Pribadi Kristus: Dua Sifat dan Watak Kristus
Pembahasan tentang tujuan dan sifat penjelmaan Kristus dengan mudah menuntun kita untuk menguraikan dua sifat yang dimiliki Kristus: sifat manusia dan sifat Allah. Orang yang bagaimanakah Yesus Kristus dari Nazaret itu?
A. Kemanusiaan Kristus
Kemanusiaan Kristus jarang dipersoalkan. Memang ada ajaran-ajaran sesat, misalnya, Gnostisisme yang menyangkal realitas tubuh Kristus, dan ajaran Eutikhes yang menjadikan tubuh Kristus itu tubuh yang ilahi. Akan tetapi, bagian terbesar dari gereja mula-mula menerima ajaran bahwa Kristus adalah manusia dan Allah. Penyimpangan dari doktrin Alkitab lebih banyak terjadi karena menolak sifat ilahi Kristus dan bukan menolak sifat manusia-Nya. Karena Kristus harus menjadi manusia sesungguhnya jika Dia hendak menebus manusia dari dosa, soal kemanusiaan Kristus bukan hanya merupakan soal yang akademis, tetapi soal yang sangat praktis. Apa saja yang menjadi bukti bahwa Yesus adalah manusia sesungguhnya?
1. Yesus Lahir Seperti Manusia Lainnya
Yesus lahir dari seorang wanita (Galatia 4:4). Kenyataan ini dikuatkan oleh kisah-kisah kelahiran-Nya dari seorang anak dara (Matius 1:18-2:11; Lukas 1:30-38; 2:1-20). Karena hal ini, Yesus disebut "anak Daud, anak Abraham" (Matius 1:1) dan dikatakan bahwa Dia "menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud" (Roma 1:3). Karena alasan yang sama, Lukas merunut asal-usul Yesus sampai kepada Adam (Lukas 3:23-38). Peristiwa ini merupakan penggenapan janji kepada Hawa (Kejadian 3:15) dan kepada Ahas (Yesaya 7:14). Pada beberapa kesempatan Yesus disebutkan sebagai anak Yusuf, tetapi kita akan melihat bahwa setiap kali hal ini terjadi, orang yang melakukannya itu bukanlah sahabat Yesus atau mereka kurang mengenal Dia (Lukas 4:22; Yohanes 1:45; 6:42; bandingkan dengan Matius 13:55). Bila ada bahaya bahwa pembaca kitab Injil akan menganggap penulis Injil tersebut bermaksud untuk menyatakan bahwa Yesus betul-betul anak Yusuf, maka penulis menambahkan sedikit penjelasan untuk menunjukkan bahwa anggapan semacam itu tidak benar. Oleh karena itu dalam Lukas 23:23 kita membaca bahwa Yesus adalah anak Yusuf "menurut anggapan orang" dan dalam Roma 9:5 dinyatakan bahwa Kristus berasal dari Israel dalam "keadaan-Nya sebagai manusia".
Dalam kaitan ini telah diajukan satu pertanyaan penting: Bila Kristus itu lahir dari seorang perawan, apakah Dia juga mewarisi sifat yang berdosa dari ibu-Nya? Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak berhubungan dengan dosa. Alkitab menandaskan bahwa Yesus "tidak mengenal dosa" (2 Korintus 5:21); dan bahwa Dia adalah "yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa" (Ibrani 7:26); dan bahwa "di dalam Dia tidak ada dosa" (1 Yohanes 3:5). Pada saat memberitahukan bahwa Maria akan melahirkan Anak Allah, Gabriel menyebutkan Yesus sebagai "kudus" (Lukas 1:35). Iblis tidak berkuasa apa-apa atas diri Yesus (Yohanes 14:30); ia tak ada hak apa pun atas Anak Allah yang tidak berdosa itu. "Dosalah yang membuat Iblis berkuasa atas manusia, tetapi di dalam Yesus tidak ada dosa." Melalui naungan ajaib Roh Kudus, Yesus lahir sebagai manusia yang tidak berdosa.
2. Yesus Tumbuh dan Berkembang Seperti Manusia Normal
Yesus berkembang secara normal sebagaimana halnya manusia. Oleh karena itu, dikatakan dalam Alkitab bahwa Dia "bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya" (Lukas 2:40), dan bahwa Dia "makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (Lukas 2:52). Perkembangan fisik dan mental Kristus ini tidak disebabkan karena sifat ilahi yang dimiliki-Nya, tetapi diakibatkan oleh hukum-hukum pertumbuhan manusia yang normal. Bagaimanapun juga, kenyataan bahwa Kristus tidak mempunyai tabiat duniawi dan bahwa Dia menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan, yang berdosa, sudah pasti turut mempengaruhi perkembangan mental dan fisik-Nya. Perkembangan mental Yesus bukanlah semata-mata hasil pelajaran di sekolah-sekolah pada zaman itu (Yohanes 7:15), tetapi harus dianggap sebagai hasil pendidikan-Nya dalam keluarga yang saleh, kebiasaan-Nya untuk selalu hadir dalam rumah ibadah (Lukas 4:16), kunjungan-Nya ke Bait Allah (Lukas 2:41, 46), penelaahan Alkitab yang dilakukan-Nya (Lukas 4:17), dan juga karena Dia menggunakan ayat-ayat Alkitab ketika menghadapi pencobaan, dan karena persekutuan-Nya dengan Allah Bapa (Markus 1:35; Yohanes 4:32-34).
3. Dia Memiliki Unsur-Unsur Hakiki Sifat Manusia
Bahwa Kristus memiliki tubuh jasmaniah jelas dari ayat-ayat yang berbunyi, "mencurahkan minyak itu ke tubuh-Ku" (Matius 26:12); "yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah adalah tubuh-Nya sendiri" (Yohanes 2:21); "Dia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapatkan bagian dalam keadaan mereka [darah dan daging]" (Ibrani 2:14); "tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagi-Ku" (Ibrani 10:5); "kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibrani 10:10). Bahkan setelah Dia dibangkitkan Dia mengatakan, "Rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada- Ku" (Lukas 24:39).
Bukan saja Kristus memiliki tubuh manusiawi yang fisik, Dia juga memiliki unsur-unsur sifat manusiawi lainnya, seperti kecerdasan dan sifat sukarela. Dia mampu berpikir dengan logis. Alkitab berbicara tentang Dia sebagai memiliki jiwa dan/atau roh (Matius 26:38; bandingkan dengan Markus 8:12; Yohanes 12:27; 13:21; Markus 2:8; Lukas 23:46; dalam Alkitab bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai hati dan nyawa). Ketika mengatakan bahwa Dia mengambil sifat seperti kita, kita selalu harus membedakan antara sifat manusiawi dan sifat yang berdosa; Yesus memiliki sifat manusiawi, tetapi Dia tidak memiliki sifat yang berdosa.
4. Dia Mempunyai Nama-Nama Manusia
Dia memiliki banyak nama manusia. Nama "Yesus", yang berarti "Juruselamat" (Matius 1:21), adalah kata Yunani untuk nama "Yosua" di Perjanjian Lama (bandingkan Kisah 7:45; Ibrani 4:8). Dia disebut "anak Abraham" (Matius 1:1) dan "anak Daud". Nama "anak Daud" sering kali muncul dalam Injil Matius (1:1; 9:27; 12:23; 15:22; 20:30, 31; 21:9, 15). Nama "Anak Manusia" terdapat lebih dari 80 kali dalam Perjanjian Baru. Nama ini berkali-kali dipakai untuk Nabi Yehezkiel (2:1; 3:1; 4:1, dan seterusnya), dan sekali untuk Daniel (8:17). Nama ini dipakai ketika bernubuat tentang Kristus dalam Daniel 7:13 (bandingkan Matius 16:28). Nama ini dianggap oleh orang-orang Yahudi sebagai mengacu kepada Mesias. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa imam besar merobek jubahnya ketika Kristus menerapkan nubuat Daniel ini kepada diri-Nya sendiri (Lukas 26:64, 65). Orang-orang Yahudi memahami bahwa istilah ini menunjuk kepada Mesias (Yohanes 12:34), dan menyebut Kristus itu Anak Manusia adalah sama dengan menyebut Dia Anak Allah (Lukas 22:69, 70). Ungkapan ini bukan saja menunjukkan bahwa Dia adalah benar-benar manusia, tetapi bahwa Dia juga adalah wakil seluruh umat manusia (bandingkan Ibrani 2:6-9).
5. Dia Memiliki Berbagai Kelemahan yang Tidak Berdosa dari Sifat Manusiawi
Oleh karena itu, Yesus pernah lelah (Yohanes 4:6), lapar (Matius 4:2; 21:18), haus (Yohanes 19:28); Dia pernah tidur (Matius 8:24; bandingkan Mazmur 121:4); Dia dicobai (Ibrani 2:18; 4:15; bandingkan Yakobus 1:13); Dia mengharapkan kekuatan dari Bapa-Nya yang di surga (Markus 1:35; Yohanes 6:15; Ibrani 5:7); Dia mengadakan mukjizat (Matius 12:28), mengajar (Kisah 1:2), dan mempersembahkan diri-Nya kepada Allah oleh Roh Kudus (Kisah 10:38; Ibrani 9:14). "Orang-orang Kristen memiliki seorang Imam Besar di surga dengan kemampuan yang tiada terhingga untuk merasa belas kasihan terhadap mereka dalam semua bahaya, dukacita, dan pencobaan yang mereka alami dalam kehidupan, karena Dia sendiri mengalami semuanya itu, karena Dia menjadi sama dengan manusia." Kembali harus ditekankan bahwa menyebutkan kelemahan-kelemahan dalam sifat Kristus tidaklah berarti kelemahan-kelemahan yang berdosa.
6. Berkali-kali Dia Disebut Sebagai Manusia
Yesus menganggap diri-Nya sendiri manusia (Yohanes 8:40). Yohanes Pembaptis (Yohanes 1:30), Petrus (Kisah 2:22), dan Paulus (1 Korintus 15:21, 47; Filipi 2:8; bandingkan Kisah 13:38) menyebut- Nya manusia. Kristus benar-benar diakui sebagai manusia (Yohanes 7:27; 9:29; 10:33), sehingga Dia dikenal sebagai orang Yahudi (Yohanes 4:9); Dia dikira lebih tua dari usia sebenarnya (Yohanes 8:57); dan Dia dituduh telah menghujat Allah karena berani menyatakan bahwa diri-Nya lebih tinggi daripada manusia (Yohanes 10:33). Bahkan setelah bangkit, Kristus nampak sebagai manusia (Yohanes 20:15; 21:4, 5). Lagi pula, sekarang ini Dia berada di surga sebagai manusia (I Timotius 2:5), akan datang kembali (Matius 16:27, 28; 25:31; 26:64, 65), serta menghakimi dunia ini dengan adil sebagai manusia (Kisah 17:31).
B. Keilahian Kristus
Ayat-ayat Alkitab dan alasan-alasan yang telah kami kemukakan ketika membicarakan perihal Trinitas untuk membuktikan kesamaan antara Kristus dengan Bapa, juga membuktikan kenyataan sifat keilahian yang dimiliki Kristus setelah Dia menjelma menjadi manusia.
Kristus memiliki sifat-sifat khas Allah; berbagai jabatan dan hak istimewa ilahi dimiliki-Nya; hal-hal yang dikatakan dalam Perjanjian Lama tentang Yehova telah dikatakan dalam Perjanjian Baru mengenai Kristus; nama-nama ilahi diberikan kepada-Nya; Kristus memelihara hubungan-hubungan tertentu dengan Allah yang membuktikan keilahian-Nya; Dia disembah sebagai Allah dan Dia tidak menolak pemujaan itu selama Dia hidup di muka bumi ini; Kristus menyadari bahwa Dia adalah Allah yang telah menjelma. Semuanya ini merupakan rangkuman dari apa yang telah kita bahas dan pelajari sebelumnya ketika membicarakan Tritunggal.
C. Kedua Sifat Kristus
Pokok ini merupakan rahasia yang sangat dalam. Bagaimana mungkin ada dua sifat di dalam satu orang? Sekalipun sulit untuk memahami konsep ini, Alkitab menganjurkan agar kita merenungkan rahasia Allah ini, yaitu Kristus (Kolose 2:2, 3). Yesus sendiri menyatakan bahwa pengenalan yang benar akan Dia hanya akan diperoleh melalui penyataan ilahi (Matius 11:27). Mempelajari pribadi Kristus sangatlah sulit karena kepribadian-Nya sangat unik; tidak ada oknum lain yang sama dengan Dia sehingga kita tidak dapat berargumentasi dari hal-hal yang sudah kita ketahui kepada hal-hal yang belum kita ketahui.
1. Bukti Perpaduan Kedua Sifat Itu
Pertama-tama, kita harus menjelaskan beberapa salah paham. Perpaduan sifat ilahi dengan sifat manusiawi di dalam Kristus itu tidak dapat dibandingkan dengan hubungan pemikahan, karena kedua belah pihak dalam pemikahan tetap merupakan dua pribadi yang berbeda walaupun sudah menikah. Demikian pula perpaduan kedua sifat itu tidak sama seperti perhubungan orang-orang percaya dengan Kristus. Juga tidaklah tepat untuk beranggapan bahwa sifat ilahi itu tinggal di dalam Kristus sebagaimana Kristus tinggal di dalam orang percaya, karena itu berarti bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang didiami oleh Allah dan Dia sendiri bukan Allah. Gagasan yang mengatakan bahwa Kristus mempunyai kepribadian rangkap tidaklah alkitabiah. Tidak disebutkan dalam Alkitab bahwa Logos mengambil tempat pikiran dan roh manusiawi di dalam Kristus, karena dalam hal demikian Kristus bersatu dengan kemanusiaan yang tidak sempuma. Demikian pula kedua sifat itu tidak bersatu untuk membentuk sifat yang ketiga, sebab dalam hal itu Kristus bukanlah manusia sejati. Juga tidak dapat dikatakan bahwa Kristus secara berangsur-angsur menerima sifat ilahi, karena dalam hal demikian keilahian-Nya bukanlah suatu kenyataan hakiki sebab harus diterima secara sadar oleh kemanusiaan Kristus. Gereja pada umumnya dengan tegas menyalahkan pandangan-pandangan ini sebagai tidak alkitabiah dan karena itu tidak bisa diterima.
Bila pengertian-pengertian di atas itu salah semua, bagaimanakah kita dapat menerangkan perpaduan kedua sifat tersebut di dalam Kristus sehingga menghasilkan satu pribadi, tetapi dengan dua kesadaran dan dua kehendak? Sekalipun ada dua sifat, tetapi ada satu pribadi saja. Dan sekalipun ciri-ciri khas dari sifat yang satu tidak dapat dikatakan merupakan ciri khas dari sifat lainnya, tetapi kedua sifat itu berada dalam satu Oknum, yaitu Kristus. Tidaklah tepat untuk mengatakan bahwa Kristus adalah Yang Ilahi yang memiliki sifat manusiawi, atau bahwa Dia adalah manusia yang didiami oleh Yang Ilahi. Dalam hal yang pertama, maka sifat manusiawi tidak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya, dan dalam hal yang kedua sifat ilahi itulah yang tak akan memperoleh tempat dan peranan yang semestinya. Oknum kedua dari Tritunggal Allah menerima keadaan manusia dengan semua ciri khasnya. Dengan demikian kepribadian Kristus berdiam dalam sifat ilahi-Nya karena Allah Anak tidak bersatu dengan seorang manusia, tetapi dengan sifat manusia. Terpisah dari penjelmaan sifat manusiawi Kristus tidak bersifat pribadi; tetapi hal ini tidak benar tentang sifat ilahi-Nya. Begitu sempurnanya penyatuan menjadi satu pribadi ini sehingga, sebagaimana dikatakan oleh Walvoord, "Kristus pada saat yang sama memiliki sifat-sifat yang nampaknya bertolak belakang. Dia bisa lemah dan mahakuasa, bertambah dalam pengetahuan namun mahatahu, terbatas dan tidak terbatas," dan kita dapat menambahkan, Dia bisa berada di satu tempat, tetapi Dia Mahahadir.
Yesus berbicara tentang diri-Nya sebagai satu pribadi yang utuh dan tunggal; Dia sama sekali tidak menunjukkan adanya gejala-gejala keterbelahan kepribadian. Selanjutnya, orang-orang yang berhubungan dengan Dia menganggap Dia sebagai seorang dengan kepribadian yang tunggal dan tidak terbelah. Bagaimana dengan kesadaran diri-Nya? Jelaslah bahwa dalam kesadaran diri yang ilahi Yesus senantiasa sadar akan keilahian-Nya. Kesadaran diri yang ilahi itu senantiasa beroperasi penuh, bahkan pada masa kanak-kanak. "Namun ada bukti bahwa dengan berkembangnya sifat manusiawi maka kesadaran diri yang manusiawi itu mulai aktif." Kadang-kadang Dia akan bertindak dari kesadaran diri yang manusiawi, dan pada saat-saat lain Dia bertindak dari kesadaran diri yang ilahi, tetapi keduanya itu tidak pernah bertentangan.
Hal yang sama dapat dikatakan mengenai kehendak-Nya. Pastilah, kehendak manusiawi ingin menjauhi salib (Matius 26:39), dan kehendak yang ilahi ingin menjauhkan diri dari hal dijadikan dosa (2 Korintus 5:21). Dalam kehidupan-Nya, Yesus berkehendak untuk melakukan kehendak Bapa-Nya yang di surga (Ibrani 10:7, 9). Hal ini dilaksanakan-Nya sepenuhnya.
2. Sifat Perpaduan Kedua Sifat Itu
Maka jika kedua sifat Kristus itu terbaur secara sempurna dalam satu pribadi, lalu bagaimanakah sifat pembauran itu? Sebagian besar jawaban untuk pertanyaan ini telah disinggung dalam uraian sebelumnya. Tidak mungkin kami memberikan analisis kejiwaan yang tepat tentang kepribadian unik Kristus sekalipun Alkitab memberikan sedikit petunjuk.
a. Perpaduan itu tidak bersifat teantropik.
Diri Kristus adalah teantropik (artinya mempunyai sifat ilahi dan sifat manusiawi), tetapi sifat-Nya tidak. Maksudnya, seseorang dapat berbicara tentang Allah - manusia bila Ingin mengacu kepada diri Kristus, tetapi kita tidak dapat berbicara tentang sifat ilahi- manusiawi, melainkan kita harus berbicara tentang adanya sifat ilahi dan sifat manusiawi di dalam Kristus. Hal ini jelas dari kenyataan bahwa Kristus memiliki pengertian dan kehendak yang tak terbatas dan juga memiliki pengertian dan kehendak yang terbatas; Dia memiliki kesadaran ilahi dan kesadaran manusiawi. Kecerdasan ilahi-Nya tidak terbatas; kecerdasan manusiawi-Nya makin bertambah. Kehendak ilahi-Nya adalah mahakuasa; kehendak manusiawi-Nya hanya terbatas pada kemampuan manusia yang belum jatuh dalam dosa. Dalam kesadaran ilahi-Nya Dia dapat berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30); dalam kesadaran manusiawi-Nya Dia dapat berkata, "Aku haus" (Yohanes 19:28). Namun harus ditekankan bahwa Kristus tetap Allah- manusia.
b. Perpaduan itu bersifat pribadi.
Perpaduan kedua sifat di dalam Kristus disebut perpaduan hipostatis. Maksudnya, kedua sifat atau hakikat itu merupakan satu cara berada yang pribadi. Karena Kristus tidak bersatu dengan diri manusia, tetapi dengan sifat manusia, maka kepribadian Kristus bertempat dalam sifat ilahi-Nya.
c. Perpaduan itu meliputi berbagai sifat dan perbuatan manusiawi dan ilahi.
Baik sifat dan perbuatan yang manusiawi maupun yang ilahi dapat dilakukan oleh Sang Allah-manusia tanpa kecuali. Demikianlah berbagai sifat dan ciri khas manusia dihubungkan dengan Kristus di bawah gelar-gelar yang ilahi, "Dia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi" (Lukas 1:32); "mereka tidak akan menyalibkan Tuhan yang mulia" (1 Korintus 2:8); "jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri" (Kisah 20:28). Dari ayat-ayat tersebut kita melihat bahwa Allah telah lahir dan Allah telah mati. Ada juga ayat-ayat yang menyebut berbagai ciri khas dan sifat ilahi serta menghubungkannya dengan Kristus di bawah nama-nama manusiawi-Nya, "Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia" (Yohanes 3:13); "dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Dia sebelumnya berada?" (Yohanes 6:62); "Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Dia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya" (Roma 9:5); Kristus yang mati itu adalah Kristus yang "memenuhi semua dan segala sesuatu" (Efesus 1:23; bandingkan Matius 28:20); Dialah yang telah ditentukan oleh Allah untuk menghakimi dunia (Kisah 17:31; bandingkan Matius 25:31, 32).
d. Perpaduan tersebut menjamin kehadiran yang tetap dari keilahian dan kemanusiaan Kristus.
Kemanusiaan Kristus hadir bersama dengan keilahian-Nya di setiap tempat. Kenyataan ini menambah keindahan kenyataan bahwa Kristus ada di dalam umat-Nya. Dia hadir dalam keilahian-Nya, dan melalui perpaduan kemanusiaan-Nya dengan keilahian-Nya, maka Dia juga hadir dalam kemanusiaan-Nya.
Diambil dari: | ||
Judul buku | : | Teologi Sitematika |
Judul artikel | : | Pribadi Kristus: Dua Sifat dan Watak Kristus |
Pengarang | : | Henry C. Thiessen |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang, 1992 |
Halaman | : | 333 - 341 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA