PDA - Referensi 02a
Nama Kursus | : | Doktrin Alkitab |
Nama Pelajaran | : | Dasar Mempelajari Doktrin Alkitab |
Kode Pelajaran | : | PDA - R02a |
Referensi PDA - R02a diambil dari:
Judul Buku | : | Dasar-dasar Iman Kristen (Foundations of the Christian Faith) |
Judul artikel | : | Kesaksian Yesus Kristus |
Penulis | : | James Montgomery Boice |
Penerbit | : | Momentum, Surabaya, 2011 |
Halaman | : | 33 - 37 |
Kesaksian Yesus Kristus
Alasan yang paling penting untuk memercayai Alkitab sebagai Firman Allah ditulis sehingga merupakan otoritas satu-satunya bagi orang-orang Kristen dalam semua perkara iman dan tingkah laku adalah ajaran Yesus Kristus. Pada masa ini sudah hal lazim bagi sebagian orang untuk merendahkan otoritas Alkitab dengan mengontraskannva dengan otoritas Kristus. Tetapi kontras seperti ini tidak dapat dibenarkan. Yesus begitu mengidentifikasikan diri-Nya dengan Kitab Suci dan begitu ketat menafsirkan pelayanan-Nya dalam terang Kitab Suci sehingga tidak mungkin melemahkan otoritas yang satu tanpa secara bersamaan melemahkan otoritas yang lain.
Penghargaan Kristus yang tinggi terhadap Perjanjian Lama pertama kali terlihat melalui fakta bahwa Ia merujuk kepadanya sebagai otoritas yang infalibel. Ketika dicobai oleh Iblis di padang gurun, Yesus menjawab tiga kali dengan kutipan-kutipan dari Kitab Ulangan (Matius 4:1-11). Ia menjawab pertanyaan kaum Saduki tentang status pernikahan sorgawi dan realitas kebangkitan (Lukas 20:27-40), pertama dengan suatu teguran bahwa mereka tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah, dan kedua dengan suatu kutipan langsung dari Keluaran 3:6, "Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub." Dalam banyak kesempatan Yesus merujuk kepada Kitab Suci untuk mendukung tindakan-tindakan-Nya, seperti dalam membela penyucian Bait Suci yang dilakukan-Nya (Markus 11:15-17), atau berkenaan dengan ketaatan-Nya dalam karya salib (Matius 26:53-54). Ia mengajarkan bahwa "Kitab Suci tidak dapat dibatalkan" (Yohanes 10:35). Ia menyatakan, "Selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi" (Matius 5:18).
Matius 5:18 pantas mendapatkan pembahasan tambahan. Sudah jelas, bahkan saat kita membaca frasa tersebut setelah jangka waktu sekitar dua ribu tahun, bahwa kata-kata "tidak satu iota, tidak juga satu titik" merupakan ungkapan yang umum yang menunjuk kepada bagian-bagian terkecil dari hukum Musa. Iota adalah huruf terkecil dalam alfabet Ibrani, huruf yang akan kita transliterasikan dengan i atau y. Dalam tulisan Ibrani huruf itu mirip koma, meskipun dituliskan di dekat bagian atas huruf-huruf itu daripada di dekat dasar. Titik adalah apa yang kita sebut serif, yaitu tonjolan kecil pada huruf-huruf yang membedakan tipe roman dari tipe yang lebih modern. Dalam banyak terjemahan Alkitab, Mazmur 119 dibagi ke dalam dua puluh dua bagian, masing-masing mulai dengan satu huruf yang berbeda dari alfabet Ibrani. Jika Alkitab seseorang dicetak dengan baik, pembaca Alkitab versi bahasa Inggris dapat melihat apa yang dimaksud dengan sebuah titik itu dengan membandingkan huruf Ibrani sebelum ayat 9 dengan huruf Ibrani sebelum ayat 81. Huruf pertama adalah beth. Kedua adalah kafph. Perbedaan satu-satunya antara keduanya adalah serif. Ciri yang sama membedakan daleth dari resh dan vau dari zayin. Maka, menurut Yesus, bahkan "i" atau "serif" dari hukum Taurat itu tidak akan hilang sebelum seluruh hukum Taurat digenapi.
Apa yang dapat memberi hukum Taurat karakter yang begitu permanen? Jelas bukan sesuatu yang manusiawi, karena segala sesuatu yang manusiawi akan berlalu. Satu-satunya dasar untuk kualitas hukum Taurat yang tidak dapat binasa adalah bahwa itu sesungguhnya ilahi. Alasan hukum Taurat itu tidak akan berlalu adalah hukum Taurat sesungguhnya bersifat ilahi. Alasan hukum Taurat tidak akan berlalu adalah karena hukum Taurat adalah Firman dari Allah yang sejati, hidup, dan kekal. Itu adalah hakikat ajaran Kristus.
Kedua, Yesus melihat hidup-Nya sebagai penggenapan Kitab Suci. Ia secara sadar menundukkan diri-Nya kepada Kitab Suci. Ia memulai pelayanan-Nya dengan sebuah kutipan dari Yesaya 61:1-2. "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Lukas 4:18-19). Ketika Ia telah selesai membaca, Ia meletakkan gulungan itu, dan berkata, "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya" (ayat 21). Yesus sedang mengklaim sebagai Mesias, Dia yang telah Yesaya tuliskan. Ia sedang mengidentifikasikan pelayanan-Nya yang akan datang dengan alur-alur yang telah dikemukakan Kitab Suci tentang pelayanan tersebut.
Kemudian dalam pelayanan-Nya kita menemukan murid-murid Yohanes Pembaptis datang kepada Yesus dengan pertanyaan Yohanes, "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" (Matius 11:3). Yesus menjawab dengan rujukan kedua kepada bagian nubuat Yesaya ini. Sebenarnya Ia berkata, "Jangan serta-merta mengambil perkataan-Ku tentang siapa Aku. Lihat apa yang telah Yesaya nubuatkan tentang Mesias. Lalu lihatlah apakah Aku menggenapinya." Yesus menantang orang banyak untuk mengevaluasi pelayanan-Nya dalam terang Firman Allah.
Injil Yohanes menunjukkan Yesus berbicara kepada para pemimpin Yahudi tentang otoritas, dan klimaks dari apa yang Ia katakan seluruhnya berkenaan dengan Kitab Suci. Ia berkata bahwa sesungguhnya tidak seorang pun akan percaya kepada-Nya jika tidak terlebih dahulu percaya kepada tulisan-tulisan Musa, karena Musa menulis tentang Dia. "Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehnya kamu memunyai hidup yang kekal, tetapi ... Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku.... Jangan kamu menyangka, bahwa Aku akan mendakwa kamu di hadapan Bapa; yang mendakwa kamu adalah Musa, yaitu Musa, yang kepadanya kamu menaruh pengharapanmu. Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku. Tetapi jikalau kamu tidak percaya akan apa yang ditulisnya, bagaimanakah kamu akan percaya akan apa yang Kukatakan?" (Yohanes 5:39, 45-47).
Pada akhir hidup Yesus, ketika Ia digantung di kayu salib. Ia sekali lagi memikirkan Kitab Suci. Ia berkata, "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan aku?" (sebuah kutipan dari Mazmur 22:2). Ia berkataa bahwa Ia haus. Mereka memberi Dia bunga karang yang telah dicelupkan dalam anggur asam sehingga Mazmur 69:22 digenapi. Tiga hari kemudian, setelah kebangkitan, Ia ada dalam perjalanan ke Emaus dengan dua murid-Nya, menegur mereka karena mereka belum menggunakan Kitab Suci untuk memahami perlunya penderitaan-Nya. Ia berkata, "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu, "Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi" (Lukas 24:25-27).
Dengan perikop-perikop ini dan banyak perikop lainnya, bisa dipastikan bahwa Yesus sangat menghargai Perjanjian Lama dan secara terus menerus tunduk kepadanya seperti kepada penyataan yang berotoritas. Ia mengajarkan bahwa Kitab-kitab Suci memberikan kesaksian tentang Dia, sebagaimana Ia memberi kesaksian tentang Kitab-kitab Suci tersebut. Karena Kitab-kitab Suci adalah firman Allah, Yesus menerima penuh Kitab-kitab Suci tersebut, baik secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya yang paling kecil.
Yesus juga mendukung Perjanjian Baru meskipun dalam suatu bentuk yang berbeda dengan dukungan-Nya bagi Perjanjian Lama (tentu saja karena Perjanjian Baru belum ditulis). Ia telah memprediksikan penulisan Perjanjian Baru. Maka Ia memilih rasul-rasul sebagai penerima-penerima penyataan baru itu.
Ada dua kualifikasi dari seorang rasul, seperti yang Kisah Para Rasul 1:21-26 dan perikop-perikop lain indikasikan. Pertama, seorang rasul haruslah orang yang telah mengenal Yesus selama masa pelayanan-Nya di bumi dan khususnya telah menjadi saksi dari kebangkitan-Nya (ayat 21-22). Kerasulan Paulus pasti ditantang pada poin ini karena Ia menjadi Kristen setelah kenaikan Kristus ke sorga sehingga tidak mengenal Dia dalam daging. Tetapi Paulus menyebutkan penglihatannya tentang Kristus yang bangkit saat ia menuju Damsyik sebagai pemenuhan syarat ini. "Bukankah aku rasul? ... Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita?" (1 Korintus 9:1).
Syarat kedua adalah bahwa Yesus telah memilih seorang rasul untuk peran dan tugas yang unik dari-Nya. Sebagai bagian dari ini, Yesus menjanjikan pengaruniaan Roh Kudus yang unik sehingga para rasul akan mengingat, memahami, dan mampu mencatat kebenaran-kebenaran mengenai pelayanan-Nya. "Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu" (Yohanes 14:26). Sama halnya, "Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku" (Yohanes 16:12-14).
Apakah para rasul memnuhi amanat yang diembankan pada mereka? Ya, mereka memenuhinya. Perjanjian Baru adalah hasilnya. Terlebih lagi gereja mula-mula mengakui peran mereka. Karena ketika tiba waktunya untuk menyatakan secara resmi kitab-kitab apa yang harus dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru, faktor yang menentukan adalah apakah kitab itu ditulis oleh rasul-rasul atau memiliki dukungan rasuli. Gereja tidak menciptakan kanon. Jika gereja yang telah menciptakan, maka gereja akan menempatkan dirinya di atas Kitab Suci. Tetapi gereja tunduk kepada Kitab Suci sebagai otoritas yang lebih tinggi.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA