6 Alasan untuk Mempelajari Alkitab dan 7 Alasan yang Kita Buat-Buat untuk Menghindarinya
Alkitab adalah buku terlaris di dunia, yang sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari 200 bahasa, dan yang merupakan teks fundamental bagi peradaban Barat. Saat kita melihat transformasi hidup yang ditimbulkan oleh buku ini dalam skala global, perhatian kita seharusnya memuncak.
Jadi, mengapa mempelajari Alkitab terasa begitu sulit? Untuk mengatasi persepsi ini, kita perlu menyegarkan diri kita terkait beberapa alasan kunci mengapa penggalian secara mendalam terhadap Firman Allah sangatlah penting, melawan alasan-alasan, dan melihat bahwa studi Alkitab adalah pencarian yang dapat dilakukan, layak dilakukan, dan luar biasa.
6 Alasan Kita Perlu Mempelajari Alkitab
1. Kita mencari makna yang melampaui diri kita sendiri. Dalam firman Allah, kita menemukan makna tertinggi kita dalam satu Pribadi, bukan suatu konsep. Tujuan kita dalam belajar adalah untuk makin mendekat ke makna yang Allah inginkan agar kita terima, dan pada akhirnya mendekat kepada-Nya. Kitab suci adalah napas Allah yang berbobot terhadap siapa Dia dalam pesannya, yang berarti bahwa semakin sering kita berinteraksi dengannya, semakin kita berinteraksi secara pribadi dengan Roh Kudus sendiri. Saat kita menolak membuka firman Allah, itu bukan saja penolakan terhadap suatu buku pelajaran, tetapi juga penolakan terhadap relasi dengan Allah sendiri.
2. Firman-Nya menciptakan kehidupan. Paulus sering kali mengawali surat-suratnya dengan variasi pernyataan "anugerah BAGI kamu" dan menutupnya dengan variasi frasa "anugerah BERSAMA DENGAN kamu". Saat kita membuka firman Allah, kebenarannya akan diimpartasikan kepada kita dengan cara tertentu, dan saat kita menutupnya, firman-Nya tinggal BERSAMA DENGAN kita untuk membentuk kita lebih lanjut. Perhatikan, perkataan Yesus adalah tindakan-Nya -- sebagaimana Kristus menciptakan kehidupan pada permulaan waktu, firman-Nya bagi kita saat ini hidup dan aktif untuk menciptakan kehidupan yang baru dalam diri kita (Ibrani 4). Firman Allah berjanji untuk mengerjakan apa yang hendak diubahnya dalam diri kita (Yesaya 55:11). Saya tidak hidup, Alkitablah yang hidup, dan saat saya membacanya, ia menjadikan saya hidup.
3. Firman Allah merespons kebutuhan kita yang terdalam. Ayat 2 Timotius 3:17 adalah ayat tegas yang mengklaim bahwa firman itu cukup untuk menjawab setiap kebutuhan manusia, bahkan yang paling gelap -- rasa sakit, kegelisahan, kebingungan, rasa malu, stres, kecacatan, pengkhianatan, dan lebih banyak lagi. Kitab suci menerangkan kerusakan dan sukacita kita, memperlengkapi pikiran kita secara menyeluruh dan menerangkan setiap tindakan kita sehari-hari. Terlepas dari besarnya kekacauan yang kita bawa, firman itu hidup dan berkuasa untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan tersebut. Bahkan, kerusakan kita adalah hal yang mendorong kita untuk berjalan lebih dalam ke dalam firman, dan terus-menerus kembali kepadanya.
4. Studi Alkitab adalah kehendak Allah bagi kehidupan kita. Kehendak Allah yang tertinggi bagi kehidupan kita adalah agar kita mencerminkan karakter-Nya terlepas dari siapa kita dan apa yang sedang kita jalani. Meski banyak pergumulan yang kita hadapi lebih cenderung mengindikasikan berbagai isu di luar perbuatan atau kendali kita, dapat dikatakan juga bahwa beberapa pergumulan kita terjadi karena kita tidak mengutamakan pengejaran akan perkataan Yesus dalam kehidupan kita untuk memengaruhi pikiran dan perilaku kita.
5. Studi Alkitab memperdalam komunitas yang saleh. Lebih mudah untuk melakukan studi saat kita tidak sendirian. Pertimbangkanlah untuk mengajak beberapa teman untuk menyelami firman Allah bersama sebagai satu komunitas. Dengan melakukannya, kita akan memperdalam relasi kita, menjaga satu sama lain tetap bertanggung jawab dan termotivasi, dan mencerminkan sifat Allah, yang menggambarkan komunitas dengan menjadi Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
6. Studi Alkitab melandaskan penginjilan. Kitab Suci bermanfaat bukan hanya untuk pemuridan orang percaya, tetapi juga untuk membawa kita kepada keselamatan dalam Yesus Kristus (2 Timotius 3:15).
7 Alasan yang Kita Buat-Buat untuk Tidak Mempelajari Alkitab
1. Mempelajari Alkitab itu sulit dan memerlukan waktu. Itu adalah pernyataan yang wajar: mempelajari Alkitab bisa memusingkan, sulit, dan kering, tetapi saat kita terjebak dalam pukulan alasan-alasan kita itulah kita harus melihat tujuan jangka panjangnya melebihi pengalaman jangka pendeknya. Dalam jangka panjang, itu akan memengaruhi pikiran dan jiwa kita serta mengubahkan kita untuk menjadi orang-orang yang ulet dalam krisis, dapat meneladankan Kristus kepada sesama, dan dapat membedakan kesalahan dalam budaya sekuler dan Kristen.
2. Mempelajari Alkitab itu membosankan. Saat kita merenungkan bahwa Allah menciptakan kehidupan yang baru dalam diri kita melalui pembacaan akan firman-Nya, bagaimana kehidupan yang baru dapat menjadi membosankan? Bahkan, banyak waktu yang dihabiskan untuk mempelajari Alkitab dapat menjadi berharga dan memberi pengalaman, berbicara secara langsung kepada situasi-situasi kehidupan kita saat ini dan menarik kita masuk ke dalam relasi yang dapat kita rasakan. Meski begitu, studi Alkitab juga bisa menjadi kering -- konteks budaya bisa membingungkan, dan kurangnya semangat dalam beberapa teks bisa membuat kita lelah mengarunginya. Di sinilah kita tidak boleh membiarkan perasaan kita mengalahkan nalar kita, dan kita perlu bertanya kepada diri sendiri apakah hal ini sepadan dengan usaha yang kita kerahkan dan apa alternatifnya. Tidak berkoneksi dengan Allah jelas bukan pilihan.
3. Peperangan rohani. Kapan pun kita memusatkan upaya kita untuk terlibat dalam aktivitas yang memuliakan Allah, kita akan mengalami serangan rohani. Bahkan, kita berperang dalam peperangan rohani dalam tiga barisan depan: peperangan melawan sifat berdosa dalam diri kita yang mencoba menarik kita menjauh dari kebenaran; sistem dunia di sekitar kita yang memikat kita untuk mengejar aktivitas-aktivitas yang menghindari pengorbanan dan berfokus pada diri dan kesenangan; bahkan budaya Kristen, yang sedang kehilangan kemampuan untuk berinteraksi secara pribadi, bermakna, dan akurat dengan kebenaran -- yang berisiko sekadar mencerminkan suatu bentuk kesalehan, tetapi menyangkal kuasanya.
4. Mempelajari Alkitab itu tidak menyenangkan. Adalah tugas kita saat studi Alkitab tidak menyenangkan. Ulangan 6:4-9 mengungkapkan tuntutan Allah yang jelas untuk tunduk terhadap firman-Nya guna mengenal Dia secara pribadi dan memperkenalkan Dia kepada sesama. Terlepas dari kurangnya motivasi, justifikasi, dan preferensi kita, jika kita ingin bertumbuh dan memuliakan Allah, kita harus mengupayakan dan tunduk terhadap firman-Nya, bahkan saat perasaan kita melawan. Keterampilan apa pun yang layak untuk dimiliki dalam hidup memerlukan kesengajaan dan disiplin untuk melatihnya.
5. Studi Alkitab tidaklah praktis. Segala tindakan kita mengalir dari kerangka berpikir teoretis, entah kita menyadarinya secara sadar atau tidak. Perilaku yang kurang baik mengalir dari teori buruk yang mungkin dikembangkan secara tidak sengaja. Merupakan tuntutan yang penting untuk mengejar apa yang benar secara alkitabiah supaya kita terhindar dari mencondongkan diri ke arah apa yang terasa benar. Salah satu tujuan utama dari memahami firman Allah adalah untuk memberi dampak terhadap dunia di sekitar kita yang terus melihat dan membutuhkan. Saat kita berkoneksi dengan Dia, kita akan terdorong untuk melayani.
6. Studi Alkitab tidak menarik perasaan saya. Beberapa dari ungkapan perasaan kita yang paling bersemangat mengalir dari kejelasan yang kuat terhadap firman Allah. Kita mungkin menyukai karya musik secara lebih mendalam saat kita memahami bagaimana liriknya berbenturan dengan sapuan nada-nadanya. Permainan olahraga lebih menarik untuk ditonton saat kita pertama kali memahami peraturan-peraturan yang lebih akademis untuk memainkannya. Jika kita hanya mengandalkan pengalaman "yang terasa" daripada hikmat yang alkitabiah, apa yang akan terjadi saat krisis menyebabkan perasaan kita terbebani dengan duka? Kita akan kekurangan teologi yang baik untuk menerangi situasi-situasi itu dan menopang kita saat perasaan kita meninggalkan kita. Alih-alih menganggap studi sebagai suatu tugas tanpa tujuan akhir yang berarti, kita dapat mengingatkan diri sendiri akan koneksi pikiran-perasaan yang diberikan oleh Allah. Beberapa ungkapan perasaan kita yang paling kuat akan mengalir keluar dari pemahaman akan firman Allah.
7. Gereja saya tidak menawarkan kelompok studi Alkitab. Karena melatih orang untuk memahami dan berinteraksi dengan firman Allah pada tingkat yang akurat dan pribadi merupakan komponen kunci bagi pemuridan, kita dapat mengajak beberapa teman bersama-sama dan menjadi solusi terhadap tidak adanya pemuridan di gereja tempat kita berjemaat.
Sebagai penutup, Alkitab bukan sekadar buku yang baik yang membahas tentang Allah; Alkitab sebenarnya adalah Allah sendiri yang berbicara kepada kita. Alkitab tidak memberi ilham, melainkan diilhamkan. Alkitab bukanlah buku yang hanya berisi perkataan para akademisi, melainkan satu Pribadi yang memiliki suara dan ingin berinteraksi dengan ANDA. Dalam Nehemia 8, kita melihat SEMUA umat Allah mendengarkan firman Allah dengan penuh perhatian, dan para guru berada bersama-sama dengan mereka untuk mengartikan apa yang mereka dengar.
Kita tidak perlu melewati kedalaman Alkitab seorang diri sepanjang waktu. Kita dapat berinteraksi dengan bahan-bahan studi Alkitab yang akan membenamkan kita secara langsung ke dalam firman supaya kita dapat "mendengarkan dengan penuh perhatian" dan menawarkan catatan-catatan tepercaya yang berpusat pada Injil yang akan menolong kita mengerti apa yang sedang kita dengar dan bagian mana yang membuat pusing. Jadi, mari meninggalkan alasan-alasan kita dan berhubungan dengan orang-orang yang akan menolong kita mengejar Dia! Terlepas dari siapa kita, kita dapat datang sebagaimana adanya kita dan bersiap untuk berjumpa dengan Kristus sebagaimana adanya Dia. (t/Odysius)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
Alamat situs | : | https://ca.thegospelcoalition.org/article/6-reasons-to-study-the-bible-and-7-excuses-we-make |
Judul asli artikel | : | 6 Reasons to Study the Bible and 7 Excuses We Make |
Penulis artikel | : | Andrea Thom |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA