SIFAT DASAR INJIL
Dewasa ini banyak orang dengan penuh semangat memberikan respons terhadap tantangan untuk memberitakan Injil, tetapi apa yang kemudian mereka beritakan sebenarnya jauh dari Injil. Banyak orang memakai Injil sebagai slogan untuk melakukan banyak hal, tetapi apa yang mereka lakukan sering kali terlampau jauh dari kasih yang ada di dalam Injil. Apakah Injil itu? Jika seseorang belum diperlengkapi sampai pada taraf memahami apakah sebenarnya Injil itu, maka ia tidak seharusnya memberitakan Injil. Ia bukan saja tidak akan mendapat hasil, tetapi malah menghamburkan waktunya maupun waktu orang lain dan merusak iman orang lain.
Yesus Kristus telah mati bagi manusia yang berdosa, juga telah bangkit bagi mereka, sehingga pengharapan dapat sampai kepada banyak orang. Paulus berkata, "Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci" (1 Korintus 15:3-4). Sebab itu, memberitakan Yesus yang mati dan tidak bangkit bukanlah memberitakan Injil; demikian juga memberitakan Yesus yang bangkit tetapi tidak sungguh-sungguh mati pun bukan merupakan pemberitaan Injil. Selanjutnya, marilah kita meneliti sifat dasar Injil dari tiga segi.
SIFAT DASAR INJIL
- Injil Bersifat Menebus
- Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang bersifat menggantikan (the sacrifice of substitution). Mengapa kematian-Nya disebut demikian? Karena jika Dia tidak mati, kita tidak berdaya melepaskan diri dari status orang berdosa yang patut dikutuk. Tetapi Dia sudah menggantikan posisi kita, berdiri pada status yang terkutuk itu.
- Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang bersifat pendamaian atau meredakan murka Allah (the sacrifice of propitiation). Kematian yang diderita Kristus, cawan yang diminum-Nya, dan hukuman murka yang diterima-Nya, telah meredakan murka Allah dan telah menyelamatkan kita dari status "seharusnya binasa." Siapa yang dapat mencegah manusia yang sedang menuju penghakiman kekal, vonis kekal, dan hukuman kekal? Siapa yang dapat merintangi atau meredakan murka Allah yang segera akan dicurahkan? Selain Yesus Kristus tidak seorang pun sanggup melakukan hal itu. Kita harus menengadah dan berharap hanya kepada Kristus, yang dapat menyelamatkan kita dari murka yang akan dicurahkan itu.
- Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang bersifat menanggung hukuman, yang seharusnya dijatuhkan pada manusia oleh karena dosa-dosanya (the sacrifice of retribution). Dia telah menebus kita dari kuasa dosa, kuasa maut, dari keadaan diperhamba yang menakutkan, supaya kita berbalik dari kuasa Iblis kepada Allah, dari kegelapan kepada terang, untuk menjadi seorang yang memperoleh kasih dalam kerajaan-Nya, dan juga dalam janji yang diberikan kepada Kristus Yesus (Efesus 3:6). Barangsiapa tidak meneliti kebenaran dengan sungguh-sungguh, hendaknya tidak mengajar orang lain dengan sembarangan, karena is mungkin membicarakan hal yang salah.
- Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang bersifat mendamaikan atau melakukan rekonsiliasi (the sacrifice of reconciliation). Melalui kematian Kristus, bukan saja kita tidak lagi menjadi seteru Allah, melainkan telah berdamai dengan-Nya. Karena Kristus telah menerima kutukan dosa dan Taurat, maka kita dibenarkan dan disebut sebagai orang yang tidak berdosa.
- Injil Bersifat Esa
- Injil Bersifat Sempurna
- Injil Bersifat Mutlak
Keselamatan di dalam Kristus telah mempersatukan manusia dengan Allah. Ini jauh melampaui semua pengajaran tentang penebusan di dalam agama-agama lain, baik dalam sifat kesempurnaan maupun sifat ketetapan; agama-agama lain hanya memiliki konsep penggantian (substitusi) yang kabur. Injil yang bersifat menyelamatkan hanya dapat terlihat dengan jelas di dalam wahyu Allah.
2 Korintus 5:21 dengan jelas memberitahukan kepada kita, bahwa Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita. 1 Petrus 3:18 juga memberitahukan dengan jelas, "... Ia yang benar mati untuk orang-orang yang tidak benar 1 Petrus 2:24 lebih jelas lagi mengatakan bahwa Kristus telah menanggung hukuman dosa bagi kita. Semua ayat ini memberi tahu kita bahwa baik theologi Paulus, theologi Petrus, maupun theologi pengarang Surat Ibrani, tidak lepas dari konsep yang penting tentang korban penggantian.
Kematian Kristus merupakan korban penggantian. Sebenarnya kitalah yang harus menerima hukuman dan murka Allah, tetapi Kristus rela berdiri pada status kita untuk menerima hukuman, untuk menanggung dosa-dosa kita dan mati menggantikan kita, sehingga kita terbebas dari hukuman. Jika kita telah memahami dengan jelas bahwa Dia pernah mati bagi kita, maka kita tentu tidak lagi hidup bagi diri sendiri, melainkan hidup bagi Tuhan yang telah mati dan bangkit demi menggantikan kita. Pemikiran inilah yang merupakan dasar penyerahan kita.
Kematian Kristus merupakan korban penggantian. Ia telah menggantikan saya. Meski di seluruh dunia ini hanya tersisa saya seorang, tetapi Yesus rela datang ke dunia untuk mati bagi saya. Bukan karena Dia telah berutang kepada saya, melainkan karena saya membutuhkan Dia. Betapa ajaib kehendak Allah, betapa tinggi dan dalam kasih-Nya kepada kita! Sungguh, hanya karena pengorbanan Kristus yang bersifat menggantikan itu kita dibawa kembali ke haribaan-Nya.
1 Tesalonika 5:9 memberitahukan kepada kita bahwa hanya Yesus Kristus yang dapat menyelamatkan kita dari murka yang akan datang. Siapakah yang akan mencurahkan murka? Anak Domba! Murka Allah dinyatakan melalui Anak Domba, dan pada saat itu orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus akan berseru kepada gunung-gunung dan batu-batu karang, "Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu." Pada waktu Yesus Kristus datang kembali, Ia tidak lagi membicarakan keselamatan ataupun pertolongan Allah dan kasih Allah, melainkan membicarakan keadilan dan penghakiman Allah yang akan menimpa mereka yang tidak mau menerima Tuhan Yesus.
Yesus Kristus telah menghentikan murka Allah dan mencegah kita menuju jalan penghakiman kekal dan vonis hukuman kekal, sehingga kita dapat kembali kepada anugerah Allah dan tetap tinggal di dalamnya. Melalui sacrifice of propitiation itu, Allah telah menarik kembali murka-Nya, dan bahkan menghentikan langkah kita yang menuju kebinasaan. Dengan demikian, penebusan dari-Nya dianugerahkan kepada kita.
Salib adalah tempat yang vakum kasih. Pada waktu Kristus disalibkan, Ia tidak bisa menerima cinta dari Allah karena Ia menanggung dosa manusia. Keadilan serta murka Allah menimpa-Nya. Cinta manusia yang bersimpati kepada-Nya juga tidak bisa Ia terima, karena pada waktu itu dosa-dosa manusia sedang ditimpakan kepada-Nya. Itulah sebabnya salib Kristus menjadi satu-satunya tempat yang vakum kasih di seluruh alam semesta. Sebaliknya, kemenangan Kristus atas kematian menjadikan salib sebagai sumber kasih. Ini merupakan paradoks. Murka Allah dihentikan-Nya, demikian pula langkah kita yang menuju kebinasaan. Maka kita kembali ke hadirat Allah.
Di dalam sejarah pernah terjadi seorang pemimpin menyampaikan khotbah yang sama sekali salah. Dia berkata, "Yesus Kristus telah mencurahkan darah untuk membayar harga tebusan kepada Iblis, sehingga kita dapat direbut kembali dari tangan Iblis." Khotbah ini salah. Memang untuk sementara kita berada di bawah kuasa Iblis, namun kita tidak berutang kepada Iblis, melainkan berutang kepada Allah. Kristus telah melunaskan utang kita kepada Allah dengan memenuhi segala tuntutan keadilan Allah, dan juga merebut kita kembali dari tangan Iblis sehingga kita berbalik kepada Allah. Dia telah menggantikan kita, dan membayar kembali utang kemuliaan kita kepada Allah.
Pengorbanan yang bersifat menebus ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Wahyu 1:5, "... telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya." Juga dengan Wahyu 5:9, "Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa." Dan apa yang Paulus sebutkan dalam 1 Korintus 6:20, "Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar; karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" Dalam 1 Petrus 1:18 dikatakan, "Kamu telah ditebus ... bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus." Ini menunjukkan harga yang jauh lebih tinggi daripada apa pun di dalam dunia. Petrus membandingkan nilai darah ini dengan emas dan perak yang sangat dihargai manusia, dan menyatakan bahwa darah Kristus sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat. Melalui korban penebusan inilah kita menjadi milik Allah.
Sebenarnya, istilah "dibenarkan" adalah istilah hukum yang dipakai oleh orang Yunani. Istilah ini juga merupakan istilah pengadilan yang biasa dipakai untuk mengumumkan bebasnya seorang terdakwa dari hukuman. Dibenarkan berarti diperhitungkan sebagai orang yang tidak bersalah. Orang yang semula berseteru dengan Allah boleh kembali ke hadirat-Nya melalui kematian Kristus; melalui darah Yesus Kristus kita dapat diampuni; dan melalui kebangkitan Yesus Kristus kita dapat menerima kebenaran yang Allah uraikan dalam Kristus.
Kematian Kristus telah memberikan arti yang dapat kita tinjau dari empat segi di atas, yaitu pengorbanan yang bersifat menggantikan, pengorbanan yang bersifat meredakan murka Allah, pengorbanan yang bersifat menebus, dan pengorbanan yang bersifat memperdamaikan. Keempat segi pengorbanan tersebut telah menggenapkan bagi kita hal-hal yang tidak mampu dicapai oleh semua agama, filsafat, pendidikan, politik, ilmu pengetahuan maupun kebudayaan manusia.
Yesus sendiri berkata bahwa tidak seorang pun dapat datang kepada Bapa kecuali melalui Dia. Jika kebenaran dapat ditemukan oleh manusia, maka manusia menjadi subjek dan kebenaran menjadi objek. Sedangkan kebenaran sudah mengumumkan, "Akulah kebenaran." Maka di sini kebenaran adalah subjek, sedangkan manusia yang menerimanya adalah objek. Kebenaran agama-agama merupakan kebenaran yang berposisi objek. Hanya Kristus, yang memproklamasikan diriNya sebagai Kebenaran, merupakan Kebenaran yang bersifat subjek. Barangsiapa bukan Kebenaran itu, tetapi berani menyebut diri sebagai kebenaran, adalah pembual yang congkak dan tidak tahu diri. Tetapi diri Kebenaran itu memproklamasikan diri sebagai Kebenaran yang tertinggi melalui tindakan merendahkan diri di dalam dunia (realm) manusia. Itulah sebabnya Yesus berkata, "Aku lemah lembut dan rendah hati."
Ketika Kristus diadili, Dia membungkam terhadap semua pertanyaan yang diajukan kepada-Nya, kecuali pada saat harus menyatakan diri sebagai diri Kebenaran itu (the self of Truth).
"Engkaukah raja orang Yahudi?"
Jawabnya: "Engkau sendiri mengatakannya."
Mengapa Dia harus menjawab pertanyaan itu? Karena jika diri Kebenaran yang bersifat subjek ini tidak mengakuinya, maka Dia menyangkal Diri yang telah diproklamasikan-Nya sebagai Kebenaran itu. Itulah sebabnya Yesus harus menjawab.
Selain proklamasi Kristus sendiri sebagai Kebenaran, Petrus juga menegaskan: "Di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan" (Kisah Para Rasul 4:12). Dan Paulus juga menyatakan: "Dan esa pula Dia yang menjadi perantara antara Allah dan manusia" (1 Timotius 2:5). Dia adalah Kristus, namun manusia tidak dapat menerima kebenaran yang bersifat subjektif ini; demikian pula agama yang telah memutlakkan diri telah menolak-Nya, bahkan memakukan-Nya di atas kayu salib.
Sifat esa ini merupakan keunikan Kekristenan yang harus kita pegang teguh dan kita syukuri, meskipun ini merupakan batu sandungan bagi yang tidak percaya, baik dalam gereja Tuhan, baik bagi pihak kaum Liberal di dalam gereja, maupun bagi pihak agama lain.
Injil tidak perlu ditambahi sesuatu agar menjadi sempurna, karena Injil pada dirinya sendiri sudah sempurna. Allah adalah Allah yang sempurna pada diri-Nya, kekal pada diri-Nya, dan berdiri sendiri pada diri-Nya. Demikian juga Injil memiliki sifat-sifat dasar tersebut, tidak perlu ditambah dengan unsur-unsur yang dibuat manusia supaya menjadi lebih sempurna. Barangsiapa berniat menambahkan jasa manusia dalam Injil dengan maksud untuk menyempurnakannya, is adalah musuh Injil karena di dalam usaha menambahkan sesuatu untuk menjadikan Injil lebih sempurna, di dalamnya sudah terkandung unsur menganggap Injil tidak sempurna.
Kristus sendiri berasal dari alam kemutlakan, dari Allah. Maka, seluruh rencana-Nya bukanlah peristiwa yang terjadi secara kebetulan dalam sejarah, bukan hasil filsafat manusia, juga bukan merupakan hash kebudayaan, melainkan adalah kehendak Allah yang telah ditetapkan dalam kekekalan. Sebab itu, Injil pasti bersifat mutlak, tidak dapat ditambah atau dikurangi. Sifat kemutlakan ini menyatakan bahwa Injil sendiri sudah cukup pada dirinya sendiri (self-sufficient) sampai suatu taraf, di mana tidak perlu lagi ditambahkan apa pun padanya, dan juga tidak boleh dikurangkan apa pun darinya.
Sifat keutuhan Injil merupakan perbedaan utama antara Kekristenan dan agama-agama lain. Agama-agama lain ada yang berusaha meniadakan pengantara antara Allah dan manusia dan berpendapat bahwa manusia boleh langsung datang ke hadirat Allah. Ada juga yang menambahkan pengantara di luar Kristus, misalnya, orang-orang kudus dan Bunda Maria. Baik menambahkan atau mengurangi telah melanggar sifat keutuhan dan sifat kemutlakan dari Injil.
Jika kita tidak memelihara keempat sifat dasar Injil ini, maka kita tidak mungkin dapat memiliki keberanian dan tekad yang mantap untuk menghadapi peperangan rohani kita. Dan bukan saja demikian, kita pun akan mudah larut berbaur dengan ajaran-ajaran yang bukan dari Tuhan. A man who keeps the purity of the Gospel becomes strong and never compromises. Orang yang menjaga kemurnian Injil akan menjadi kuat dan tidak pernah berkompromi.
Diambil dari:
Judul buku | : | Apa yang kami percaya? (edisi khusus KIN 2013) |
Penulis | : | Stephen Tong |
Penerbit | : | Momentum, Surabaya 2013 |
Halaman | : | 26 -- 33 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA