Yesus - Teladan Kita sebagai Seorang Pengkhotbah
Dunia tidak pernah melihat pengkhotbah yang lebih baik daripada Tuhan kita, Yesus Kristus. Seharusnya, tujuan dari setiap pengkhotbah pada zaman ini adalah untuk berkhotbah seperti Dia, dengan semaksimal mungkin.
Ada sebuah buku tua tentang gaya berkhotbah Yesus yang berjudul “The Master Preacher” yang tebalnya lebih dari 200 halaman dan sudah tidak dicetak lagi sejak bertahun-tahun yang lalu. Di bawah ini adalah ringkasan dari 6 halaman yang berisi poin-poin utama dalam buku tersebut.
Di bawah ini, saya lampirkan sebuah artikel yang saya tulis beberapa tahun yang lalu tentang gaya berkhotbah saya sendiri karena saya berusaha untuk mengikuti teladan Yesus.
Mempelajari gaya berkhotbah Yesus akan menantang Anda untuk mengubah gaya berkhotbah Anda. Jangan berpegang pada gaya Anda sendiri, atau gaya berkhotbah yang ditemukan dalam kekristenan saat ini, yang menganggap bahwa gaya berkhotbah Yesus tidak relevan bagi zaman ini. Jadilah berani dan rendah hati untuk berubah. Bertekadlah untuk mengikuti teladan Yesus secara radikal. Anda akan menemukan bahwa Allah akan mendukung Anda dengan kuat dan memberkati pelayanan Anda.
Kita membutuhkan lebih banyak contoh pengkhotbah yang berkhotbah seperti Yesus.
Zac Poonen
“The Master Preacher” oleh A.R. Bond
(Diterbitkan pada tahun 1910, sekarang dalam domain publik)
Versi ringkas
----
Yesus tidak memiliki jam-jam tertentu untuk berkhotbah. Dia bekerja setiap saat sepanjang tahun, dan sangat aktif di sepanjang pelayanan publik-Nya. Semua golongan orang menjadi pendengar-Nya dan Ia memiliki pesan yang sesuai untuk masing-masing golongan. Dia berkhotbah kepada orang banyak di depan umum, tetapi lebih banyak lagi kepada kedua belas murid-Nya secara pribadi. Ia berkeliling ke seluruh Israel dan berbicara kepada orang banyak di desa dan di kota dengan sama mudahnya. Individu-individu menerima perhatian yang sama dari-Nya seperti halnya orang banyak. Dia tidak memilih orang miskin hanya karena kemiskinan mereka. Orang kaya juga dapat datang kepada-Nya jika mereka mau merendahkan diri.
Dalam tiga kitab Injil pertama, kita membaca tentang 31 percakapan yang dilakukan Yesus dengan 28 orang dalam 24 kesempatan. Dalam Injil Yohanes, kita membaca 24 percakapan yang dilakukannya dengan 17 orang. Ada 8 percakapan yang Dia lakukan dengan Petrus yang disoroti.
Yesus melihat pentingnya setiap kesempatan dan tidak pernah membiarkan satu pun terlewatkan. Yohanes 3:10 dan 4:18 adalah contoh bagaimana Dia memanfaatkan waktu-waktu yang sensitif terhadap kebenaran agama, dan menjangkau setiap orang dengan pesan yang sesuai (bukan hanya pesan yang standar).
Yesus selalu mudah didekati dan Dia sangat memperhatikan setiap individu. Dia memiliki perhatian khusus terhadap wanita dan anak-anak, bahkan jika Ia harus melawan norma-norma sosial pada zaman-Nya (seperti dalam Yohanes 4). Dia adalah sahabat orang-orang berdosa sampai akhir.
Yesus berkhotbah di Bait Allah, di rumah-rumah ibadat, dan di tempat terbuka. Dia berkhotbah di rumah-rumah orang tanpa menghiraukan posisi sosial, kedudukan finansial, dan kemurnian mereka.
Dia selalu menarik perhatian orang ketika berkhotbah. Khotbah-Nya selalu serius dan penuh semangat. Dia menghindari bercanda dan bersenda gurau dalam pesan-pesan-Nya, dan tidak pernah meremehkan kebenaran-kebenaran besar tentang kekekalan. Ia selalu bermartabat. Khotbah-Nya memiliki gaya percakapan dan Dia mendorong orang-orang untuk mengajukan pertanyaan. Kepribadian-Nya berwibawa dan wawasan-Nya tentang proses berpikir manusia sangat akurat. Setiap pesan yang Ia sampaikan sesuai dengan keadaannya.
Metode-Nya
Rumah-Nya di Nazaret mempertemukan-Nya dengan masyarakat kelas menengah, dan hati-Nya yang penuh simpati menuntun-Nya untuk menemukan kondisi orang-orang miskin dan yang tidak beruntung dalam masyarakat. Dia menggunakan gagasan-gagasan religius pada zaman-Nya sebagai titik awal, kemudian menyingkapkan kesalahan-kesalahan mereka.
Secara intelektual, Yesus membuat khotbah-Nya dapat dimengerti oleh para pendengar-Nya dan menyesuaikannya dengan tingkat pendengar-Nya (Markus 4:33). Dia sederhana, tetapi tetap mendalam, dan tidak pernah menggunakan kata-kata yang rumit. Pikiran adalah pintu menuju emosi dan kehendak, karena itu Dia menyentuh pikiran pendengarnya terlebih dahulu.
Emosi para pendengar-Nya tergugah oleh khotbah Yesus. Rasa takjub dicatat sebanyak 34 kali dari pihak pendengar. Pada 18 kesempatan, rasa sedih disebut disebabkan atau diringankan oleh-Nya. Ada juga kemarahan, sukacita, kecemburuan, pengharapan dan kebencian. Tujuan-Nya dalam membangkitkan emosi seperti itu tidak pernah untuk memuaskan diri-Nya sendiri atau untuk mencari sensasi, tetapi selalu untuk menuntun orang kepada kehidupan yang benar.
Kehendak itulah yang akhirnya berusaha digerakkan oleh Yesus dalam diri manusia dalam semua khotbah-Nya. Dia bekerja untuk mencapai tujuan ini untuk membuat manusia tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah.
Logika-Nya
Ilustrasi. Ia menggunakan banyak kiasan. Dalam "Khotbah di Bukit" saja, dia menggunakan 62 ilustrasi, misalnya garam, terang, roti, dll.. Berbagai macam kehidupan tercakup di dalamnya. Yesus masuk ke dalam kehidupan dan kepentingan manusia secara utuh, Ia bukan seorang pertapa. Dia menggunakan banyak ilustrasi dari kehidupan pertanian dan rumah tangga. Dunia fisik memberi-Nya banyak tema untuk realitas rohani. Kata-kata yang digunakan-Nya sederhana dan singkat. Ilustrasi-Nya tidak selalu menceritakan kisah yang lengkap. Dia meninggalkan sesuatu pada imajinasi para pendengar-Nya, karena Dia ingin manusia berpikir. Yesus selalu menggunakan kata-kata yang jelas dan sederhana. Dia tidak pernah menggunakan kata-kata yang abstrak dan sulit. Ia hanya menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang dapat memperjelas kebenaran.
Interogasi. Tercatat ada 237 pertanyaan berbeda yang diajukan Yesus. Tidak diragukan lagi, ini adalah metode yang terbaik untuk berkhotbah. Namun, seseorang harus berhubungan dengan Allah dan harus mengetahui firman Allah secara menyeluruh, untuk dapat selalu memiliki jawaban yang siap. Yesus mengetahui proses berpikir manusia dengan sangat baik sehingga bahkan ketika orang di sekitar-Nya tidak mengatakan apa pun, ada tertulis bahwa "Yesus menjawab dan berkata".
Kecaman. Yesus mengecam kejahatan tanpa memandang siapa pun. Dia tidak pernah mencari penerimaan melalui nama atau posisi dalam masyarakat. Dia menggunakan ironi dan sarkasme yang tajam sehingga membuat banyak musuh yang akhirnya membunuh Dia. Akan tetapi, kecaman-Nya sama sekali tidak mengandung racun atau kebencian pribadi.
Pengulangan. Yesus sering mengulangi pesan-pesan yang pernah disampaikan-Nya di tempat-tempat yang berbeda. Dia lebih peduli untuk memenuhi kebutuhan manusia daripada mendapatkan reputasi karena mengatakan beberapa hal baru pada setiap kesempatan. Dia juga mengulangi pesan dan tema kepada pendengar yang sama tentang kerajaan Allah, Allah sebagai Bapa, kasih, berjaga-jaga, penyangkalan diri, salib, dll..
Yesus selalu mengemas banyak hal dalam beberapa kata.
Yesus tidak pernah berusaha untuk menggerakkan orang dengan keahlian pidato. Dia ingin orang-orang tergerak oleh isi pesan-Nya.
Postur tubuh. Yesus berkhotbah sambil berdiri dan juga sambil duduk. Dia berdoa sambil berdiri di depan umum, dan berlutut dalam doa-doa pribadi. Dia menyentuh banyak orang yang disembuhkan-Nya dan juga anak-anak kecil. Sentuhan-sentuhan ini membawa Dia lebih dekat dengan orang-orang itu dalam roh juga. Dia juga menggunakan tangan-Nya ketika berbicara (Mat. 12:49). Ia menengadah ke atas (Markus 6:41; 7:34; Yohanes 11:41; 17:1), dan juga terkadang memandang orang-orang tertentu secara langsung (Markus 3:5, 34; 8:33; 10:21; Lukas 6:20; 20:17; 22:61).
Humor dan ironi. Yesus adalah seorang ahli ironi. Dia menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang dapat dipahami oleh orang awam. Ia dapat mengubah suatu peristiwa yang memalukan menjadi suatu keuntungan (Matius 22:21). Lihat juga Matius 7:1-5; 11:17; 23:24; Lukas 11:37-41; 14:12-23.
Perkataan yang mengejutkan. Yesus terkadang membuat pernyataan yang mengejutkan untuk membuat para pendengarnya berpikir. Lihat Matius 5:29, 30; 6:24; 9:11 dst; 11:11; 15:14; 16:28; 16:7, 21 dst; 24:42, 43; Markus 9:10; 10:26, 30; Lukas 2:41 dst; 12:51; Yohanes 2:19; 6:60.
Kadang-kadang, Yesus akan pergi setelah mengatakan sesuatu Matius 13:53; 15:21; 16:4; 19:1,15. Bandingkan Lukas 12:51 dengan Yohanes 14:27; dan Yohanes 9:39 dengan 12:47; dan Yohanes 6:37 dengan 44.
Tema-Nya
Yesus menggunakan kesempatan-kesempatan tertentu untuk menekankan kebenaran-kebenaran tertentu yang spesifik (Matius 12:46-50; Markus 12:41-44; Lukas 22:24-30; Yohanes 4:35). Dia mengajarkan kebenaran yang dapat dipahami sepenuhnya hanya secara bertahap -- saat seseorang bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus.
Ia berbicara terutama tentang tujuh tema ini:
- Kerajaan Allah (78 referensi)
- Allah Bapa.
- Kehidupan Kekal
- Penyangkalan diri
- Dosa dan kebenaran
- Kasih
- Kematian dan kebangkitan-Nya
Ia menyebut diri-Nya sebagai Anak Manusia sebanyak 52 kali.
Dia juga berbicara tentang tema-tema kecil seperti penginjilan dunia, puasa, sedekah, dan sebagainya, Yesus tidak pernah kehilangan relasi yang benar antara kebenaran yang satu dengan yang lain.
Yesus menetapkan prinsip-prinsip untuk membimbing manusia dalam setiap hubungan dan tugas dalam kehidupan. Dalam khotbah-Nya, Dia merangkul semua kelas dan usia orang, dan semua kemungkinan.
Dia berbicara tentang hal-hal yang sangat penting, bukan tentang topik-topik remeh yang didiskusikan oleh para rabi (bdk. Mat. 23:23). Dia tidak pernah berbicara tentang filsafat, reformasi atau politik.
Yesus berbicara secara logis dan tidak menyimpang dari tema yang Dia sampaikan. Dia menggunakan nasihat, perumpamaan, interogasi, pengajaran, dan lain-lain, untuk membuat kehadiran dan kasih Allah menjadi nyata bagi manusia, dan untuk menekankan tanggung jawab mereka.
Pesan-Nya mencerminkan pengalaman-Nya sendiri, dan Ia menghidupi pesan-Nya sebelum memberitakannya (Kisah Para Rasul 1:1).
Perjanjian Lama. Dalam catatan Injil, ada 34 kutipan langsung dari Perjanjian Lama dan 23 kiasan terhadap peristiwa-peristiwa Perjanjian Lama yang digunakan dalam pengajaran Yesus. Dia telah mempelajari Perjanjian Lama di rumah, di sekolah desa, dan di sinagoge. Bagian-bagian dari Kitab Suci harus dihafalkan oleh anak-anak Ibrani. Ibunya juga pasti telah mengajar-Nya. Yesus menerima inspirasi Ilahi dari Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah kekuatan yang membentuk kehidupan rohani Yesus.
Yesus hidup pada zaman ketika semua orang secara membabi buta mengikuti pendapat para ahli yang sudah meninggal. Rabi lebih unggul dari Kitab Suci. Keaslian dan kesegaran tidak dikenal. Di tengah-tengah semua ini, Yesus tetaplah orisinal (Matius 7:29). Ia menafsirkan Perjanjian Lama secara rohani, menggantikan penafsiran seremonial yang biasa dilakukan, dan mengangkat standarnya (Matius 5).
Khotbah Yesus selalu bersifat topikal dan cara ini juga diteladani oleh para rasul ketika mereka berkhotbah. Dia mengutip dari Perjanjian Lama, tetapi tidak pernah mengutip ayat-ayat yang panjang. Dalam 29 dari 34 kutipan, Yesus menggunakan beberapa tanda kutipan, seperti, "Ada tertulis". Dia kadang-kadang membuat tusukan pedang dengan ayat-ayat yang tajam dari Perjanjian Lama. Ada 34 kutipan yang diambil-Nya dari 46 ayat dalam Perjanjian Lama (28 dari 5 kitab pertama Musa, 7 dari Mazmur dan 11 dari Kitab Para Nabi). Perkataan Yesus dipenuhi dengan semangat dan ungkapan-ungkapan Perjanjian Lama. Dia menggunakan contoh-contoh Perjanjian Lama untuk menegur tradisi-tradisi orang banyak (Mat. 12:1-5).
Isu-isu Kontroversial. Orang-orang Yahudi lebih mementingkan hak-hak istimewa mereka sebagai umat pilihan Allah daripada tanggung jawab mereka terhadap bangsa-bangsa lain. Yesus mengkhotbahkan pentingnya hubungan pribadi yang vital dengan Allah. Orang-orang Yahudi terlalu mementingkan pendapat-pendapat historis dari para rabi yang telah meninggal. Yesus menekankan semangat Firman dan menegur Bibliolatri mereka. Pengharapan Mesianik Yahudi mencakup kehormatan dan kekuasaan duniawi. Akan tetapi, Yesus justru menyerang hal ini.
Musuh-musuh-Nya menganggap Yesus biasa-biasa saja, karena asal-usul-Nya yang sederhana. Namun, popularitas-Nya membangkitkan iri hati mereka (Yohanes 7:12; 11:48) dan perhatian-Nya yang lebih besar kepada para pemungut cukai yang curang membuat mereka jengkel. Maka, mereka menuduh-Nya sebagai penghujat dan bersekutu dengan Iblis.
Enam kali mereka menuduh Yesus menajiskan hari Sabat. Yesus mengajarkan bahwa tradisi para tua-tua merupakan penghalang bagi iman dan pelayanan yang benar kepada Allah.
Kita membaca 22 contoh ketika Yesus berdebat dengan musuh-musuh-Nya secara defensif (seperti dalam Yohanes 8:7; Matius 22:21). Pada 4 kesempatan, Yesus berdiam diri terhadap tuduhan yang dilontarkan kepada-Nya dan ini membuat musuh-musuh-Nya marah. Dia menolak untuk menunjukkan tanda mukjizat, tetapi kadang-kadang menggunakan mukjizat untuk mempertahankan pesan-Nya (Matius 9:6; Lukas 14:1-6).
Mukjizat-Nya
Catatan dalam Injil menyebutkan 26 mukjizat penyembuhan dan 8 mukjizat alam yang dilakukan Yesus hingga saat kematian-Nya (12 mukjizat penyembuhan dilakukan dengan kontak fisik). Mukjizat-mukjizat Yesus tidak dimaksudkan sebagai pertunjukan yang spektakuler. Lima kali Ia menolak melakukan mukjizat ketika diminta (Lihat Matius 12:38, 45; 16:1-4; Lukas 23:8-12; Yohanes 2:13-22; 6:22-59).
Mukjizat-mukjizat Yesus tidak dimaksudkan untuk mendapatkan penonton. Hanya sekali (Lukas 8:39) Yesus meminta orang yang disembuhkan untuk menceritakannya kepada orang lain; dan pada saat itu, Yesus sendiri akan segera pergi dari sana. Empat kali, Dia dengan jelas melarangnya (Matius 8:2-4; 9:27-31; Markus 7:32-37; 8:22-26). Godaan untuk menarik orang banyak melalui mukjizat mungkin terlalu kuat bagi orang yang kurang percaya diri akan kuasa kebenaran-Nya, kurang menguduskan diri pada misi pengorbanan-Nya, dan kurang mengenal sifat manusia yang mudah bimbang.
Mukjizat-mukjizat Yesus adalah sebuah respons terhadap kebutuhan manusia. Dia tidak pernah sekalipun gagal menanggapi kebutuhan yang nyata. Dia selalu bertindak demi kepentingan orang lain. Dia tidak pernah mengambil keuntungan dari mukjizat-mukjizat-Nya sendiri kecuali dalam Matius 14:13-23; 15:32-38; (melipatgandakan roti dan ikan); dan 17:24-27 (menemukan uang logam di dalam mulut ikan) dan dalam semua kasus ini, mukjizat-mukjizat tersebut adalah untuk kepentingan orang lain juga. Mukjizat-mukjizat tersebut merupakan perwujudan dari belas kasih Ilahi.
Mukjizat-mukjizat itu juga memiliki nilai pembuktian karena membuktikan Pribadi Yesus (Yohanes 2:11, 23; Markus 2:10, 11; tetapi bandingkan dengan Yohanes 12:37). Jumlah mukjizat terbesar dilakukan selama periode pertengahan pelayanan-Nya -- masa-masa penentangan terbesar.
Kebenaran rohani selalu dimaksudkan untuk menjadi pusat (lihat urutan dalam Matius 11:5) (Yohanes 10:37,38). Yesus mengajarkan bahwa beberapa penyakit timbul karena dosa (Yohanes 5:14), tetapi tidak semua penyakit (Yohanes 9:3).
Yesus sering menggunakan kesempatan untuk melakukan mukjizat-Nya demi mengajarkan kebenaran.
Kelemahlembutan-Nya
Kelemahlembutan adalah tanda dari jiwa yang besar (Matius 12:20). Yesus selalu tergerak dengan belas kasihan ketika melihat kerumunan orang yang sedang bergumul. Ketertarikan-Nya kepada manusia adalah gairah utama. Hati-Nya penuh dengan belas kasihan (Matius 9:36; 14:14; 18:27; Markus 1:41; 6:34; Yohanes 11:35). Pencobaan manusiawi yang dialami-Nya justru memperbesar simpati-Nya kepada mereka (Ibr. 2:18; 4:15).
Yesus selalu mempertahankan watak yang menyenangkan meskipun ada tekanan-tekanan lain. Dia tidak pernah sekalipun berada dalam suasana hati yang buruk. Tidak ada satu pun kasus permintaan kesembuhan yang ditolak-Nya. Dia lemah lembut dan ramah terhadap orang-orang berdosa yang hina (Lukas 7:34; Matius 11:28). Dia peduli kepada orang-orang yang hina -- orang kusta, orang gila, orang buta, dan orang yang kerasukan setan. Dia mengangkat derajat kaum wanita ke sisi pria. Dia benar-benar seorang ksatria.
Namun, kelembutan-Nya tidak menghalangi-Nya untuk bersikap tegas jika menyangkut kehendak Allah (Yohanes 6:15; Matius 16:23; Yohanes 7:3-8; Lukas 9:51). Dia tahu bagaimana, kapan, dan siapa yang harus ditegur atau dihibur. Dia memiliki kata-kata yang tepat untuk setiap orang dan setiap peristiwa (Matius 8:26 dengan Yohanes 14:1; dan Lukas 7:44-46 dengan 48, 50; Yohanes 12:3-8).
Kelembutan-Nya tercermin dalam nada suara-Nya. Ia tidak pernah berbicara dengan nada yang kasar, kejam atau menjijikkan -- meskipun Ia tahu bagaimana menegur dengan tegas. Anak-anak tertarik kepada-Nya, dan tidak takut dengan suara atau penampilan-Nya. Yesus menghalau bayang-bayang dan mengusir kesuraman serta keputusasaan ke mana pun Ia pergi.
Kesederhanaan-Nya
Penampilan pribadi Yesus sangat sederhana. Dia mengikuti tata krama umat-Nya dalam hal berpakaian. Keluarga kelas menengah tempat Dia berasal biasanya mengenakan pakaian putih (seperti yang dikenakan para pria bahkan sampai hari ini di desa-desa di India).
Gaya khotbah Yesus bebas dari polesan, dari konstruksi yang rumit, dan dari pemikiran yang tidak jelas. Dia tidak berusaha untuk mendapatkan reputasi sebagai seorang yang berpengetahuan, baik melalui pesan mistis yang tidak dapat dipahami atau dengan mengutip para penulis besar dalam sejarah. Satu-satunya Kitab yang pernah Dia kutip adalah Perjanjian Lama.
Pesan-Nya jelas dan sederhana dan Dia sangat yakin dengan apa yang Dia ajarkan. Tidak pernah ada revisi pengajaran atau mengoreksi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Orang-orang dari semua kelas dapat memahami Dia, jika mereka mau melakukan kehendak Allah saja (Yohanes 7:17). Dia selalu berbicara dalam bahasa orang biasa. Ilustrasi-ilustrasi yang digunakan-Nya selalu berasal dari kehidupan yang dikenal oleh orang-orang biasa.
Gaya hidup pribadi-Nya, seperti halnya pesan-Nya, sangat sederhana. Kebutuhan pribadi-Nya hanya sedikit. Dia membawa murid-murid-Nya yang merupakan nelayan kasar ke acara-acara sosial tanpa rasa malu sedikit pun. Dia cukup rendah hati untuk menerima undangan makan, bahkan ketika Dia tahu bahwa Dia tidak dapat membalas keramahan mereka. Dia tidak memiliki keinginan untuk dikutip oleh orang lain atau oleh generasi mendatang sebagai seorang intelektual. Satu-satunya ambisi-Nya adalah melakukan kehendak Bapa-Nya. Motif-Nya sangat jelas, dan oleh karena itu wajah-Nya dan terutama mata-Nya sangat jernih (karena wajah dan mata seseorang mencerminkan jiwa batinnya).
Kehidupan Batin-nya
Yesus adalah seorang yang sangat jeli -- seorang pengamat yang tajam terhadap kehidupan di sekitar-Nya. Hal ini terlihat jelas dari perumpamaan dan gambaran perkataan-Nya.
Dia memiliki keseimbangan yang baik secara intelektual dan emosional. Dia sangat emosional, tetapi Dia tidak pernah membiarkan hal itu mengganggu ketenangan tujuan-Nya. Dia sangat idealis, tetapi idealisme-Nya tidak membuat-Nya melupakan kondisi kehidupan manusia. Perkataan-Nya kepada orang-orang Farisi dan orang-orang berdosa yang bertobat menunjukkan ketenangan-Nya yang sempurna. Dia tidak pernah merasa jengkel atau kesal kepada siapa pun, dan Dia juga tidak membiarkan diri-Nya terbawa secara emosional ketika melihat kebutuhan manusia.
Dia hidup dalam takut akan Allah dan tidak melakukan dosa sehingga pikiran, emosi, dan kehendak-Nya berfungsi dengan sempurna. Kehidupan batin-Nya benar-benar bebas dari ketakutan akan hal-hal yang tidak disengaja. Pikiran-Nya membuat penilaian bukan berdasarkan informasi yang diberikan oleh indra-Nya, tetapi dengan secara aktif berusaha mendengar suara Bapa-Nya (Yes. 11:3, 4). Karena itu, setiap kritik yang Dia lontarkan selalu benar dan selalu membangun.
Yesus menggunakan imajinasi-Nya (Mat. 9:36; Luk. 10:19), tetapi imajinasi itu selalu menghasilkan perbuatan pelayanan. Dia berpikir dalam kerangka realitas konkret, bukan dalam kebenaran yang abstrak. Dia mengendalikan pikiran-Nya untuk berpikir jernih, logis dan positif. Namun sebagai seorang Manusia, pikiran-Nya memiliki semua keterbatasan yang dimiliki oleh pikiran manusia normal (Mrk. 11:13, 13:32).
Kehidupan emosional Yesus terlibat dalam kepentingan orang lain -- tidak pernah berpusat pada diri sendiri. Sebagai seorang Kekasih manusia, Dia berbagi kesedihan dan sukacita dengan orang-orang di sekitar-Nya. Dia mengatakan kebenaran, tetapi selalu dalam kasih. Dia masuk ke dalam penderitaan manusia dan disebut sebagai manusia yang penuh penderitaan (Mrk. 7:34; 8:12). Khotbah-Nya penuh dengan optimisme emosional. Ia tidak pernah berkecil hati. Dia bersukacita (Luk. 10:21; Yoh. 15:11; 17:13); Dia marah (Mrk. 3:5; 10:14; Mat. 9:30; 16:23; 21:12-17; Yoh. 2:13-22); dan dalam dua kesempatan Dia disebut merasa takjub dalam Matius 8:10 (karena iman seseorang) dan Markus 6:6 (karena ketidakpercayaan beberapa orang).
Kehendak-Nya ditetapkan untuk mencari kemuliaan Allah saja. Ia mengendalikan diri-Nya sendiri dalam situasi-situasi yang menegangkan. Permusuhan musuh-musuh-Nya dan nasihat sahabat-sahabat-Nya tidak pernah memengaruhi keputusan-Nya. Meskipun memiliki kehendak yang kuat, Dia tidak pernah memaksakan kehendak-Nya kepada orang lain. Ia tidak pernah memaksa siapa pun untuk melakukan apa pun. Ia tidak mengikat orang lain kepada diri-Nya dengan kekuatan jiwa-Nya.
Yesus adalah seorang yang suka berdoa. Ada 16 kejadian yang tercatat dalam Injil. Doa-doa yang dinaikkan-Nya itu termasuk doa ucapan syukur (Mat. 11:25, 26; Yoh. 11:41), syafaat (Luk. 22:32; 23:34; Yoh. 17), doa-doa untuk penguatan rohani (Luk. 3:21; 5:15-26; Mat. 14:15-23; Yoh. 12:27; Luk. 22:42), doa-doa untuk kebijaksanaan (Mrk. 1:35 dst.; Luk. 6:12, 13), dan doa-doa agar pewahyuan diberikan kepada orang lain (Luk. 9:18-27; 28, 29; 11:1).
Yesus mengajarkan bahwa doa harus dipanjatkan dengan kerendahan hati (Luk. 18:10-14), dengan ketulusan (Mat. 6:5-15), dengan ketaatan (Yoh. 15:7), dengan iman (Mrk. 11:24), dan dengan puasa (Mat. 17:21).
Kekuasaan dan Otoritas-nya
Yesus berbicara sebagai seorang Raja dan dengan kesungguhan yang berapi-api. Dia tidak pernah berbicara dengan nada ragu-ragu seperti seorang pencari kebenaran. Penyampaian-Nya penuh percaya diri dan berwibawa; Dia mendorong orang untuk memperhatikan, bahkan dari nada bicara-Nya.
Pembawaan dan sikap pribadi-Nya sangat berwibawa. Dia tidak pernah merendahkan diri-Nya untuk mencari kebaikan dari mereka yang memiliki kekuasaan sosial atau agama. Dia membawa diri-Nya dengan aura seseorang yang sumber dayanya tidak akan gagal, bahkan di bawah tuntutan yang paling kritis dan berat sekalipun. Ketenangan-Nya tidak pernah terputus. Sikap-Nya membuat orang lain kagum (Luk. 4:30; Mrk. 1:22; Yoh. 18:6).
Dia tidak peduli dengan bahaya pribadi (Luk. 13:32) dan dengan berani menyerang dosa. Dia bahkan menunjukkan kesalahan-kesalahan pada sahabat-sahabat dan murid-murid-Nya. Dia selalu berbicara langsung ke hati.
Dia memiliki kepastian dalam pikiran-Nya sendiri tentang pesan yang Dia beritakan, dan Dia tahu bagaimana menyesuaikannya dengan setiap kesempatan. Ia membaca tanda-tanda zaman, mencari saat yang tepat untuk menyampaikan pesan-Nya; Dia tahu kapan dan apa yang harus dikatakan-Nya. Dia tidak pernah salah menempatkan kemarahan-Nya. Dia tahu bagaimana menghadapi setiap kasus sesuai dengan kemampuan-Nya. Dia menyesuaikan pelayanan-Nya dengan isu-isu kehidupan yang nyata (Mat. 6:33), Dia tidak pernah membuang-buang waktu untuk berbicara tentang politik, ilmu pengetahuan, atau puisi.
Kuasa-Nya juga terletak pada kenyataan bahwa Dia selalu dapat diakses oleh semua orang untuk berbagai kebutuhan mereka. Orang-orang merasa bahwa mereka berbagi kehidupan-Nya, dan bahwa beban mereka dapat ditumpahkan kepada-Nya. Kemurahan-Nya menarik orang lain kepada diri-Nya, sentuhan fisik-Nya mendekatkan diri-Nya kepada orang sakit.
Namun, terlepas dari otoritas dan kuasa-Nya, Dia menghormati martabat manusia sebagai agen moral yang bebas, yang memiliki kebebasan untuk memilih. Yesus tidak pernah menggunakan kuasa atau otoritas-Nya untuk melanggar kebebasan ini.
Jadi, otoritas Yesus berasal dari
1. Pengurapan Roh Kudus yang Ia terima pada saat pembaptisan-Nya.
2. Hubungan-Nya dengan Bapa, yang di dalamnya terdapat kemiskinan roh yang kekal, pencurahan kehidupan jiwa-Nya sampai mati, dan kehidupan yang penuh dengan kemurnian serta ketaatan total.
3. Simpati-Nya terhadap kebutuhan manusia.
Hasil
Kehidupan duniawi Yesus berada di antara kelahiran di kandang ternak dan kematian sebagai penjahat. Tak satu pun dari hal ini yang menunjukkan karier yang sukses di mata dunia. Dia tidak pernah berusaha untuk dihargai atau diakui oleh siapa pun.
Yesus tidak berusaha menarik orang banyak untuk mendengarkan-Nya. Ketika orang banyak datang (Luk. 4:37; Yoh. 12:19), secara spontan Dia tidak tertipu. Ada orang yang mengikuti-Nya dengan sepenuh hati dan ada juga yang membenci-Nya. Ada pertobatan, pemuridan, penyembahan, pelayanan yang penuh kasih dan penghargaan, serta pembelotan, pelecehan, dan kesalahpahaman.
Akan tetapi, Ia menjelmakan kembali pesan-Nya dan diri-Nya sendiri di dalam kehidupan para pengikut-Nya, dan membawa mereka ke jalan salib. Ini adalah keberhasilan-Nya.
Apakah Anda Bersedia untuk Mengubah Gaya Berkhotbah Anda Sekarang?
"Gaya Saya Berkhotbah"
oleh Zac Poonen
Allah, dalam hikmat-Nya yang besar, memutuskan bahwa Dia akan menyelamatkan manusia melalui kebodohan pemberitaan Injil (1 Korintus 1:21), oleh karena itu, memberitakan Firman Allah adalah pekerjaan terbesar yang dapat dilakukan oleh manusia. Saya merasa sangat terhormat bahwa Allah memanggil saya untuk pelayanan ini. Namun, khotbah juga merupakan salah satu pelayanan yang paling banyak disalahgunakan, oleh para pengkhotbah yang mencintai uang dan para penipu.
Kita diperintahkan untuk mencari dengan sungguh-sungguh karunia bernubuat (yaitu karunia berkhotbah sedemikian rupa untuk mendorong, menantang, dan membangun orang lain" (1 Kor. 14:1,3). Jadi, saya mulai mencari Allah untuk karunia ini segera setelah saya dibaptis (pada usia 21 tahun). Dan ketika Allah mengurapi saya dengan Roh Kudus (pada usia 23 tahun), Dia memberikan karunia ini kepada saya juga. Pada awalnya, saya tergoda untuk mencoba membuat orang-orang terkesan dengan khotbah saya dan menggerakkan mereka secara emosional. Akan tetapi, suatu hari Tuhan bertanya kepada saya, Apakah kamu ingin menolong orang atau kamu ingin membuat mereka terkesan. Saya menjawab, saya ingin menolong mereka. Tidak mudah mengatasi godaan untuk membuat orang terkesan, tetapi saya berjuang melawannya, dan secara bertahap mengatasinya.
Setiap pengkhotbah memiliki gaya khotbahnya masing-masing. Kebanyakan pengkhotbah India meniru para pengkhotbah karismatik Amerika. Saya memutuskan bahwa hal yang terbaik bagi saya adalah dengan meniru gaya berkhotbah Yesus. Jadi saya mempelajari cara Yesus berkhotbah.
Hal pertama yang saya lihat tentang Yesus adalah Dia hanya memberitakan apa yang telah Dia lakukan. Ia telah melakukan terlebih dahulu dan kemudian mengajarkannya (Kisah Para Rasul 1:1). Jadi, khotbah-Nya selalu memiliki aplikasi praktis. Saya tahu bahwa Alkitab memerintahkan saya untuk bernubuat hanya sesuai dengan proporsi iman saya (Rm. 12:6), dengan kata lain, hanya sampai pada tingkat pengalaman rohani saya. Namun saya gagal di sini, karena saya menjadi mangsa dari godaan untuk membuat orang terkesan. Maka, saya akhirnya berada dalam kondisi murtad selama beberapa tahun. Akan tetapi, Allah berbelas kasihan kepada saya dan memenuhi saya dengan Roh Kudus lagi pada bulan Januari 1975; Dia memulihkan saya. Setelah itu, saya memutuskan untuk hanya mengkhotbahkan apa yang telah saya alami, atau (setidaknya) apa yang saya cari dengan sungguh-sungguh. Kemudian, Allah membawa saya melalui berbagai cobaan untuk mengajari saya jalan-jalan-Nya dan bagaimana memercayai-Nya dalam situasi yang sulit. Dengan demikian, saya bertumbuh dalam iman dan hikmat, dan saya dapat membagikan iman dan hikmat ini kepada orang lain melalui khotbah saya.
Kedua, Yesus selalu berkhotbah dalam kuasa Roh Kudus. Ketika Dia berjalan bersama kedua murid-Nya ke Emaus, Dia berkhotbah kepada mereka selama dua jam dan hati mereka berkobar-kobar di dalam diri mereka selama dua jam itu. Saya menyimpan contoh ini di hadapan saya dan ingin berkhotbah seperti itu setiap saat. Paha ayam yang dikeluarkan dari lemari pendingin sama sekali tidak menggugah selera. Namun, paha ayam yang sama ketika dimasak di atas api akan membuat semua orang tergoda untuk memakannya. Itulah perbedaan antara kebenaran yang dingin dan kebenaran yang dikhotbahkan dengan api Roh Kudus. Oleh karena itu, ketergantungan penuh pada urapan Roh Kudus menjadi hal yang utama dalam semua khotbah saya. Saya berdoa setiap kali saya berbicara agar Allah mengurapi saya sedemikian rupa sehingga kata-kata saya dapat membakar hati pendengar saya.
Ketiga, Yesus berbicara terutama kepada pikiran orang, bukan kepada emosi mereka. Khotbah-Nya menantang orang-orang dan menginsafkan mereka serta menggerakkan mereka kepada iman dan ketaatan. Dia tidak pernah mengaduk-aduk emosi mereka seperti yang dilakukan oleh banyak pengkhotbah saat ini. Kita diperintahkan untuk mengasihi Allah dengan segenap hati dan juga dengan segenap pikiran. Saya merasa bahwa semua pesan saya haruslah seperti makanan yang dimasak dengan baik -- bergizi dan lezat!!! Jadi, saya harus lebih bersusah payah dalam mempersiapkan khotbah daripada ibu rumah tangga mana pun yang menyiapkan makanan yang enak. Seorang ibu rumah tangga yang baik juga menata makanannya dengan cara yang menarik. Saya juga perlu mengatur pikiran saya dengan jelas, sebelum saya berkhotbah. Banyak pengkhotbah yang tidak melakukan hal ini dan akhirnya membuang-buang waktu orang dengan mengembara dalam khotbah mereka. Allah adalah Pribadi yang teratur (1Kor. 14:33, 40) dan Dia dimuliakan ketika sebuah pesan disampaikan dengan cara yang teratur dan dapat dimengerti.
Keempat, Yesus memiliki perkataan yang tepat untuk setiap kesempatan karena dua alasan: Dia selalu mendengarkan Bapa-Nya (Yes.50:4) dan Dia memiliki kasih yang besar kepada manusia (Yoh.15:13). Jadi, saya mempelajari Firman Tuhan di setiap waktu luang saya untuk mengetahui pikiran Allah secara akurat. Untuk memahami Alkitab, banyak pengkhotbah mempelajari bahasa Ibrani dan Yunani. Akan tetapi, saya melihat bahwa yang saya butuhkan bukanlah pengetahuan tentang bahasa-bahasa ini, melainkan wahyu Roh Kudus, karena Dialah Sang Penulis Firman. Roh Kudus mengajarkan saya banyak kebenaran mulia dari Firman-Nya yang belum pernah saya dengar dari manusia mana pun. Kebenaran-kebenaran ini membawa saya pada perjalanan yang lebih dekat dengan Allah dan menyelamatkan saya dari penipuan dan pemalsuan yang membanjiri kekristenan saat ini. Roh Kudus kemudian memampukan saya untuk mengajarkan kebenaran-kebenaran ini kepada orang lain. Roh Kudus juga membanjiri hati saya dengan kasih dan belas kasihan kepada umat-Nya (Rom. 5:5). Dengan demikian, pelayanan saya secara bertahap menjadi pelayanan yang penuh dengan dorongan dan keyakinan, bukannya legalisme dan penghukuman.
Kelima, Yesus selalu menarik perhatian orang ketika Ia berbicara. Khotbah-Nya menarik dan tidak pernah membosankan. Membuang-buang waktu orang lain adalah dosa. Kebanyakan pengkhotbah tidak menyadari bahwa mencuri waktu jemaat sama saja dengan mencuri uang mereka. ika kita membuat jemaat yang terdiri dari 200 orang bosan selama 15 menit saja, kita telah merampok waktu mereka sebanyak 50 jam. Jika upah rata-rata mereka adalah Rs.50 per jam, kita telah mencuri Rs.2.500 dari mereka dalam 15 menit itu. Jadi saya berdoa kepada Allah agar Dia menolong saya untuk berkhotbah dengan cara yang menarik dan tidak membuat orang bosan. Pada masa-masa awal, saya hanya dapat melakukan hal ini dalam waktu yang singkat. Jadi, saya hanya berbicara sebentar saja. Ketika saya bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan, saya dapat berbicara untuk waktu yang lebih lama.
Keenam, Yesus menggunakan banyak ilustrasi sederhana untuk memperjelas pesan-Nya. Dia berbicara tentang roti, ikan, burung, pohon, bunga, mutiara, petani, bangunan, dan lain-lain, ilustrasi sederhana yang digunakan-Nya membuat kebenaran yang mendalam yang Dia bicarakan menjadi lebih mudah dimengerti. Dia tidak mencari nama untuk diri-Nya sendiri dengan menggunakan ilustrasi yang rumit, yang hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang pintar. Saya juga berusaha untuk mengikuti teladan Yesus di sini. Kadang-kadang, saya melihat beberapa orang yang paling tidak berpendidikan yang duduk di gereja saya, dan berbicara pada tingkat mereka. Kemudian saya menemukan bahwa pesan-pesan saya dapat dimengerti oleh semua orang. Saya akan bertanya kepada anak-anak kecil setelah khotbah saya, apakah mereka mengerti apa yang saya katakan. Jika tidak, maka saya tahu bahwa khotbah saya harus menjadi lebih sederhana.
Ketujuh, Yesus kadang-kadang menggunakan humor dan hiperbola. Dia berbicara tentang seekor unta yang masuk melalui lubang jarum, tentang orang-orang yang mengusir nyamuk dan menelan unta, tentang orang-orang yang memiliki balok kayu besar di mata mereka ketika mencari selumbar di mata orang lain dan dengannya menyingkapkan kemunafikan serta kesombongan rohani. Humor dapat mempertajam sebuah pesan dan membuatnya menarik, seperti halnya rempah-rempah yang dapat menambah cita rasa pada makanan. Namun, beberapa pengkhotbah bertindak ekstrem dalam hal ini, dan mencoba membuat orang tertawa sepanjang waktu (hanya untuk mendapatkan reputasi sebagai pelawak). Pengkhotbah seperti itu tidak ada bedanya dengan badut-badut sirkus! Saya tidak pernah menggunakan humor dalam pesan-pesan saya untuk menghibur orang, tetapi hanya untuk menjaga perhatian mereka selama pesan yang panjang, atau untuk menyampaikan suatu poin.
Kedelapan, Yesus mengulangi pesan-pesan-Nya berkali-kali. Ia tidak mencari kehormatan yang bisa didapatkan dengan memberitakan sesuatu yang baru atau yang aneh-aneh pada setiap kesempatan. Orang-orang perlu mendengar kebenaran yang sama berkali-kali sebelum mereka dapat mencernanya. Jadi, saya memutuskan bahwa saya tidak akan mencoba membuat orang terkesan dengan mengkhotbahkan sesuatu yang baru dalam setiap pesan, tetapi akan mengulangi pesan berkali-kali, sampai orang tertangkap oleh kebenaran itu. Namun, setiap kali saya mengulangi sebuah pesan, saya akan berusaha menyajikannya dengan cara yang baru, seperti yang dipimpin oleh Roh Kudus.
Kesembilan, Yesus berbicara tanpa menggunakan catatan. Karena perjalanan-Nya dengan Bapa begitu dekat dan intim, Roh Kudus memberi-Nya kata-kata untuk diucapkan, bahkan ketika Ia sedang berkhotbah. Sebagian besar pengkhotbah tidak dapat berbicara seperti itu, karena mereka tidak berjalan begitu dekat dengan Allah. Maka yang terbaik adalah mereka mempersiapkan pesan-pesan mereka dengan hati-hati dan menggunakan catatan tertulis, jika mereka ingin berkhotbah secara efektif. Begitulah cara saya memulainya. Namun saat ini, saya lebih sering berbicara tanpa menggunakan catatan. Akan tetapi, ketika melakukan pendalaman Alkitab, saya masih menggunakan catatan dan menuliskan ayat-ayatnya agar saya tidak lupa. Jadi, saya bukan budak dari salah satu metode ini, karena tidak satu pun dari keduanya yang lebih rohani daripada yang lain. Namun, jika ada orang yang ingin berbicara secara efektif tanpa menggunakan catatan:
1. Dia harus telah berjalan bersama Allah selama bertahun-tahun sehingga dapat berbicara dari pengalaman hidupnya.
2. Dia harus hidup di bawah urapan Roh Kudus dan memiliki karunia supranatural untuk bernubuat.
3. Ia harus mengenal Alkitab dengan baik sehingga tahu apa yang diajarkan Alkitab dalam setiap pokok bahasan.
4. Ia harus memiliki ingatan yang baik sehingga tahu di mana menemukan ayat-ayat tentang topik apa pun.
5. Ia harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik sehingga dapat menarik perhatian orang lain selama menyampaikan pesannya.
Jika seseorang tidak memiliki kelima kualitas ini, akan lebih baik baginya untuk menggunakan catatan ketika berkhotbah.
Terakhir, Yesus tidak pernah berteriak ketika berkhotbah (Matius 12:19). Dia juga tidak mengucapkan "Haleluya" sesekali dalam pesan-pesan-Nya. Saya juga mengikuti teladan Yesus di sini. Ketika para pengkhotbah berteriak dalam khotbah mereka, biasanya itu bukanlah api Roh Kudus, tetapi hanya upaya mereka untuk memanipulasi orang-orang; dan "Haleluya" mereka hanyalah sebuah kebiasaan atau "pengisi waktu", ketika mereka memikirkan apa yang harus dikatakan selanjutnya!
Dalam khotbah saya, saya berusaha untuk membuat orang-orang menaati Firman Tuhan dan memikul salib setiap hari serta mengikut Yesus, tidak hanya menggerakkan mereka secara emosional untuk waktu yang singkat. Tujuan dari khotbah saya adalah "untuk membawa setiap orang menjadi dewasa dalam Kristus" (Kol.1:28, 29; 1 Tim.1:5, AYT). (t/Jing-jing)
Diterjemahkan dari:
Nama situs: Christian Fellowship Centre
Alamat situs: https://www.cfcindia.com/article/jesus-our-example-as-a-preacher
Judul asli artikel: Jesus - Our Example As A Preacher
Penulis artikel: Zac Poonen
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA