berkata, "Saya keberatan, lain kali saya lebih mau diberitahukan dari awalnya". Tapi wanita bisa berkata, "Saya ini takut kalau saya bicarakan langsung reaksimu akan begitu keras, jadi bagaimana jalan keluarnya?" Mintalah masukan dari suami supaya istri bisa menyampaikan kepadanya tanpa membuat dia lepas kendali, sehingga bisa dibicarakan. Kalau dia berkata, "Ya tidak apa-apa, engkau beritahukan aku setelah semuanya ini selesai." ini berarti tidak apa-apa untuk lain kali pun kita bisa menggunakan metode yang sama.
Jadi memang erat kaitannya bagaimana istri menjadi sahabat suami ini dalam pemecahan masalah dalam keluarga. Dan penting sekali istri menjadi bagian dari pemecahan masalahnya.
Pertama, pria cenderung menganggap atau mengharapkan rumah sebagai tempat berteduh. Rumah adalah tempat dia bisa ke luar dari tempat pekerjaan (tempat di mana dia harus menghadapi problem) dan masuk ke dalam tempat di mana dia tidak menghadapi problem. Jadi waktu harus menghadapi problem di rumah, pria cenderung kurang begitu mahir untuk memecahkannya.
Kedua, adakalanya pria kurang begitu mahir menghadapi problem di rumah karena problem membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan dirinya. Waktu si istri memunculkan masalah dengan dia, mengkritiknya, meminta dia bahwa dia kurang berlaku ini, dia kurang berbuat ini, suami akan merasa bahwa ada yang kurang pada dirinya, ada yang perlu diperbaiki. Pria tidak suka dengan hal itu, pria cenderung menginginkan dirinya dilihat sanggup, mampu mengatur dan mengatasi semuanya. Sewaktu mendengar komentar-komentar seperti ini, cenderungnya adalah dia bersifat defensif atau membela diri. Tatkala problem itu memang betul-betul ada, secara konkret wanita atau istri harus bersikap terhadap suaminya seperti berikut ini:
Kalau memang suaminya yang menjadi sumber problem, saya kira yang akan kita bicarakan adalah dalam pengertian ada niat baik dari kedua belah pihak. Dan ada rasa kepedulian dan cinta kasih yang tinggi antara dua belah pihak. Kalau suaminya sudah menjadi problem misalnya disengaja ada perempuan lain, dia berjudi dan sebagainya, dia tidak bertanggung-jawab main dengan teman-temannya, malam pulang dengan semaunya, saya kira dalam konteks seperti itu yang dibicarakan akan efektif. Memang di dalam persahabatan harus ada timbal balik, baru terjalin persahabatan.
Ada yang bertanya, dalam hal ini perlukah si istri itu menawarkan diri terlebih dahulu?
Saya kira kalau memang misalkan sudah ada jadwal tertentu beberapa minggu sekali, istri bisa bertanya apakah ini yang perlu dilakukan malam nanti. Saya kira jika hal itu membuat suami merasa bahwa istri juga membutuhkan dan menyenanginya, sehingga bukan hanya dia sendiri yang meminta, itu akan membuat suami merasa jauh lebih baik dan jauh lebih senang.
Semua itu jelas merupakan suatu pengorbanan dari si istri untuk menjadi sahabat bagi suami. Firman Tuhan dalam Efe 5:22 menasihatkan: "Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat."
Jadi pada intinya kalau mau menjadi sahabat buat seorang suami, yang terpenting adalah benar-benar mencoba menghormati dia, pikirannya, permintaannya, keinginannya. Dan sewaktu istri mulai mengedepankan keinginan si suami, biasanya itu akan direspons secara positif oleh suami. Jadi mulailah mengedepankan dan menundukkan diri di hadapan suami.
Itulah pesan firman Tuhan yang tentunya sangat berguna bagi kita sekalian.
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Suami Istri dalam Pernikahan Kristen |
Kode Pelajaran | : | PKS-R04a |
Referensi PKS-R04a diambil dari:
Judul Buletin | : | TELAGA |
Judul Artikel | : | Menjadi Sahabat Bagi Istri |
Pengarang | : | Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. |
Penerbit | : | Literatur SAAT, Malang, 2004 |
Halaman | : | 5 -- 17 |
REFERENSI PELAJARAN 04a - SUAMI ISTRI DALAM PERNIKAHAN KRISTEN
MENJADI SAHABAT BAGI ISTRI
Persahabatan tidak bisa dijalin secara sepihak. Walaupun istri mau bersahabat namun bila suaminya menolak tentu tidak terjadi persahabatan. Sebenarnya banyak suami yang sungguh-sungguh mau menjadi sahabat buat istrinya, namun belum tahu apa yang harus dia lakukan. Jadi saya rasa pembahasan ini pasti akan menjadi berkat bagi kita sekalian.
Sering kali wanita maupun pria melihat satu sama lain sebagai makhluk yang asing, makhluk yang tidak bisa dia pahami. Dalam hal-hal tertentu masing-masing bisa memahami pasangannya, tapi untuk waktu-waktu yang lain, suami terkadang menganggap cara pikir istri begitu lain, dan aneh. Sebaliknya, istri berprasangka suami berpikiran begitu aneh, mengapa dia sampai bisa berpikir seperti itu. Maka saya setuju dengan komentar, bahwa ada suami atau istri yang sebetulnya berupaya dengan tulus untuk mengerti pasangannya, tapi mengalami kesulitan.
ENAM PRINSIP YANG DAPAT MENJADI BERKAT BAGI RUMAH TANGGA
Dalam kondisi emosi tidak stabil, yang paling penting adalah suami tidak membalasnya. Kalau istri mulai beremosi dan suami membalasnya, emosi disulut oleh emosi akan memperburuk keadaan. Juga jangan mendiamkannya, ada suami yang akhirnya karena takut, mendiamkan, justru tidak mau mengajak si istri berbicara. Itu juga salah. Yang harus dilakukannya adalah tetap berbicara seperti biasa tapi lebih peka, nada suara jangan terlalu dinaikkan, gunakan kata- kata yang lebih lembut. Dengan kata lain, kita mencoba mengontrol suasana di luar agar kondusif, dan bisa lebih reda. Misalkan masih ada piring-piring menumpuk yang harus dicuci, dan si suami melihat istri mulai tegang, tawarkanlah diri untuk mencuci piring-piring tersebut. Atau ketika anak perlu perhatian, istri mulai merasa tegang, suami bisa berkata, "Apa bisa saya bantu, saya saja yang mengajak anak malam ini." Gerakan atau upaya suami untuk menolong istri akan menciptakan suasana yang teduh, yang dapat membawa istri untuk lebih tenang.
Mengapa kadang-kadang pria merasa canggung, justru setelah dia menjadi suami bagi wanita yang sekarang jadi istrinya? Waktu berpacaran rasanya tidak ada kecanggungan untuk memegang pundaknya, dan memegang tangannya ketika berjalan. Tapi setelah menjadi suami- istri sekian tahun lalu pria canggung. Saya kira ada beberapa penyebabnya:
Bisa juga meluangkan waktu pada saat jalan pagi atau sore sesudah makan, di halaman atau di ruang tamu berbincang-bincang, ini memang harapan setiap istri.
Bila mau dilakukan, ternyata tidak terlalu susah, jalan pagi bersama-sama atau berduaan sore-sore, atau ngobrol-ngobrol berdua. Itu nantinya bisa menjadi kebiasaan. Dan saya melihat akhirnya waktu suami bisa memberikan meskipun tidak banyak waktu seperti itu, hasil yang dia akan petik justru sangat besar. Si istri merasa disayangi dan akan membalas dengan lebih banyak cinta kasih kepada suaminya.
Mungkin saja pertanyaan itu merupakan kebutuhan istri untuk memberikan rasa aman pada dirinya, cintanya berkali-kali ditanyakan, "kamu cinta saya?" Padahal dia tahu kalau dia masih atau tetap dikasihi. Tadi kita sudah singgung bahwa wanita bersikap sangat subjektif dan dipengaruhi oleh emosi sesaat, bahwa sesuatu itu tidak bisa langsung dianggap permanen. Jadi bagi seorang wanita hari ini dia tahu dia dikasihi, besok dia ingin diberikan jaminan lagi bahwa dia dikasihi. Kalau pria tidak perlu, dia tahu si istri mencintainya dan itu berlaku untuk selamanya. Berbeda dengan wanita yang memerlukan peneguhan ulang. Sebab wanita dipengaruhi oleh emosi sesaat. Waktu dia melihat suaminya agak sedikit repot, tidak begitu banyak ngomong dengan dia hari ini, itu sudah membuat wanita merasa berbeda, ada yang tidak sama antara kemarin dan sekarang. Berarti dia harus tahu, apakah perasaan suami tetap sama atau jangan-jangan ada apa-apa dengan dia. Dia mau memastikan sehingga ia harus bertanya.
Ada kemungkinan istri dipengaruhi oleh kebiasaan laki-laki suka menyeleweng, karena hal ini sering terjadi. Boleh dikatakan, ketakutan ini menghantui semua istri, jadi untuk berjaga-jaga jangan sampai kecolongan, maka wanita akhirnya bertanya-tanya. Kadang-kadang yang sering kali terjadi adalah istri menceritakan satu hal yang sama berulang-ulang. Sekali lagi, bagi wanita, berbicara adalah hal yang memang merupakan kebutuhannya. Jadi isinya, berapa rasionalnya, berapa pentingnya itu memang nomor dua. Yang penting terjadinya percakapan, itu adalah tujuan akhirnya. Kalau pria berbicara biasanya untuk tujuan tertentu demi mencapai target. Kalau wanita tidak, bicara itu sendiri adalah targetnya.
Walaupun di sini tidak mengungkapkan sedikit pun tentang seks, sebenarnya tetap ada pengaruhnya. Suami yang menginginkan seks pada istri biasanya tetap membuat istri penting, menarik, tetap bergairah atau menggairahkan. Waktu suami tidak mau lagi berhubungan dan tidak lagi meminta, cenderung membuat istri merasa dia sudah tidak lagi menggairahkan suaminya. Dan ini bisa menjadi kerikil. Namun kalau suami bisa memberikan hubungan seksual itu dengan teratur meskipun tidak terlalu sering biasanya itu sudah sangat memuaskan bagi istri, sebab memang kebutuhan seksual pria dan wanita tidak sama. Bagi wanita kebutuhan emosional berada di atas kebutuhan seksual, bagi pria pada umumnya kebutuhan seksual berada di atas kebutuhan emosionalnya.
Dalam Efe 5:28 ada nasihat: "Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri."
Firman Tuhan dengan jelas meminta suami untuk mengasihi istrinya dan siapa yang mengasihi istri, dia adalah sahabat istri. Enam hal yang telah kita bahas di atas merupakan contoh-contoh konkret bagaimana suami bisa mengasihi istrinya. Misalkan dengan sentuhan, kata-kata yang lembut, mengerti bahwa dia memang cenderung subjektif dan sebagainya. Itu adalah wujud cinta kasih dan waktu suami memberikan semuanya itu, istri melihat bahwa suami mengasihinya dan dia menganggap suami sebagai sahabatnya, berada di pihaknya.
Hal ini akan menjadi contoh buat anak-anaknya sehingga mereka juga mencintai ibunya. Juga bila suami suka menyentuh dan merangkul, anak juga suka melakukan hal yang sama pada ibunya. Jadi anak-anak akan belajar banyak dari perilaku kita, waktu dia melihat hal-hal yang baik dia juga akan mengikutinya. Dan itu adalah investasi yang bagus bagi si anak karena nanti dia akan memberikan itu kepada istrinya pula.
Hanya dengan persahabatan yang kokoh di mana Tuhan yang menjadi pemersatunya, keluarga-keluarga saat ini akan dapat bertahan di tengah-tengah gempuran pencobaan dan tantangan zaman.
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Kemurnian |
Kode Pelajaran | : | PKS-R03b |
Referensi PKS-R03b diambil dari:
Judul Buku | : | Hanya Maut yang Memisahkan Kita |
Judul Artikel | : | Romantisme dalam Pernikahan |
Pengarang | : | Pdt. Roby Setiawan, Th.D. |
Penerbit | : | Setiawan Literature Ministry, 2007 |
Halaman | : | 50 -- 54 |
REFERENSI PELAJARAN 03b - KEMURNIAN
ROMANTISME DALAM PERNIKAHAN
Setiap pernikahan dapat berubah suasananya sejalan dengan pergerakan waktu. Romantisme yang pernah ada pada waktu berpacaran pun bisa berubah. Memang hal ini bergantung pada pasangan itu. Pada sebagian pasangan, romantisme dapat hilang begitu saja; namun pada pasangan lainnya romantisme diekspresikan dengan cara yang selalu baru dan lebih kreatif.
Setiap orang memang mempunyai pemahaman yang berbeda tentang romantisme. Perbedaan yang belum dipahami itu sering menimbulkan ketegangan dan kekecewaan dalam hubungan suami-istri. Romantisme yang sehat adalah apabila terdapat keseimbangan antara unsur perasaan dan pikiran.
Kebencian adalah perintang romantisme besar. Kebencian merugikan kedua belah pihak. Kebencian menimbulkan sakit hati pada si pembuat masalah juga tentunya pada diri orang yang disakiti. Memang, dalam pernikahan selalu ditemukan unsur kekecewaan, luka hati karena kebutuhan dan harapan yang tak terpenuhi. Ingatlah, bahwa Anda menikah dengan orang yang tidak sempurna sama seperti diri Anda juga demikian.
Bersediakah Anda menerima pasangan Anda apa adanya? Tentunya ini sesuai dengan firman Tuhan yang berkata, "Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah" (Rom 15:7).
Tuhan Yesus menerima kita tanpa mempersoalkan lebih dahulu kejahatan kita waktu lalu; dan tanpa menuntut kita agar suci dahulu. Ia rela menerima kita sebagaimana adanya, baru setelah itu Ia menolong kita untuk memperbaiki diri.
Penerimaan berarti pengampunan perbuatan akan masa lampau. Jika seseorang diterima apa adanya, maka ia akan merasa bebas untuk: mengembangkan dan memperbaiki diri, menjalani kehidupan, sharing secara terbuka dan bebas mengasihi diri sendiri serta pasangannya secara sehat. Berikut ini ada beberapa "bahasa kasih" dari suami/istri kepada pasangannya.
A. BAHASA KASIH YANG DIEKSPRESIKAN OLEH SANG SUAMI KEPADA ISTRINYA.
"Istriku akan senang sekali apabila..."
B. BAHASA KASIH YANG DIEKSPRESIKAN OLEH SANG ISTRI KEPADA SUAMINYA
"Suamiku akan merasa bahagia apabila...."
C. BEBERAPA SARAN UNTUK MENYULUT CINTA ROMANTIS:
Tidak bisa dipungkiri bahwa ciri-ciri fisik seorang wanita memang menarik pada awal perjumpaan; namun selanjutnya dibutuhkan kemampuan jiwa untuk membuat sang partner terus-menerus tertarik padanya. Justru ironis sekali melihat fakta bahwa perceraian lebih banyak menimpa orang-orang yang rupawan. Salah satu sebabnya adalah karena mereka lebih mudah memikat orang lain, atau mereka mempunyai sifat narcistik (memuja diri) dan egocentric (berpusat pada diri sendiri saja). Dengan demikian, kecantikan dan ketampanan dapat berubah menjadi'racun'.
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Kemurnian |
Kode Pelajaran | : | PKS-R03a |
Referensi PKS-R03a diambil dari:
Judul Buku | : | Keluarga Bahagia |
Judul Artikel | : | Mengapa Kita Harus Penuh Hormat Terhadap Pernikahan |
Pengarang | : | Stephen Tong |
Penerbit | : | Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1995 |
Halaman | : | 57 -- 64 |
Pernikahan pertama dijodohkan oleh Tuhan sendiri. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan sesuai dengan peta dan teladan-Nya sendiri. Tuhan menciptakan laki-laki untuk perempuan dan menciptakan perempuan untuk laki-laki. Tuhan, Pencipta yang telah menetapkan sistem pernikahan ini, adalah Allah sendiri. Itu alasan pertama mengapa kita harus menghormati sepenuhnya akan pernikahan. Kita sebagai orang Kristen harus melihat segala sesuatu dari sudut Tuhan terlebih dahulu. Psikologi tidak pernah memberikan dasar yang kuat, karena mereka hanya melihat manusia dari pandangan manusia juga. Tetapi Kitab Suci mengajar kita untuk melihat segala sesuatu dari As/Poros, dan as itu adalah Tuhan. Maka dengan demikian kita melihat segala sesuatu dengan jelas dan tidak salah lihat akan segala sesuatu yang rumit di dunia ini. Karena pernikahan ditetapkan oleh Tuhan, dan orang-orang yang berpotensi untuk menikah diciptakan oleh Tuhan, maka pernikahan pertama dijodohkan oleh Tuhan sendiri, sehingga kita perlu penuh hormat dengan pernikahan itu sendiri.
Tidak ada hubungan lain yang mungkin lebih erat, lebih resmi dan lebih panjang artinya dan lebih indah daripada perkawinan. Ini merupakan suatu "I-Thou" Relationship. Pada permulaan abad ke-20, ada seorang profesor besar bangsa Yahudi dari University of Hebrew, yang bernama Martin Bubber (1878-1965), telah menulis satu buku yang tidak terlalu tebal, tetapi kalimatnya begitu kental, sehingga orang biasa perlu berjam-jam untuk memikirkan satu kalimatnya. Ia menulis buku itu dengan judul "I and Thou" ("Aku dengan Engkau"). Di dalam istilah ini, ia sudah mempunyai satu kerangka filsafat pikiran yang menganggap bahwa relasi menjadi rusak karena pertemuan oknum dengan oknum sudah dirusakkan oleh presupposisi/praanggapan yang tidak benar. Hubungan saya dengan kacamata saya, gelas, materi lainnya, bukanlah "I and Thou" tetapi "I and it". Tetapi hubungan saya dengan orang lain haruslah demikian intimnya, begitu saling menghargai, sehingga hubungan itu menjadi "I and Thou". Dari "I and it" menuju kepada "I and Thou" di situ perlu kesadaran yang luar biasa. Sayangnya, dan celakanya, begitu banyak orang yang menghadapi orang lain seperti menghadapi benda. Manusia lain dipermainkan seperti barang di dalam tangan. Manusia kalau dipersamakan dengan materi, bukankah kita akan melihat manipulasi dan kepura-puraan terjadi di masyarakat? Maka tidak mungkin tercapainya keadilan di antara manusia dengan manusia. Pada waktu manusia memperlakukan manusia lain sebagai binatang dan materi, maka yang diinginkan di dalam motivasi yang tidak beres itu adalah keuntungan melalui memperalat manusia. Kalau manusianya dijadikan satu alat untuk mencapai keuntungan manusia yang lain dengan ambisi yang tidak menghargai manusia sesamanya, maka dunia belum pernah mungkin mencapai perdamaian. Tidak mungkin tercapai keadilan dan kemakmuran, sehingga itu hanya merupakan slogan yang kosong belaka. Jikalau Saudara diperlakukan sebagai alat, Saudara akan merasa diri dan kehormatan Saudara sudah diinjak-injak kaki orang lain. Jikalau pacar Saudara mempermainkan Saudara untuk memuaskan dirinya saja, Saudara akan merasa hidup sangat tidak berarti, karena diri kita adalah seorang yang beroknum. Pada waktu pernikahan itu terjadi, berarti oknum dan oknum itu bertemu dan berjanji bersatu. Ini merupakan hal yang begitu besar, sehingga kalimat ini tidak salah: penuh hormat terhadap pernikahan. Ini adalah ajaran Alkitab yang jauh lebih baik daripada segala buku pedoman tentang seks, perkawinan dan keluarga yang ditulis hanya dengan pikiran otak manusia. Setiap orang yang mau menikah haruslah mengerti bahwa ini pertemuan oknum dan oknum dengan perjanjian yang selamanya. Ini bukan permainan. Menikah bukan seperti membeli barang. Menikah dengan seseorang bukan seperti memilih benda- benda yang kita senangi. Menikah adalah suatu kehormatan yang Tuhan berikan kepada manusia, di mana oknum tertarik dengan oknum, di mana kedua oknum berjanji untuk hidup bersama selama-lamanya di dalam dunia ini.
Kita harus menghormati pernikahan karena pernikahan menjadi dasar keluarga, dan memberikan pengaruh dan tanggung jawab yang paling panjang di dalam diri, dan hidup kita. Mungkin kita berkawan dengan orang lain, tetapi kalau ia mau pergi meninggalkan kita, kita tidak berhak melarang, tetapi pernikahan tidak demikian. Pernikahan mengandung suatu unsur kemauan yang kekal untuk pertemuan dengan oknum yang lain. Antara kasih dan kekekalan ada satu kaitan yang khusus dan sangat bersifat rahasia. Itu sebab para psikolog mengakui, bahwa jika seseorang mengasihi orang lain dalam kaitan pernikahan, maka kita akan mengkonsentrasikan kasih kita pada orang itu. Tidak mungkin kita bercabang ke banyak orang. Jika kita mencintai seseorang, kita tidak mungkin lagi mencintai secara sama kepada orang lain. Jikalau seseorang ayah mencintai 5 anak, itu bisa sama rata dan adil, tetapi jika mencintai seseorang dalam tujuan pernikahan, tidak mungkin orang mencintai dengan cinta yang sama terhadap seseorang dibanding dengan orang yang lain. Maksudnya, jika kita mencintai seseorang, cinta itu begitu mutlak, dan menuntut keseluruhan, tidak mungkin dicabangkan sehingga disamaratakan dengan obyek cinta yang lain. Maka ini menuntut kita harus menghargai pernikahan. Bukan hanya itu, cinta tidak hanya berkait dengan keutuhan, tetapi juga dengan kekekalan. Kita pernah mendengar pemuda-pemudi yang belum tahu banyak tetapi bisa bicara seperti seorang filsuf. Pada waktu mereka jatuh cinta, merea mengatakan: "Bagaimanapun aku mencintai engau, sampai mati pun aku akan tetap mencintaimu", padahal belum pernah mati. Sepertinya mereka sudah tahu apa artinya hidup dan mati, bahkan ada yang mengatakan: "Biarlah sampai bulan jatuh, gunuing rontok, air laut Pasifik kering, cintaku tidak berubah." Saya belum pernah melihat bagaimana gunung rontok, air itu kering, mana mungkin secara riil kita mengatakan kalimat-kalimat seperti itu. Itu berarti ia ingin mencetuskan sesuatu, yaitu: Cinta dan kekekalan (Immortal) dipersatukan (secara instinktif). Cinta yang sejati membutuhkan laitan antara cinta dengan keutuhan dan cinta dengan kekekalan. Allah itu kekal, dan Allah itu kasih, itu sebabnya, kekekalan adalah hakekat cinta dan cinta menuntut tanggung jawab yang kekal. Di sini kita harus menghargai pernikahan, karena cinta yang ada di dalam pernikahan itu perlu berkait dengan Allah baru Saudara mungkin mengerti tanggung jawab yang sesungguhnya.
Pernikahan bukan sekedar mengisi waktu yang belum sampai, atau mengasihi seseorang, tetapi merupakan sesuatu yang akan menghasilkan keturunan yang terus menerus. Jadi pada saat Saudara memilih, itu bukan memilih gelas atau mobil, tetapi seseorang yang akan menjadi nenek moyang keturunan Saudara. Maka tidak boleh sembarangan. Kita perlu penuh hormat dengan pernikahan. Selain memilih dia, bagaimana memupuk, dan menyempurnakan pernikahan, karena oknum yang Saudara nikahi, bersama Saudara akan menghasilkan keturunan yang turun- temurun. Maka "hendaklah kamu penuh hormat terhadap pernikahan" adalah prinsip-prnsip yang betul-betul kita hargai. Bukan saja demikian, melalui pernikahan kita haruslah menjadi contoh teladan di dalam keluarga kita. Perkataan, pengajaran terhadap anak-anak tidak lebih kuat dibanding dengan hidup, teladan dan prinsip sehari-hari yang Saudara jalankan di dalam kehidupan sehari-hari.
Hidup pernikahan dari seorang laki-laki dan perempuan mengakibatkan mereka boleh menjadi wakil Tuhan di dalam rumah dan teladan yang memancarkan sinar cahaya Pencipta kepada anak-anak yang dicipta dalam keluarga mereka. Dalam konsep Barat dikatakan, "A son is born into my family" (seorang anak telah dilahirkan di dalam keluarga), sehingga konsep anugerah itu jelas, bahwa anak-anak yang dilahirkan di dalam keluarga kita melalui pernikahan, berarti Tuhan memercayakan anak- anak ciptaan-Nya kepada kita. Kalau anak-anak itu dilahirkan di dalam keluarga kita, kita harus sadar bahwa bukan saya yang melahirkan, menciptakan dan memproduksi itu, tetapi kepercayaan Tuhan, sehingga hidup-hidup yang masih kecil itu boleh diasuh oleh saya. Di sini perasaan tanggung jawab harus mendahului tindakan pernikahan. Pengertian semacam ini menjamin kita bisa hidup baik-baik untuk bisa menjadi wakil Tuhan di dalam keluarga.
Pernikahan akan menghasilkan satu unit masyarakat yang harus menjadi saksi Kristus. Setiap keluarga Kristen ada1ah satu unit masyarakat. Di mana pun Saudara berada, keluarga Saudara menjadi wakil dan saksi Tuhan. Biarlah keluarga kita boleh memancarkan cahaya Tuhan di dunia ini bagaikan mercu suar yang memberikan cahaya terang bagi kapal yang sedang berada di tengah ombak yang besar. Keluarga yang baik, indah dan bahagia memberika suatu ketukan kepada hati-hati yang tidak beres, hati nurani yang sudah menyeleweng, sehingga mereka melihat keadaan keluarga Kristen dan memanggil mereka untuk bertobat sebelum kita membuka mulut untuk menginjili mereka. Begitu banyak orang Kristen menginjil dengan mulut, tetapi hidup keluarga mereka tidak menunjang, karena hidup mereka di lingkung mereka demikian mempermalukan nama Tuhan, mengakibatkan daerah sekitar itu sulit diinjili. Pernikahan perlu dihormati dengan pengertian semacam ini, dengan demikian kita melihat bahwa pernikahan perlu sepenuhnya dihormati.
Di butir yang penting ini, kalau pada butir yang pertama pernikahan ditetapkan oleh Allah, maka pada butir yang terakhir, pernikahan melambangkan lambang yang paling rahasia, yaitu Kristus dan gereja- Nya. Seperti Kristus demikian mengasihi gereja-Nya sampai Ia mengorbankan diri-Nya untuk gereja-Nya, suami atau kepala keluarga harus belajar seperti Kristus, berarti ia sebagai kepala bertanggung jawab mengambil segala resiko dalam mencintai keluarganya, berkorban sehingga seluruh keluarganya disempurnakan.
Kita telah membahas tentang definisi cinta. Cinta adalah mengorbankan diri demi menyempurnakan yang lain. Di mana ada pengorbanan, di situ ada tanda tindakan cinta. Di mana ada cinta kasih yang sesungguhnya, disana ada kerelaan untuk mengorbankan diri. Bagaimana Kristus menyerahkan diri untuk gereja-Nya, demikian juga suami rela mengorbankan diri untuk keluarganya. Demikianlah keluarga didirikan.
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Cinta dan Pernikahan |
Kode Pelajaran | : | PKS-R01b |
Referensi PKS-R01b diambil dari:
Judul Buku | : | Keluarga Bahagia |
Judul Artikel | : | Alasan Pernikahan Kristen |
Pengarang | : | Stephen Tong |
Penerbit | : | Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1995 |
Halaman | : | 25 -- 36 |
"TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kej 2:18)
Adam membutuhkan penolong, maka ia dibuat tidur nyenyak, dan Tuhan meng"operasi" dia lagi. Inilah pengaliran darah yang pertama di dalam Alkitab. Pengaliran darah untuk penebusan dosa, adalah setelah Adam dan Hawa berdosa, dan seekor binatang disembelih untuk pakaian mereka. Tetapi pengaliran darah pertama di dalam diri manusia, dilakukan oleh Allah sendiri, ketika Allah memecahkan daging sehingga darah keluar dari Adam. Di sini kita melihat ajaran yang penting sekali, suatu simbol yang ketat, yaitu tanpa pengorbanan tidak ada orang bisa menjadi pemimpin. Kalau Adam tidak mau dilukai, ia tidak mungkin bisa menjadi kepala keluarga. Ia harus ditidurkan dan menerima operasi dari Allah. Di sini kita melihat lambang yang sedemikian hebat. Sewaktu Kristus mengalirkan darah, baru gereja muncul. Gereja adalah mempelai wanita Kristus. Kristus mencintai gereja-Nya karena Ia telah mencurahkan darah untuk gereja-Nya. Ini dilambangkan pada waktu Kristus mati untuk memungkinkan gereja bisa berdiri. Dan ini dilambangkan oleh Adam yang harus tidur, dilukai dan berdarah, tulang rusuk diambil, untuk menciptakan Hawa menjadi penolong baginya.
PEREMPUAN DARI RUSUK LAKI-LAKI
Orang Barat mempunyai pepatah yang indah: "Perempuan diciptakan oleh Tuhan dengan tulang rusuk, bukan tulang kepala supaya jangan keduanya jadi kepala, bukan tulang kaki supaya perempuan tidak diinjak-injak lelaki." Pertama, jika perempuan dan laki-laki sama-sama berebut mau menjadi kepala, akhirnya anak-anak menonton terus siapa jadi juara di rumah. Allah menciptakan wanita tidak dari tulang kepala atau tulang kaki, ini merupakan keajaiban penciptaan. Kedua, tulang rusuk adalah tempat jantung dan hati, untuk dicintai oleh suaminya, karena memang dulu engkau di jantung-hatiku. Di tempat yang dekat dengan jantung, dimana suami bisa mencintai dia seperti mencintai jantungnya sendiri. Mencintai dia sebagai mencintai diri sendiri, yang paling dekat dengan hatinya. Bukankah istilah ini berulang kali muncul dalam surat-surat cinta, "jantung-hatiku". Ketiga, tulang rusuk adalah untuk melindungi, membimbing, dan menjaga dia. Salah satu gambaran yang paling indah di dalam dunia ialah ketika seorang pria melindungi dan membimbing seorang wanita. Di dalam dunia ada dua macam lukisan yang sungguh- sungguh menggambarkan keindahan, yaitu: (1) seorang laki-laki yang sungguh-sungguh melindungi keluarga yang dilambangkan dengan dia memberikan lengannya kepada istrinya, dan (2) seorang ibu yang menggendong mata bayinya, dimana mata ibu kontak dengan mata bayi sehingga yang dari atas menyatakan cinta dan yang bawah menyatakan pengharapan yang penuh. Ini lukisan yang terindah yang bisa saya bayangkan di dalam dunia. Sebagaimana bapa mencintai ibu, orang tua mencintai anak, hanya menjadi indah karena gambar bagaimana Kristus mencintai gereja dan Allah mencintai umat manusia. Demikianlah kita melihat rencana Allah supaya kita membentuk keluarga yang indah dan bahagia, yang boleh menjadi cermin di dalam dunia ini bagaimana kuasa dan cinta Allah kepada manusia. Orang itu tidak baik hidup tanpa seorang penolong. Di sini kita melihat wanita diciptakan untuk menolong suaminya, bukan untuk menguasai, mememimpin, dan mempengaruhi secara negatif suaminya, tetapi menjadi penolongnya. Tetapi suami juga harus jelas jalan di dalam kehendak Tuhan, sehingga ia berhak memimpin seluruh keluarga di dalam menjalankan kehendak Tuhan.
Mengapa orang hidup sendiri itu tidak baik?
Manusia harus hidup di dalam satu hubungan antar manusia secara relatif. Tetapi manusia satu-satunya makhluk yang diberi konsep kemutlakan di dalam kerelatifan. Itu sebab manusia betul-betul tidak boleh menjadi Allah. Manusia tidak seharusnya memutlakkan diri. Tetapi manusia yang hidup terus-menerus seorang diri, masuk ke dalam bahaya hidup memutlakkan diri. Itu sebabnya Allah mengatakan tidak baik manusia hidup seorang diri. Jangan pikir dulu bahwa pria tidak baik hidup sendiri karena nanti akan cari pelacur. Itu pikiran tidak beres. Hidup seorang diri tidak baik, karena mungkin membuat orang tersebut memutlakkan diri. Orang makin tua makin kaku, sehingga mengubah orang makin tua makin sulit. Kalau orang tidak mau diubah lagi, berarti ia mulai tua. Kalau tuanya beres bagus, tetapi kalau tidak beres, itu mirip Allah. Kalau orang sudah sedemikian kaku dan ia akan merasa seperti Allah, maka Allah mengatakan hanya ada satu Allah, maka matilah ia. Karena manusia mempunyai kemungkinan bahaya memutlakkan diri, maka Allah mengatakan bahwa tidak baik hidup sendiri.
Manusia bukan dicipta sebagai keseluruhan, sehingga tidak ada seseorang yang bisa melakukan segala sesuatu dengan kekuatan sendiri. Dia hanya sebagian dari masyarakat, dia hanya sebagian dari keluarga. Saya termasuk orang mempunyai bakat cukup menyeluruh, dalam hal ini saya tidak berani bangga karena saya takut akan dihakimi dan dihukum lebih banyak daripada orang lain. Orang yang banyak bakatnya, tetap harus ingat bahwa ia hanya sebagian saja. Saya masih memerlukan bagian lain untuk memperlengkapi saya. Di dalam hal ini keseluruhan tidak dapat secara mutlak diwakili oleh bagian. Ketotalan tidak bisa diambil alih oleh sebagian. Itu sebab pada saat orang menganggap ia bisa semua dan tidak membutuhkan orang lain, orang itu mulai mengalami suatu bahaya. Tuhan kadang-kadang memberikan talenta yang sedemikian limpah kepada satu orang, tetapi tetap ia membutuhkan orang lain. Pada jaman High-Renaissance, kita melihat Leonardo DaVinci, Michaelangelo, Bonoargi, Raphaello, mereka semua adalah arsitek, pelukis, ahli ilmiah, pemahat, dan mempunyai banyak aspek yang lain-lain. Terkadang Tuhan menciptakan orang yang mempunyai begitu banyak talenta, tetapi jangan lupa, Tuhan tetap mengatakan kalimat ini: "Hidup tersendiri itu tidak baik", supaya tidak mengganggu keseluruhan dan supaya menghargai yang lain.
Ini adalah dalam arti relativitas sifat ko-operasi. Sifat ko- operasi merupakan sifat yang begitu penting di dalam hidup masyarakat manusia. Itu sebab manusia sangat perlu saling membantu. Kalau tangan kanan bisa menolong mencuci semua bagian, termasuk tangan yang satunya, ia sendiri tidak bisa mencuci dirinya sendiri. Bagaimana hebat "tangan menolong yang lain, ia tidak bisa menolong diri sendiri." Singgungan yang terbesar bagi mata ialah ia bisa melihat segala sesuatu tetapi tidak bisa melihat sendiri. Ini kalimat dari Ralph Emerson, seorang pujangga besar dari Amerika. Mata harus disinggung karena mata melihat segala sesuatu, tetapi tidak bisa melihat sendiri. Bukan saja mata tidak bisa melihat sendiri, mata kanan juga tidak bisa melihat mata kiri dan sebaliknya, karena terhalang oleh hidung. Itu sebab saya perlu memberitahu kepada istri saya, dan istri saya memberitahu kepada saya. Kita memerlukan saling memberitahu. Kata "saling" tidak dimengerti oleh orang yang memutlakkan diri. Kita kadang-kadang bisa berselisih pendapat, dan itu merupakan bahagia dari Tuhan. Perhatikan kata ini: cekcok kecil bahagia, cekcok besar bahaya. Orang itu hidup seorang diri tidak baik, maka perlu seseorang untuk menolong dia.
I. ALASAN PERNIKAHAN SECARA NEGATIF
Mengapa kita menikah? Untuk ini kita akan melihat dari dua aspek, yaitu secara negatif, dan secara positif. Dari aspek negatif, kita akan menolak beberapa sebab, antara lain:
Berapa banyak orang tua berkata: "Kamu sudah umur 30 masih makan nasi di sini, apa tidak malu? Cepatlah " menikah." Ini membuat orang sulit makan nasi. Tidak! Kita menikah bukan karena umurnya sudah sampai. Kapan usia itu sampai? Ini sangat relatif. Orang Mongolia pada usia 15 tahun bisa sudah menjadi nenek, ada yang umur 8 tahun sudah matang, dan bisa melahirkan anak. Itu di Mongolia. Jika kita menikah hanya karena usia sudah sampai, itu berarti melayani sejarah dan tidak mungkin mengubah sejarah. Manusia tidak seharusnya melayani sejarah. "Waktu mendesak saya untuk menikah, lalu saya cepat-cepat menikah", itu sifat binatang bukan manusia.
"Cepatlah menikah, saya sudah tidak tahan ingin gendong cucu." Baru berapa hari yang lalu seorang berkata kepada saya, bahwa ia ingin sekali anak-anaknya cepat menikah tetapi belum ada yang nikah, ia ingin sekali. Ia merasa tidak enak lihat anak orang lain sudah menikah dan anak sendiri belum menikah. Sabar! Daripada salah nikah, lebih baik menunda nikah. Bukan demi untuk melayani orang tua yang sedemikian ingin menggendong cucu, maka cepat-cepat menikah. Setiap orang yang mau menikah harus mempunyai pengertian makna nikah yang dikaitkan dengan rencana Allah, sehingga dapat menguasai emosi dan nafsunya sendiri, kalau tidak Saudara tidak berhak menikah.
Menikah bukan karena sudah terlanjur, sehingga diperintah oleh bayi di perut. Orang Tionghoa kalau menikah selalu menulis di dalam iklan atau pengumuman di surat kabar: "Demi perintah orang tua, kami akan menikah pada tanggal ... Tetapi itu zaman dulu. Dulu orang menikah atas perintah orang tua, tetapi orang zaman sekarang menikah atas perintah anak-anak kecil. Sudah terlanjur, akhirnya hamil. Maka sekarang anak bayi itu memerintah untuk cepat-cepat menikah, supaya tidak malu. Sudah hamil baru menikah, itu berarti demi anakku yang di perut. Berapa banyak orang yang menikah karena sudah terlanjur. Pernikahan tidak seharusnya didasarkan pada keadaan seperti itu.
Karena saya sudah matang, bukan sekedar umur, tetapi seks memaksa saya untuk menikah. Tidak. Itu merupakan pernikahan yang rendah, yang tidak bertanggung jawab, dan yang bahaya sekali. Orang Yunani mengatakan: "Mengapa otak di atas hati, dan hati di atas pinggang?" Bagi Plato, otak, hati, dan pinggang, merupakan tiga tempat yang urutannya mempunyai arti yang sangat besar sekali. Pinggang adalah tempat seks, hati adalah tempat emosi, dan otak adalah tempat rasio. Allah sudah mengatur sedemikian rupa biar pinggang dikuasai oleh hati, dan hati dikuasai otak. Maksudnya, orang yang paling rendah adalah orang yang pinggangnya mengatur hidupnya, orang yang paling rendah, paling hina dan tidak mengerti tentang keluarga. Kelompok kedua yang lebih tinggi ialah apabila cinta menguasai seks. Karena ia mempunyai cinta yang sejati baru ia mengendalikan akan nafsunya. Orang yang sedemikian adalah orang yang lebih berbahagia. Tetapi Plato berkata bahwa itu masih kurang. Orang yang lebih berbahagia lagi adalah orang yang otaknya menguasai hati, baru otak dan hati menguasai pinggang. Berarti dengan rasio kita mengerti kebenaran, lalu kebenaran itu menguasai emosi, sehingga emosi itu tidak meluap, baru emosi itu menguasai seks. Seks dikuasai oleh cinta, dan cinta itu dikuasai oleh kebenaran. Bukankah ini merupakan suatu kebahagiaan? Tetapi saya berkata kepada Saudara, bahwa ini masih merupakan pikiran dunia, tetapi pikiran Kristen lebih tinggi lagi. Kalau kita tanya Plato, pinggang dikuasai oleh hati dan hati dikuasai oleh otak, maka otak, dikuasai siapa? Mereka berhenti dan tidak ada jawaban. Tetapi bagi orang Kristen, otak dikuasai oleh Firman. Firman, Rasio, Emosi, dan Hidup Seks. Di sinilah letak dasar mendirikan dan membentuk keluarga yang sukses.
II. ALASAN PERNIKAHAN SECARA POSITIF
Dalam rencana-Nya yang kekal, Allah menciptakan manusia, baik laki- laki maupun perempuan, menurut peta dan teladan Allah sendiri. Inilah dasar dari kesamaan status dari laki-laki dan perempuan.
Maka kita melihat bahwa alasan pernikahan secara positif:
MERUPAKAN RENCANA DARI PENCIPTAAN ALLAH.
Dari keindahan struktur masyarakat Tuhan telah menciptakan manusia dengan sifat mutual yang ada pada setiap pribadi. Sifat mutual berarti potensi manusia untuk mengasihi dan dikasihi. Mutual ini bila mencapai suatu keseimbangan, mencapai kesempurnaan hidup manusia. Manusia bisa mencintai dan bisa dicintai. Manusia butuh penyaluran cinta dari dirinya, sebagai inisiator emosi. Tetapi manusia juga memerlukan suatu penerimaan cinta untuk dirinya, sebagai receiver (= penerima). Ia menerima kedua hal ini. Keseimbangannya membentuk gejala jiwa yang normal. Salah satu kendala yang merusak kenormalan psikologi yaitu ketidak seimbangan antara kasih yang diterima dan diberikan. Jikalau kita menerima cinta kasih yang banyak tetapi tidak dapat menyalurkan cinta dengan inisiatif sendiri, tidak mungkin jiwa kita menjadi normal. Sebaliknya jika kita terus memberikan cinta kasih kepada orang lain tetapi belum pernah kita dicintai, itu juga mengakibatkan ketidaknormalan bagi kita. Akibatnya sangat buruk, bukan saja merusak diri tetapi juga menghambat keharmonisan dari keseluruhan masyarakat. Karena Allah adalah kasih adanya, maka manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah juga diberikan suatu potensi seperti diri Allah, yang adalah Sumber Kasih dan sekaligus Ia mau manusia memberikan cinta kasih berdasarkan kasih yang diberikan-Nya. Ia adalah Inisiator yang mutlak. Dan manusia yang mempunyai sifat mutual ini, perlu baik-baik mengerti kasih dan kebenaran.
BAGI YANG TIDAK MENIKAH
Bagaimana dengan mereka yang tidak menikah atau tidak mempunyai kesempatan tidak menikah, bagaimana mungkin mencapai hidup sempurna? Saudara yang tidak menikah karena pilihan sendiri ataupun karena pengaturan Tuhan atau belum ada kesempatan untuk menikah karena waktu Tuhan belum sampai, jangan sekali-kali kau menjadi minder, karena kasih bisa disalurkan dengan lebih agung tanpa melalui pernikahan. Karena kasih bisa disalurkan kepada bidang-bidang lain yang lebih luas. Sekali lagi saya menegaskan jangan kita menganggap yang tidak menikah ketinggalan dan sebagainya. Banyak dari orang yang tidak menikah telah memberikan sumbangsih besar dalam sejarah umat manusia dan bisa mencapai kesempurnaan hidup dengan keseimbangan hidup yang dijalan melalui pengertian kasih yang dibagikan lebih luas kepada orang lain di luar pernikahan. Tetapi ini harus dibatasi, jangan mencampur adukkan kasih dan seks menjadi satu. Karena Allah menciptakan manusia dengan sifat mutual, mengasihi dan dikasihi. Keseimbangannya menjadikan manusia mencapai satu kepuasan, kesempurnaan dari oknum yang bersifat kasih.
PENTINGNYA RELASI KASIH
Dalam berbagai relasi tidak ada yang lebih erat dan riskan kecuali hubungan yang mengakibatkan kelahiran atau menghasilkan hidup yang baru melalui pernikahan. Ini merupakan satu persatuan yang paling intim dan paling riskan, dan menuntut tanggung jawab paling berat sepanjang sejarah hidup manusia. Itu sebabnya Alkitab berkata dengan jelas bahwa setiap orang harus menghormati pernikahan. Berarti pernikahan tidak boleh dijadikan permainan. Pernikahan bukan pemenuhan kebutuhan seks, dimana kita bisa memuaskan nafsu lalu selesai. Pernikahan harus dimengerti melalui kesadaran sesungguhnya terhadap kebenaran yang terkandung dalam pernikahan. Persatuan melalui pernikahan menurut Alkitab melambangkan persatuan antara gereja dengan Yesus Kristus. Adam ditidurkan oleh Allah sampai nyenyak lalu ia dioperasi sehingga rusuknya dikeluarkan satu dan berdarah. Melalui keadaan rela berkorban baru ada yang dicintai menikmati cinta sesungguhnya. Demikian Kristus mati dan bangkit bagi gereja. Gereja menjadi mempelai perempuan dari Yesus Kristus. Persatuan ini menjadi mungkin dan cinta mencapai makna yang penuh karena Inisiator Kristus menjadi contoh bagaimana mengorbankan diri demi menyatakan kasih kepada gereja. Karena Kristus mengasihi gereja maka pengorbanan diri menyatakan diri boleh menjadi sasaran kasih. Maka persatuan melalui pernikahan merupakan suatu kewajiban yang berat, persatuan yang bermakna begitu dalam. Sehingga relasi yang paling, yaitu hubungan antara Kristus dengan tebusan-Nya, dilambangkan dengan pernikahan.
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Memilih Pasangan |
Kode Pelajaran | : | PKS-R02b |
Referensi PKS-R02b diambil dari:
Judul Buletin | : | PARAKALEO, Vol.V/No.3/Edisi Juli-September 1998 |
Judul Artikel | : | Beda antara Cinta dan Cocok |
Pengarang | : | -- |
Penerbit | : | Departemen Konseling STTRI, Jakarta |
Halaman | : | -- |
Sumber Elektronik | : | http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/009/ |
Salah satu alasan paling umum mengapa kita menikah adalah karena cinta -- cinta romantik, bukan cinta agape, yang biasa kita alami sebagai prelude ke pernikahan. Cintalah yang meyakinkan kita untuk melangkah bersama masuk ke mahligai pernikahan. Masalahnya adalah, walaupun cinta merupakan suatu daya yang sangat kuat untuk menarik dua individu, namun ia tidak cukup kuat untuk merekatkan keduanya. Makin hari makin bertambah keyakinan saya bahwa yang diperlukan untuk merekatkan kita dengan pasangan kita adalah kecocokan, bukan cinta. Saya akan jelaskan apa yang saya maksud.
Biasanya cinta datang kepada kita ibarat seekor burung yang tiba-tiba hinggap di atas kepala kita. Saya menggunakan istilah "datang" karena sulit sekali (meskipun mungkin) untuk membuat atau mengkondisikan diri mencintai seseorang. Setelah cinta menghinggapi kita, cinta pun mulai mengemudikan kita ke arah orang yang kita cintai itu. Sudah tentu kehendak rasional turut berperan dalam proses pengemudian ini. Misalnya, kita bisa menyangkal hasrat cinta karena alasan-alasan tertentu. Tetapi, jika tidak ada alasan-alasan itu, kita pun akan menuruti dorongan cinta dan berupaya mendekatkan diri dengan orang tersebut.
Cinta biasanya mengandung satu komponen yang umum yakni rasa suka. Sebagai contoh, kita berkata bahwa pada awalnya kita tertarik dengan gadis atau pria itu karena kesabarannya, kebaikannya menolong kita, perhatiannya yang besar terhadap kita, wajahnya yang cantik atau sikapnya yang simpatik, dan sejenisnya. Dengan kata lain, setelah menyaksikan kualitas tersebut di atas timbullah rasa suka terhadapnya sebab memang sebelum kita bertemu dengannya kita sudah menyukai kualitas tersebut. Misalnya, memang kita mengagumi pria yang sabar, memang kita menghormati wanita yang lemah lembut, memang kita mengukai orang yang rela menolong orang lain dan seterusnya. Jadi, rasa suka muncul karena kita menemukan yang kita sukai pada dirinya.
Saya yakin cinta lebih kompleks dari apa yang telah saya uraikan. Namun khusus untuk pembahasan kali ini, saya membatasi lingkup cinta hanya pada unsur suka saja. Cocok dan suka tidak identik namun sering dianggap demikian. Saya berikan contoh. Saya suka rumah yang besar dengan taman yang luas, tetapi belum tentu saya cocok tinggal di rumah yang besar seperti itu. Saya tahu saya tidak cocok tinggal di rumah sebesar itu sebab saya bukanlah tipe orang yang rajin membersihkan dan memelihara taman (yang dengan cepat akan bertumbuh kembang menjadi hutan). Itulah salah satu contoh di mana suka tidak sama dengan cocok. Contoh yang lain. Rumah saya kecil dan cocok dengan saya yang berjadwal lumayan sibuk dan kurang ada waktu mengurusnya. Namun saya kurang suka dengan rumah ini karena bagi saya, kurang besar (tamannya). Pada contoh ini kita bisa melihat bahwa cocok berlainan dengan suka. Pada intinya, yang saya sukai belum tentu cocok buat saya; yang cocok dengan saya belum pasti saya sukai. Sekarang kita akan melihat kaitannya dengan pemilihan pasangan hidup.
Tatkala kita mencintai seseorang, sebenarnya kita terlebih dahulu menyukainya, dalam pengertian kita suka dengan ciri tertentu pada dirinya. Rasa suka yang besar (yang akhirnya berpuncak pada cinta) akan menutupi rasa tidak suka yang lebih kecil dan -- ini yang penting -- cenderung menghalau ketidakcocokan yang ada di antara kita. Di sinilah terletak awal masalah.
Ini yang acap kali terjadi dalam masa berpacaran. Rasa suka meniup pergi ketidakcocokan di antara kita, bahkan pada akhirnya kita beranggapan atau berilusi bahwa rasa suka itu identik dengan kecocokan. Kita kadang berpikir atau berharap, "Saya menyukainya, berarti saya (akan) cocok dengannya." Salah besar! Suka tidak sama dengan cocok; cinta tidak identik dengan cocok! Alias, kita mungkin mencintai seseorang yang sama sekali tidak cocok dengan kita.
Pada waktu Tuhan menciptakan Hawa untuk menjadi istri Adam, Ia menetapkan satu kriteria yang khusus dan ini hanya ada pada penciptaan istri manusia, yakni, "Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kej 2:18). Kata "sepadan" dapat kita ganti dengan kata "cocok." Tuhan tidak hanya menciptakan seorang wanita buat Adam yang dapat dicintainya, Ia sengaja menciptakan seorang wanita yang cocok untuk Adam.
Tuhan tahu bahwa untuk dua manusia bisa hidup bersama mereka harus cocok. Menarik sekali bahwa Tuhan tidak mengagungkan cinta (romantik) sebagai prasyarat pernikahan. Tuhan sudah memberi kita petunjuk bahwa yang terpenting bagi suami dan istri adalah kecocokan. Ironisnya adalah, kita telah menggeser hal esensial yang Tuhan tunjukkan kepada kita dengan cara mengganti kata "cocok" dengan kata "cinta." Tuhan menginginkan yang terbaik bagi kita; itulah sebabnya Ia telah menyingkapkan hikmat-Nya kepada kita. Sudah tentu cinta penting, namun yang terlebih penting ialah, apakah ia cocok denganku?
Saya teringat ucapan Norman Wright, seorang pakar keluarga di Amerika Serikat, yang mengeluhkan bahwa dewasa ini orang lebih banyak mencurahkan waktu untuk menyiapkan diri memperoleh surat ijin mengemudi dibanding dengan mempersiapkan diri untuk memilih pasangan hidup. Saya kira kita telah termakan oleh motto, "Cinta adalah segalanya," dan melupakan fakta di lapangan bahwa cinta (romantik) bukan segalanya. Jadi, kesimpulannya ialah, cintailah yang cocok dengan kita!
Nama Kursus | : | Pernikahan Kristen (PKS) |
Nama Pelajaran | : | Memilih Pasangan |
Kode Pelajaran | : | PKS-R02a |
Referensi PKS-R02a diambil dari:
Judul Buletin | : | TELAGA |
Judul Artikel | : | Diakah Pasangan Hidupku? |
Pengarang | : | Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D. |
Penerbit | : | Literatur SAAT, Malang, 2004 |
Halaman | : | 5 -- 28 |
Semua orang menyadari betapa pentingnya menemukan seorang pendamping atau pasangan hidup yang tepat, dan tentunya yang diperkenankan Tuhan. Tetapi masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana kita menemukan pasangan itu. Setiap pemuda-pemudi perlu menyadari hal-hal yang harus mereka perhatikan dalam memilih pasangan hidup.
Definisi pernikahan secara praktis sebenarnya adalah hidup bersama. Karena saling mencintai, kita hidup bersama dan ingin membagi hidup dan sukacita dengan seseorang. Apakah tujuan berpacaran? Berpacaran adalah proses menjajaki apakah kita dapat hidup bersama atau tidak, itulah inti berpacaran. Jangan sampai saat berpacaran kita kehilangan arah atau tujuan hakiki ini. Pacaran bukanlah untuk saling menikmati, pacaran bukanlah untuk menikmati malam yang indah, pacaran bukanlah agar ada orang yang kita kunjungi setiap hari Sabtu atau Minggu malam. Pacaran bukanlah untuk membagi sukacita dengan seseorang, pacaran bukanlah agar kita dicintai orang lain. Tetapi masa pacaran adalah masa kita menjajaki, belajar dan melihat dengan baik apakah kita dapat hidup bersamanya untuk selamanya atau tidak.
Beberapa pertanyaan yang patut dijadikan tolok ukur atau pedoman dalam menemukan pasangan hidup.
Apakah kedua-belah pihak saling menolong untuk bertumbuh dan hidup makin dekat Tuhan? Sebab prinsipnya adalah segala hal yang kita lakukan haruslah memuliakan Tuhan. Jika dalam berpacaran justru tidak memuliakan-Nya, terbukti dari makin menjauhnya kita dari Tuhan, dapat dipastikan bahwa hubungan itu tidak diperkenan-Nya.
Berpacaran, memang hanya pertemuan rutin. Seminggu sekali datang ke gereja, pacaran pun seminggu sekali. Rutinitas ini tidak apa-apa, lebih baiknya adalah saling menguatkan, saling mendorong dan saling membangun, sehingga makin hari hubungan ini bertumbuh kepada Tuhan dan makin bergantung kepada-Nya. Contoh: saling menguatkan, saling memberikan teguran rohani, memberi dorongan rohani untuk terus percaya Tuhan, untuk melihat suatu masalah dari sudut Tuhan, untuk melihat apakah hal yang dilakukan itu memuliakan Tuhan atau tidak. Jika semua itu telah ada dalam suatu hubungan berpacaran, tentu akan memperkokoh kerohanian individu tersebut.
Tetapi jika salah satunya bukan anak Tuhan, dapat dipastikan hubungan itu tidak akan memuliakan Tuhan dan mereka tidak akan bertemu dalam Tuhan. Sebab yang satu secara otomatis tidak akan bisa memberikan dorongan rohani kepada pasangannya. Misalkan, jika pada hari Minggu orang yang percaya seharusnya ke gereja, namun pacarnya yang tidak percaya mengajaknya jalan-jalan, rekreasi, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itu dapat menjauhkan orang percaya itu dari Tuhan. Apalagi dalam pembicaraan mereka berdua, otomatis hal-hal yang bersifat rohani tidak bisa lagi mereka bahas. Maka dalam Perjanjian Lama, Tuhan dengan jelas memerintahkan kepada bangsa Israel untuk tidak menikah dengan bangsa-bangsa yang tidak seiman, karena hati mereka dapat dibawa pergi menjauh dari Tuhan.
Biasanya kalau pada masa pacaran, yang satu menuruti saja kemauan pasangannya, setelah menikah keadaan akan berbeda. James Thompson, seorang psikolog dari AS pernah mengatakan, "sebaiknya hubungan pacaran itu dilandasi oleh dua cinta yang sama, jangan sampai yang satu sangat mencintai dan sangat bergantung pada pasangannya dibanding yang satunya." Dengan kata lain, pasangan seperti itu ialah pasangan yang tidak seimbang. Sebab kalau yang satu mencintai pasangannya secara berlebihan maka secara otomatis terjadi kebergantungan yang sangat kuat dari salah satu pihak. Sehingga yang satu cenderung mengikuti kehendak pasangannya guna menyelamatkan hubungan mereka. Ia berusaha agar tidak kehilangan pacarnya. Kondisi hubungan seperti ini tidak sehat dan sangat berbahaya, sebab suatu hubungan nikah haruslah didasari oleh kesetaraan. Di mana jika keduanya ditanya hal yang sama, mereka harus berani mengemukakan pendapat.
Komunikasi adalah aspek yang sangat penting, karena saling berbicara akan menunjukkan banyak hal. Semisal: Kesamaan minat, kalau keduanya tidak memiliki ini maka akan kesulitan berbicara panjang lebar. Kesamaan berpikir, pola pikir yang sama juga memberikan kecenderungan bagi pasangan untuk dapat berbicara panjang lebar. Berikutnya ialah kemampuan memahami apa yang dibicarakan oleh pasangannya. Hal ini juga ditunjukkan dari seberapa mampu mereka berbicara. Sehingga hal-hal tersebut akan menambah keakraban mereka. Kenyataannya, ada pasangan yang sangat sulit berbicara dan jika ditanya kenapa, alasannya karena tidak ada yang perlu dibicarakan. Kesenjangan pendidikan yang terlalu jauh juga akan berpengaruh pada pola pembicaraan pasangan. Faktor pendidikan dan faktor IQ jangan berbeda terlalu jauh, karena jika demikian, di antara mereka tidak ada kesamaan dan sulit menemukan titik temu. Semakin banyak perbedaan, semakin sulit mencapai titik temu berkomunikasi.
Salah satu wujud kerjasama dapat terlihat dari kemampuan pasangan mengambil keputusan bersama ketika menghadapi masalah. Jika ada perbedaan pendapat, itu berarti mereka harus mampu mengambil keputusan bersama. Dengan demikian mereka "lulus" dalam faktor kebersamaan, karena masalah itu mengundang atau bahkan mengharuskan kita untuk mengambil keputusan. Ketika masalah timbul, keputusan apa pun yang diambil, harus diputuskan berdua.
Banyak orang dapat mengambil keputusan sendiri tetapi sulit untuk mengambil keputusan berdua, itu hal yang sangat sulit, sehingga akhirnya banyak pasangan yang tidak melalui tahapan sehat ini. Mereka mengambil jalan pintas yaitu: yang satu memaksakan kehendaknya dan yang satu hanya menerima kehendak saja. Seolah-olah dari luar tampak baik-baik, tenteram, dan harmonis namun sebetulnya ada unsur keterpaksaan. Meskipun banyak masalah tapi tidak ribut dan memang hanya dapat menyelesaikan sedikit dari permasalahan itu, tetapi dalam keadaan itu ada yang menderita dan tertekan. Lebih sehatnya, mereka harus menyelaraskan diri agar dapat belajar bekerja sama. Tetapi hal ini sulit dilakukan, jauh lebih mudah yang satu memaksakan dan yang satu hanya menurut. Pasangan tidak seiman pasti akan berdampak dalam kerja sama mereka. Dalam memutuskan suatu masalah diperlukan kesamaan nilai-nilai hidup, jika nilai hidupnya berbeda maka hal ini akan mengganggu. Misalnya dalam persepuluhan, yang satu rela memberikan persepuluhan kepada Tuhan, yang satu lagi sangat mungkin keberatan. Yang satu ingin melayani Tuhan lebih aktif, yang satu enggan melepas pasangannya ke gereja. Yang satu mungkin menghalalkan segala cara, yang satunya takut akan Tuhan.
Jangan sampai kita dan pasangan menjadi sangat berbeda, sehingga benar-benar tidak ada titik temu untuk menikmati hidup bersama. Semisal pihak yang satu senang nonton bola, pihak yang lain suka mendengarkan lagu-lagu rock&roll; pihak yang satu senang keramaian dan kumpul-kumpul, pihak yang lain lebih suka berdiam di rumah, akhirnya yang terjadi adalah tidak pernah menikmati hidup bersama. Yang penting adalah bukan memulai kesamaan, tetapi bagaimana mencocokkan diri dalam perbedaan itu dan saling menghargai perbedaan yang ada.
Ketika baru menikah, kami mempunyai perbedaan yang cukup besar dalam hal menikmati waktu luang atau rekreasi. Istri saya sangat senang dengan pantai dan laut, saya lebih suka ke gunung. Sangat berbeda, sebab tidak banyak tempat yang sekaligus ada keduanya. Tetapi setelah menikah belasan tahun, sekarang saya dapat menikmati pantai, saya tahu dia suka ke pantai sehingga juga meluangkan waktu untuk pergi ke pantai. Karena usaha ini memberikan saya kesempatan untuk sering ke pantai, lama-kelamaan saya sangat menikmati pantai dan dia pun akhirnya sangat menikmati pegunungan. Jadi, sekali lagi intinya adalah bukan mencari seseorang yang persis dengan kita, tapi mencari seseorang yang dapat memahami dan menyesuaikan hidupnya dengan kita.
Salah seorang dari pasangan pada suatu saat harus mengajak calonnya untuk diperkenalkan kepada teman-temannya. Masing-masing harus melihat dengan jelas siapakah teman-temannya, karena secara tidak langsung mencerminkan siapa dia sebenarnya. Mereka yang telah menikah menyadari bahwa kita hidup di tengah masyarakat dan tidak lepas dari orang lain, yaitu teman-teman kita sendiri. Oleh karena itu, adalah penting bertanya, dapatkah pasangan saya masuk ke dalam lingkungan teman-teman saya dan diterima, begitu juga sebaliknya.
Sudah pasti keduanya memiliki latar belakang yang berbeda, dan teman-temannya pun tentu berbeda. Hal yang penting bukan lagi kesamaan teman, tapi dapatkah menerima dan menyesuaikan dengannya atau tidak? Sebab masing-masing pasti akan bertemu dengan sekelompok teman baru. Semisal ada perbedaan iman, yang satu biasa bermain dan bergaul dengan teman-teman di gereja dan yang satu mungkin tidak merasa cocok dengan teman gerejanya. Karena perbincangan mereka berbeda, maka tidak akan ada titik temu dan bagi yang satu akan merasa seperti di tengah-tengah orang asing. Sebaliknya, orang yang percaya juga mungkin merasa tidak nyaman kalau teman-teman pasangannya mengajaknya ke diskotik atau "night club", sebab bukanlah jiwanya.
Menurut saya, teman sesungguhnya mencerminkan siapa kita, siapa yang kita pilih menjadi sahabat sedikit banyak mencerminkan siapa diri kita. Kalau temannya adalah orang yang tidak benar, brengsek, dan sebagainya, tapi mengaku hidupnya benar maka ada kemungkinan hidupnya benar. Tetapi kalau dia tetap bersahabat dengan mereka maka sedikit banyak mencerminkan siapa dia sebenarnya. Ada kemungkinan dia masih menyenangi kehidupan seperti itu. Pasangannya harus melihat dan berpikir, apakah dia akan merasa cocok jika teman-temannya adalah orang yang suka ke "night club" atau karaoke setelah pulang kerja dan sebagainya. Harus mempertimbangkan apakah dia mau hidup dalam lingkungan seperti itu, karena pada akhirnya dia tidak bisa memisahkan pasangannya dari lingkup teman-temannya. Kalau keadaan seperti itu sampai mempengaruhi mereka dan keduanya benar-benar tidak bisa masuk ke dalam lingkup sosial masing-masing, maka salah satu harus berani memutuskan hubungan. Karena itu menandakan tidak adanya kecocokan di antara keduanya, meskipun di permukaan mereka tampak cocok.
Saya mengenal seseorang yang kuat dalam Tuhan tapi akhirnya menyukai seorang teman pria yang bukan dalam Tuhan. Akhirnya dia bersedia menguji apakah dia cocok dengan pasangannya ini. Sebenarnya saya kurang setuju dengan langkah yang diambilnya, namun dia melakukan hal yang bijaksana. Kebetulan pasangannya yang tidak seiman itu tinggal di kota lain, lalu dia memutuskan pergi ke kota itu. Ia tidak tinggal dengan pria itu tetapi di tempat temannya dan mengunjungi pria itu selama seminggu atau dua minggu. Di situ baru dia melihat gaya hidup pacarnya itu, yaitu pulang kerja tidak langsung ke rumah tapi mampir dulu ke "night club" sampai jam 11 atau 12 malam baru pulang. Melihat gaya hidup pacarnya seperti itu, dia balik lagi ke kota asalnya dengan suatu keputusan yang sangat jelas, dia harus putus hubungan dengan pacarnya.
Contoh lainnya: Ada seorang pemuda yang juga mengalami masalah seperti itu, sebetulnya sadar bahwa dia tidak cocok dengan kekasihnya, dia malu untuk memperkenalkannya, karena merasa tidak diterima oleh teman-teman dan keluarganya. Tapi karena cintanya terlalu kuat maka sulit untuk memutuskan hubungan. Ini adalah hubungan yang tidak sehat, tapi sangat sulit untuk bisa lepas satu sama lain. Penyebabnya adalah karena pemuda itu tidak bisa mempresentasikan pasangannya di hadapan orang-orang. Mereka menjadi sangat saling bergantung satu sama lain, seolah-olah kebutuhan mereka tidak bisa dipenuhi oleh orang lain. Hanya pasangannya yang bisa memenuhi kebutuhan itu, sehingga mereka benar-benar bergelendot, bersandar penuh kepada pasangan dan tidak dapat membuka diri terhadap masukan orang lain. Hal ini amat berbahaya, karena mereka menjadi sangat eksklusif, tidak realistis, sangat membebankan dan tidak memberikan ruang gerak bagi pasangannya. Setelah menikah baru menyadari bahwa pasangan kita tidak bisa memenuhi setiap kebutuhan kita.
Terkadang ada pasangan atau calon suami-istri yang beralasan: "Yang penting kan kita berdua, orang lain bisa diatur nanti." Alasan ini tidak dapat diterima untuk melandasi suatu pernikahan, sebab kita harus sadar bahwa kita hidup dengan orang lain dan harus berelasi dengan mereka. Saat ini banyak terjadi persoalan di mana suami seolah-olah merasa cocok dengan istrinya, tetapi istrinya tidak bisa cocok dengan satu manusia pun di luar sana, atau sebaliknya si suami tidak bisa cocok dengan satu manusia pun. Setiap kali berkumpul dengan orang selalu ribut, selalu tidak cocok dan lain sebagainya. Dalam keadaan seperti ini yang menderita adalah pasangan itu sendiri. Setelah menikah baru menyesal, semua sudah terlambat! Prinsipnya adalah berpasangan dengan orang yang bisa kita presentasikan ke hadapan orang lain. Kita tidak bisa berpasangan dengan seseorang yang ingin kita sembunyikan dari khalayak ramai karena merasa malu. Kita harus memiliki kebanggaan ketika bersanding dengannya, berjalan dengannya, dan mempresentasikan dia di lingkungan kita, entah di tengah-tengah teman, keluarga, maupun kolega kita. Jika belum menikah saja sudah merasa malu berjalan dengan dia dan menyembunyikan dia, ini adalah bukti hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang. Kalau kita hanya berani berduaan di luar khalayak ramai, hubungan ini akan menjadi terlalu eksklusif. Yang lebih serius lagi adalah tidak berani mempresentasikan dirinya, karena sebetulnya menyadari banyak hal dalam dirinya yang tidak dapat diterima orang lain dan sebenarnya kita pun tidak bisa menerimanya.
Pilihlah orang yang bisa kita terima dan tidak malu untuk menerimanya. Temukanlah sesuatu yang dapat membuat kita merasa bangga terhadapnya, misalnya: kualitas hidupnya, status sosialnya, atau keterampilannya. Tidak harus orang yang paling tampan atau paling cantik, tapi yang penting adalah tidak malu berjalan dengannya. Suatu hari kelak kita tidak malu dikenal sebagai suami atau istrinya.
Nilai moral sesungguhnya adalah poros sedangkan keputusan hidup kita adalah jari-jarinya, sehingga kalau poros itu tidak ada atau tidak lagi berimbang, sudah tentu jari-jarinya akan berputar tidak beraturan atau kacau. Seperti poros, nilai moral sangatlah penting sebab akan menentukan saat misalnya kita akan membeli rumah yang besar atau yang kecil, atau jika orang tua kita yang membutuhkan rumah juga, jikalau kita berkata, "Wah ... orang tua saya juga perlu uang ini, bagaimana kalau kita beli rumah yang sedang dulu, jangan yang terlalu besar, nanti kalau ada uang yang lebih banyak baru membeli yang lebih besar." Tentu pasangan kita akan bertanya, "Untuk apa uang itu ... ?" Kita berkata, "Ya, saya mau bagikan kepada orang tuaku karena ini penting buat mereka." Kalau pasangan kita tidak mempunyai nilai hidup yang sama tentu ia akan menolak dan marah. Nilai moral atau nilai kehidupan sangat luas jangkauannya. Ada sebagian muda-mudi yang menerapkan gaya hidup "kumpul-kebo". Mereka mempunyai standar/nilai moral yang mengujicobakan hidup bersama sebelum keduanya sah menjadi suami- istri. Hasil dari nilai dan gaya hidup seperti ini tidak pernah efektif. Hasil studi di AS menunjukkan justru tingkat perceraian di kalangan pasangan kumpul-kebo lebih tinggi daripada pasangan yang tidak pernah melakukannya. Sangat menarik sekali mengapa mereka yang kumpul-kebo, hidup bersama, akhirnya lebih rawan terhadap perceraian, dibandingkan mereka yang tidak pernah hidup bersama. Satu jawaban yang hakiki adalah pernikahan. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, yang suci, dan jika yang suci itu dicemarkan, diremehkan, dibuang seperti sampah maka akhirnya kedua belah pihak melihat masing-masing seperti sampah juga sehingga perasaan saling menghargai akan sangat kurang. Sudah pasti bahwa hidup bersama di luar ikatan pernikahan tidak dikehendaki dan tidak diberkati Tuhan, sebab melanggar firman Tuhan yang jelas mengatakan "Jangan berzinah!"
Mereka yang tidak takut kumpul-kebo sudah pasti tidak takut bercerai. Ada kalanya memang yang satu sangat tidak berkeberatan untuk melakukannya. Dahulu kita beranggapan, bahwa sudah pasti yang akan berinisiatif untuk kumpulkebo atau berhubungan seksual sebelum menikah adalah si pria. Tetapi kenyataan itu sekarang mulai berbeda, cukup banyak wanita yang sangat berani meminta hubungan seksual sebelum menikah. Ini adalah hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang karena mereka tidak akan berkesempatan melihat problem-problem lain dengan objektif. Seks akan membawa kenikmatan, sehingga kalau seks sudah menjadi pusat hubungan mereka maka akan menutupi masalah-masalah yang sebetulnya ada dalam hubungan mereka. Kalau mereka berhubungan seks sebelum menikah, itu terjadi karena yang satu kurang dapat menguasai diri, selalu tidak dapat menguasai diri. Keadaan ini akan membuat pasangan-nya bertanya-tanya, seandainya telah menikah dan dia bersama orang lain dan kebetulan harus berdua, apakah dia mampu menguasai diri. Dengan kata Iain, ketidakmampuan pasangannya menguasai diri dapat mengurangi rasa percaya, dan juga akan mengurangi rasa hormat atau respek. Jujurlah kepada diri sendiri maka kita sesungguhnya menghormati pasangan kita yang justru bersikeras menjaga kesuciannya. Kita jauh menghormati pasangan yang berani konsekuen dengan kekudusannya dibanding pasangan yang memperlakukan tubuhnya sembarangan.
Yang seringkali ditanyakan oleh mereka yang masih berpacaran dalam ceramah dan seminar ialah, sampai sejauh mana boleh mengungkapkan hasrat seksual? Secara umum, sebaiknya jangan sampai berciuman di bibir sebab bibir adalah organ tubuh yang sangat erotis dan kalau sudah masuk pada ciuman bibir biasanya akan mengundang tindakan- tindakan lain yang lebih serius. Cukup berpegangan tangan atau berpelukan dari samping. Jangan berpelukan dari depan karena posisi ini juga akan mengundang reaksi birahi. Nasihat atau larangan ini memang terdengar sangat kolot bagi para pemuda. (Saya mengatakan begini berdasarkan pengalaman sendiri). Ketika berpacaran, saya pun harus bergumul dengan hal-hal seperti itu dan ingin agar mereka yang mendengar atau membaca hal ini akhirnya tidak harus jatuh ke dalam dosa dan merasa telah melakukan hal yang salah.
Ada yang menganggap jika tidak melakukan apa yang biasa dilakukan teman-teman sebayanya, seperti berciuman bibir, yang dikhawatirkan para pemuda ialah, mereka akan dicap pasangannya sebagai orang kolot/kuno. Atau sebaliknya si wanita khawatir dicap sebagai orang yang dingin, sehingga terpaksa melakukannya. Hal itu dapat dihindari melalui komunikasi yang lebih terbuka, yaitu masing- masing mengatakan baiklah menjaga diri dengan mengambil langkah- langkah seperti ini. Jikalau sudah ada pengertian seperti itu seharusnya tidak ada lagi tempat untuk kesalahpahaman. Justru mereka akan lebih bangga dengan hubungan seperti itu karena mereka saling menentukan target dan dari situlah akan nampak bagaimana mereka bekerja sama untuk saling menjaga kesucian.
Hal ini patut dijadikan tolok ukur, karena misalnya si wanita melihat pasangan prianya terlalu bernafsu padanya, setidaknya dia bertanya-tanya, pacarku ini mencintaiku atau mencintai tubuhku, ini adalah dua hal yang berbeda.
Ini adalah salah satu pertanyaan yang sangat penting, apalagi dalam konteks ketimuran kita. Mereka yang menikah tidak bisa berkata, "Saya hanya menikahimu dan tidak peduli dengan keluargamu". Berdasarkan pengalaman, sekali lagi, hal ini seringkali menjadi duri dalam hubungan nikah mereka. Berkali-kali saya menyaksikan ini dalam praktik, yaitu akhirnya hubungan suami-istri sangat terganggu masalah keluarga masing-masing. Biasanya yang terjadi adalah salah satu pihak tidak menghargai keluarga pasangannya. Bukan berarti harus dengan buta menghargai keluarga pasangan kita karena mungkin ada anggota keluarga yang bermasalah. Misalnya, bapak atau ibu mertua yang bermasalah, tapi kita juga harus menyadari bahwa seberapa pun mereka bermasalah, tetap saja mereka adalah bagian kehidupan pasangan kita dan ia sedikit banyak pasti berharap agar kita mau menghargai mereka. Sebab penghinaan terhadap keluarganya juga berarti penghinaan terhadap dirinya. Sebaiknyalah menikah dengan seseorang yang keluarganya dapat kita hargai.
Seringkali yang terjadi dalam masa pacaran adalah telanjur saling senang tapi kemudian salah satu dari orang tua entah dari pihak pria atau wanita tidak menyetujui atau tidak merestui. Sebagai orang Kristen yang beriman kepada Tuhan, bagaimana seharusnya mereka bersikap?
Hal ini sering dipertanyakan, namun selalu ada pertanyaan, apakah orang tuamu jelas melihat pasanganmu? Sebab ada kalanya orang tua mempunyai frase posisi atau anggapan yang kurang jelas sehingga harus mengetahui terlebih dulu apakah orang tua telah jelas melihat pasangan kita. Pertama, kitalah yang bertugas memberikan penjelasan selengkapnya dan seobjektif mungkin. Kedua, harus selalu menghargai masukan orang tua sebab kita harus selalu kembali pada fakta motivasi. Ada orang tua yang susah melepas anaknya untuk menikah, sehingga siapa pun yang menjadi pasangan si anak akan dicelanya. Tapi pada umumnya orang tua tidak seperti itu dan mereka menginginkan agar anak-anak bahagia. Jadi, kalau sampai orang tua menentang, biasanya karena mereka prihatin bahwa orang itu sesungguhnya tidak cocok dengan anaknya. Mungkin ini yang tidak terlihat oleh si anak. Maka, anak perlu menghargai masukan orang tua sebab umumnya orang tua tidak beniat jahat, justru melakukan itu untuk kebaikan si anak. Inilah yang perlu dipelajari oleh si anak, kenapa orang tuanya menentang, dia harus melihat hal-hal itu dengan objektif.
Misalnya yang kerap terjadi adalah orang tua melarang anaknya menikah karena alasan perbedaan etnis. Ada sebagian anak yang tetap ngotot dan tidak menghormati petunjuk atau permintaan orang tuanya. Sebagai akibat pergaulan yang sangat terbuka, mereka melihat banyak pasangan yang berbeda etnis dan di mata mereka pasangan itu toh tetap berbahagia. Ada sebuah kesaksian dari seorang pendeta kulit putih di AS, suatu hari putrinya datang kepadanya dan berkata, "Papa, saya akan menikah", si papa berkata, "Ya baik, bagus, dengan siapa ...?" lalu putrinya berkata, "Dengan seorang berkulit hitam, seorang Negro". Si papa kemudian berkata dengan sangat bijaksana, "Silakan, tidak apa-apa, tapi saya minta kamu melakukan satu hal, tinggallah bersama keluarga dan orang tuanya selama jangka waktu tertentu (6 bulan atau setahun)." Anak itu menyetujui dan ia tinggal berbulan-bulan dengan keluarga si pria itu, setelah berbulan-bulan dia kembali ke rumah papanya dan berkata, "Papa, saya berubah pikiran, tidak jadi menikahi pasangan saya." "Kenapa ...?" sebab memang ternyata perbedaan etnis berdampak pada suatu hubungan, bukan masalah etnis tapi gaya hidup dan cara hidup, nilai-nilai hidup, kebiasaan hidup, semua itu perlu dipertimbangkan. Ayah si putri itu memberikan pemecahan yang bijaksana, sehingga bukan dia yang melarang tapi anaknya sendiri yang memutuskan untuk membatalkan hubungan ke tahap pernikahan.
Secara Alkitabiah, seorang Kristen tidak boleh melarang anaknya menikah dengan orang yang berlainan etnis. Karena memang Tuhan tidak menghendaki hal itu, Tuhan melihat semua orang sama. Tuhan hanya membedakan seiman atau tidak, Tuhan memintanya dengan jelas. Tuhan tidak mempersoalkan masalah etnis yang berbeda karena semuanya adalah ciptaan Tuhan. Namun, selain itu kita harus menyadari bahwa setiap golongan masyarakat mempunyai pola dan kebiasaan hidup yang unik untuk setiap kelompok. Bahkan meskipun mereka satu etnis, antara orang yang berstatus ekonomi tinggi dengan yang berstatus eknnomi rendah akan memiliki gaya hidup yang berbeda. Sebelum menikah, lihatlah dengan jelas hal-hal yang mungkin dapat menjadi duri dalam pernikahan mereka. Bagi pasangan yang berbeda etnis, bukan masalah etnisnya tapi mereka harus menyadari perbedaan-perbedaan gaya hidup dan bagaimana kelak dapat menyesuaikannya.
Perbedaan kemampuan ekonomi yang terlalu jauh akan mempengaruhi kehidupan pernikahan, apalagi jika si pria lebih rendah, sebab pria cenderung mengukur harga dirinya dari segi keberhasilan ekonominya. Sewaktu menikah dengan wanita yang status ekonominya jauh melampaui dirinya, biasanya dia akan minder. Seorang yang minder dapat mempunyai dua perilaku yang ekstrim, pertama: dia menjadi sangat penurut, mengikuti semua kehendak si istri dan keluarganya, kedua: justru kebalikannya, ia melarang si istri dekat dengan keluarganya, memerintah si istri, dan menjadi bos atas istrinya, atau ada juga seperti istilah orang Jakarta yang mengatakan, memoroti uang si istri. Suatu kali ada kejadian dimana setelah si suami menjadi berhasil dan sukses kemudian membalas dendam, rupanya dia menyimpan dendam dan otomatis akan merasa peka dan cepat tersinggung. Mungkin keluarga si istri tidak menghina tapi kadang ada perkataan yang kurang enak dan itu begitu sensitif baginya. Ia menjadi dendam dan akhirnya menimbulkan permusuhan, sungguh menyedihkan.
Sebaiknya ia mengetahui dengan jelas siapa kita, termasuk masa lalu kita. Kalau masa lalu kita sangat kelam, misalnya sebelum bertobat kita hidup dalam kehidupan seksual yang sangat bebas, akuilah dengan jujur karena ini penting untuk diketahui oleh pasangan kita. Jangan sampai sesudah menikah baru istrinya tahu, "oo ... itu pacarmu dulu, oo ... itu juga pacarmu yang dulu, oo ... itu bekas pacarmu lagi " Si istri akan bingung, berapa banyak mantan koleksi suaminya dahulu. Tidak perlu menjelaskan secara rinci apa saja yang dilakukan saat itu karena dapat mengganggu memori atau ingatan pasangan kita untuk waktu yang lama. Cukuplah menjelaskan perbuatan tidak baik yang pernah dilakukan secara garis besar. Kalau ia bertanya lebih rinci, misalnya hubungan yang tidak senonoh seperti itu, sebaiknya jangan dijelaskan. Jadi, tidak usah membangkit- bangkitkan semua yang telah terjadi, hal itu sangat tidak bijaksana sebab terkadang dapat dijadikan alasan untuk bertengkar.
Dalam masa pacaran, pertengkaran tidak harus dihindari sebab ada yang berkonsep bahwa hubungan yang sehat adalah hubungan yang bebas dari pertengkaran. Hubungan yang sehat bukanlah hubungan yang bebas dari pertengkaran dan juga bukanlah yang sarat dengan pertengkaran, keduanya tidak sehat. Indikasi hubungan yang sehat adalah hubungan yang kadang-kadang ada pertengkaran, tapi yang pasti bisa diselesaikan. Kuncinya justru adalah bisa diselesaikan bersama- sama, dituntaskan dengan pengampunan dan penerimaan. Hubungan yang tidak mampu menyelesaikan masalah sebetulnya adalah hubungan yang sangat lemah. Kadang kala orang menganggap suatu masalah selesai karena keduanya sudah terlalu lelah bertengkar, "Ya sudah ... terserah kamu!" Dua tiga hari kemudian pertengkaran itu hilang lalu muncul lagi. Itu tidak sehat, keduanya harus mampu mencari jalan keluar, solusi harus selalu ada dalam hubungan yang sehat.
Masa depan bersama adalah hal yang baik untuk dibicarakan, jadi keduanya harus membicarakan aspirasi mereka ke depan. Sangatlah penting saling bertanya dan membahas keinginan mendatang, apa kerinduan dalam hidup ini, apa yang perlu diraih dalam hidup ini. Misalnya yang satu merindukan rumah dan ingin tetap tinggal di rumah itu dalam waktu yang lama, tidak usah berpindah-pindah pekerjaan asal memadai atau cukup, tapi yang satu berbeda pendapat yaitu ingin mengejar jenjang karir yang lebih tinggi, kalau perlu pindah rumah atau pindah kota sekalian, tidak apa-apa. Hal seperti ini harus dibicarakan sebagai salah satu tolok ukur, apakah kelak keduanya sanggup membangun pernikahan atau kehidupan rumah tangga yang sehat.
Ams 27:1 dan 2 mengatakan: "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu. Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kau kenal dan bukan bibirmu sendiri."
Dua hal dalam ayat ini akan dikaitkan dengan hubungan berpacaran:
Pertama adalah janganlah memuji diri karena esok hari, jadi jangan terlalu bermegah akan esok hari. Banyak yang berpacaran tertalu positif akan hari esok, bahwa hubungan mereka pasti cemerlang, pasti cocok, pasti tidak ada masalah, karena saling mencintai. Tidak, jangan terlalu memuji diri akan hari esok. Lihatlah hari esok dengan realistik.
Kedua, biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu. Maksudnya adalah jangan berkata bahwa hubungan kita paling kuat, paling sehat karena saling mencintai. Biar orang lain yang memuji, artinya terimalah dan mintalah tanggapan orang lain. Semakin sehat suatu hubungan, semakin berani mereka menerima masukan orang lain. Suatu hubungan akan semakin tidak sehat dan rapuh bila mereka takut menerima masukan orang lain.
Pasangan yang merintis hubungan ke arah pernikahan harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan di atas sebagai introspeksi diri. Semua itu dapat dijadikan pedoman, namun yang terpenting adalah kita harus berpegang pada firman Tuhan, yang pasti dapat memberikan petunjuk bagi kita. Dalam Yak 1:5 dituliskan: "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada ALLAH, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya. "Saya sering menasihati mereka yang berpacaran bahwa salah satu doa yang harus mereka panjatkan atau minta kepada Tuhan adalah hikmat, yaitu hikmat untuk bisa melihat. Menurut saya pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang baik dan seringkali terpikirkan oleh banyak pasangan, tapi mereka tidak bisa melihat jawabannya karena mata mereka terkaburkan seolah-olah terbutakan oleh amuk cinta. Sehingga mereka harus minta hikmat agar menjernihkan mata mereka dan dapat melihat dengan jelas.
Sekarang banyak diselenggarakan program bina pranikah untuk mempersiapkan calon-calon pasangan suami-istri baik di gereja maupun di tempat lain. Program ini sangat diperlukan, karena dengan adanya bina pranikah maka jemaat semakin diperlengkapi dengan pengetahuan yang penting sebab memang tidak ada kuliah pernikahan. Salah satu cara terbaik dan sangat efisien adalah mendayagunakan anak-anak Tuhan sendiri, seperti majelis, atau tua-tua gereja yang mamiliki hubungan nikah baik dan sehat. Mereka bisa diminta untuk memberikan bimbingan, memberikan masukan-masukan dari pengalaman hidup mereka, itu sangat bermanfaat.